Datuk Pardun, Murid Syekh Siti Jenar Menuntut Balas Pada Cirebon
Setelah dalam artikel sebelumnya dijelaskan mengenai kisah Syekh Siti Jenar dihukum mati di Cirebon, maka dalam artikel kali ini akan dibahas menganai salah satu Murid Syekh Siti Jenar (Syekh Lemah Abang) yang tidak terima dengan peristiwa Eksekusi mati gurunya oleh Pemerintah Cirebon.
Murid Syekh Siti Jenar itu bernama Datuk Padun, dalam keterangan lain selain sebagai murid, Datuk Pardun juga diceritakan sebagai anak Syekh Siti Jenar.
Salah satu naskah yang menceritakan peristiwa pembalasan dendam Datuk Pardun pada Kesultanan Cirebon adalah Naskah Mertasinga, tepatnya terdapat pada Pupuh. LXIV.03-12. Demikian ringkasanya;
Murid Syekh Siti Jenar itu bernama Datuk Pardun dari Negara Banakeling. Datuk Pardun datang ke Cirebon untuk membalas kematian gurunya, namun demikian pada waktu itu Cirebon sudah tidak lagi diperintah oleh Sunan Gunungjati melainkan diperintah oleh Panembahan Ratu, waktu itu Sunan Gunungjati sudah wafat.
Suatu ketika Panembahan Ratu bermaksud akan mengunjungi Astana (makam/kuburan) untuk beriziarah dengan dikawal oleh jurit-jurit kerajaan. Selanjutnya, ketika iring-iringan Sultan sudah sampai di Waringin Jembrak Datuk Pardun Menghalangi ditengah jalan dengan bertolak Pinggang.
Ketika para jurit Cirebon menyuruhnya minggir, Datuk Pardun malah menyerang, terjadilah keributan kemudian.
Sementara itu, mendapati keributan didepannya, Panembahan Ratu kemudian mempertanyakan mengenai sebab-sebab keributan yang terjadi kepada pengawalnya, pengawalnya menjawab “ada seorang yang menghalangi iring-iringan Sultan dijalan dengan membuat keributan".
Datuk pardun tidak mempan senjata tajam, tubuhnya kaku seperti besi, Panembahan Ratu kemudian segera menyerahkan Kerisnya yang berwerangka emas kepada Lurahnya.
Ki Lurah kemudian berhasil membunuh Datuk Pardun dengan sebilah keris tersebut. Aanehnya biarpun Datuk Pardun sudah mati, ia tetap berdiri mematung bagai besi ditengah jalan.
Kemudian Panembahan Ratu memerintahkan Kiyai Lebe Yusuf untuk menguburkannya dipinggir jalan itu juga. Akan tetapi, setelah dikuburkan ternyata Datuk Pardun bangkit dari kuburnya dan kemudian kembali berdiri ditengah-tengah jalan, kejadian tersebut berulang-ulang selama tiga kali.
Kiyai Lebe Yusuf kemudian menyusul tuannya untuk melaporkan tingkah laku mayat tersebut, kemudian berkata Panembahan Ratu “Kuburkan saja mayat itu ditengah jalan”. Maka mayat tersebutpun kemudian dikuburkan sesuai dengan petunjuk Panembahan Ratu. Barulah setelah dikuburkan ditengah-tengah jalan, mayat Datuk Pardun tidak bagkit kembali.
Kini, makam Datuk Pardun dapat ditemui di Jalan Siliwangi Kota Cirebon, bentuknya unik, sebab disampingnya watu celek, yaitu sebongkah batu yang mirip dengan alat klamin laki-laki yang sedang ereksi.
Baca Juga : Asal-Usul Watu Celek Pada Area Makam Datuk Pardun
Murid Syekh Siti Jenar itu bernama Datuk Padun, dalam keterangan lain selain sebagai murid, Datuk Pardun juga diceritakan sebagai anak Syekh Siti Jenar.
Salah satu naskah yang menceritakan peristiwa pembalasan dendam Datuk Pardun pada Kesultanan Cirebon adalah Naskah Mertasinga, tepatnya terdapat pada Pupuh. LXIV.03-12. Demikian ringkasanya;
Murid Syekh Siti Jenar itu bernama Datuk Pardun dari Negara Banakeling. Datuk Pardun datang ke Cirebon untuk membalas kematian gurunya, namun demikian pada waktu itu Cirebon sudah tidak lagi diperintah oleh Sunan Gunungjati melainkan diperintah oleh Panembahan Ratu, waktu itu Sunan Gunungjati sudah wafat.
Suatu ketika Panembahan Ratu bermaksud akan mengunjungi Astana (makam/kuburan) untuk beriziarah dengan dikawal oleh jurit-jurit kerajaan. Selanjutnya, ketika iring-iringan Sultan sudah sampai di Waringin Jembrak Datuk Pardun Menghalangi ditengah jalan dengan bertolak Pinggang.
Ketika para jurit Cirebon menyuruhnya minggir, Datuk Pardun malah menyerang, terjadilah keributan kemudian.
Sementara itu, mendapati keributan didepannya, Panembahan Ratu kemudian mempertanyakan mengenai sebab-sebab keributan yang terjadi kepada pengawalnya, pengawalnya menjawab “ada seorang yang menghalangi iring-iringan Sultan dijalan dengan membuat keributan".
Datuk pardun tidak mempan senjata tajam, tubuhnya kaku seperti besi, Panembahan Ratu kemudian segera menyerahkan Kerisnya yang berwerangka emas kepada Lurahnya.
Ki Lurah kemudian berhasil membunuh Datuk Pardun dengan sebilah keris tersebut. Aanehnya biarpun Datuk Pardun sudah mati, ia tetap berdiri mematung bagai besi ditengah jalan.
Kemudian Panembahan Ratu memerintahkan Kiyai Lebe Yusuf untuk menguburkannya dipinggir jalan itu juga. Akan tetapi, setelah dikuburkan ternyata Datuk Pardun bangkit dari kuburnya dan kemudian kembali berdiri ditengah-tengah jalan, kejadian tersebut berulang-ulang selama tiga kali.
Kiyai Lebe Yusuf kemudian menyusul tuannya untuk melaporkan tingkah laku mayat tersebut, kemudian berkata Panembahan Ratu “Kuburkan saja mayat itu ditengah jalan”. Maka mayat tersebutpun kemudian dikuburkan sesuai dengan petunjuk Panembahan Ratu. Barulah setelah dikuburkan ditengah-tengah jalan, mayat Datuk Pardun tidak bagkit kembali.
Datuk Pardun |
Baca Juga : Asal-Usul Watu Celek Pada Area Makam Datuk Pardun