Dewi Mandapa, Nenek Moyang Belanda Pulau Jawa
Diceritakan Dewi Mandapa adalah adik dari Pucukumun, Raja Talaga yang ditaklukan Cirebon. Talaga setelah penaklukan tersebut secara otomatis menjadi jajahan Cirebon.
Talaga ini sebenarnya kerajaan terakhir dari Trah Pajajaran yang berusaha membangkitkan lagi Pajajaran, setelah Galuh dan Pakuan di tundukan Cirebon dan Banten.
Dalam serbuan itu, Dewi Mandapa berhasil melarikan diri, dalam hatinya berkecamuk dan menyimpan dendam yang sangat besar pada Sunan Gunung Jati dan keturunanya yang telah menjajah Negerinya. "Mati dibayar mati, penjajahan harus dibayar penjajahan”, begitu tekad besarnya.
Baca Juga
Dikisahkan untuk memenuhi keinginanya agar dapat menjajah Negara-Negara yang dibangun oleh keturunan Sunan Gujung Jati (Cirebon-Banten) Dewi Mandapa Bertolak ke Gunung Padang untuk melakukan tapa brata.
Sang Dewi memohon pada Dewanya dengan cara bersemedi dibawah pohon Pucung (Pinang) yang dijalari pohon sirih, pertapaan itu dilakukang di Gunung Padang.
Sang Dewi memohon pada Dewanya dengan cara bersemedi dibawah pohon Pucung (Pinang) yang dijalari pohon sirih, pertapaan itu dilakukang di Gunung Padang.
Tak terasa kemudian, ternyata pertapaan tersebut sudah setahun lamanya, tekad Dewi Mandapa sungguh mengagumkan.
Dalam pertapaan itu, Dewa kemudian membisikan wangsitnya "Hai Dewi Mandapa, apabila ada daun sirih yang jatuh tepat didepanmu, maka bangunlah dari tapamu, kemudian makanlah daun itu, niscaya dengan itu keturunanmu akan membalaskan dendamu pada anak cucunya Sunan Gunung Jati".
Kemudian bahagialah Dewi Mandapa, sebab mendengar janji Dewa yang menyatakan anak keturunannya nanti akan mebalaskan dendam penjajahan pada turunan Sunan Gunung Jati yang sekarang menjajah negerinya.
Tak berapa lama kemudian, dedaunan yang dijanjikan Dewa jatuh tepat didepan sila tapanya, Dewi Mandapa pun kemudian bangun dari tapanya dan selanjutnya memakan dedaunan amanat Dewa tesebut.
Diceritakan kemudian, setelah Dewi Mandapa memakan daun sirih itu, Dewi Mandapa mengandung.
Kelak anak yang lahir dari akibat memakan dedaunan/tanaman (Tanduran) itu lahir dalam jenis perempuan, dan nantinya dinamai, Dewi Tanuran Gagang.
Setelah tiba waktunya maka kemudian lahir seorang bayi perempuan yang cantik rupawan dan diberi nama Dewi Tanuran Gagang.
Kecantikan anak itu bagaikan bintang di malam hari. Setelah menginjak usia dewasa, kecantikan Dewi Tanuran Gagang terdengar oleh Pangeran Jayakarta, yang bernama Raja Lahut.
Dewi Tanuran Gagang lalu diambilnya untuk dijodohkan dengan anaknya yang bernama Pangeran Tlutur (Pangeran Jaketra/Jayakarta).
Aneh tapi ketika digauli Dewi Tanuran Gangang Vagianya menyala-nyala, panas tak dapat digauli. Kecewa Pangeran Jaketra.
Dikisahkan Pangeran Jaketra sering berkunjung ke Carbon bersama putra Sinuhun yang dari Banten yang bernama Pangeran Sebakingkin.
Dewi Tanuran Gangang kemudian diserahkan ke Cirebon.
Dicirebon Dewi Tanuran Gangang dinikahi oleh Pangeran Carbon, namun demikian ketika Pangeran Carbon hendak menggaulinya kembal Vagina sang Dewi selalu mengeluarkan hawa panas, begitulah selalu berulang-ulang sehingga Pangeran Carbon kemudian tidak menghendakinya.
Ketika itu Cirebon dibawah kekuasaan Mataram, dia diharuskan Seba setiap tahun menghadap ke Mataram.
Dicirebon Dewi Tanuran Gangang dinikahi oleh Pangeran Carbon, namun demikian ketika Pangeran Carbon hendak menggaulinya kembal Vagina sang Dewi selalu mengeluarkan hawa panas, begitulah selalu berulang-ulang sehingga Pangeran Carbon kemudian tidak menghendakinya.
Ketika itu Cirebon dibawah kekuasaan Mataram, dia diharuskan Seba setiap tahun menghadap ke Mataram.
Dalam perjalanan itu dia membawa serta Dewi Tanuran Gangang, ketika Sultan Mataram melihatnya maka sang dewipun dimintanya.
Ketika Dewi Tanuran Gangang diserahkan ke Sunan Mataram, Pangeran Carbon pun memperoleh gantinya yaitu puteri yang bernama Ratu Sidapulin.
Selanjutnya dikisahkkan, ketika Sultan Mataram Hendak menggaulinya, yang terjadi sama halnya dengan peristiwa di Jayakarta dan Cirebon, sang Dewi memancarkan hawa panas membara dalam Vaginanya, sehingga kemudian Sultan Mataram berniat untuk membunuhnya.
Namun demikian berdasarkan usulan Sunan Kalijaga, sebaiknya sang dewi di Jual saja ke Pedagang Belanda.
Sang Dewi kemudian ditukar dengan tiga meriam, bernama meriam Sapujagat, yang kemudian digunakan dimataram, dan meriam si Antu yang kemudian di serahkan kepada Cirebon dan meriam si Amuk yang kemudian di serahkan di Jaketra.
Melalui pedagang Belanda kemudian sang Dewi diperjual belikan di Eropa, di Eropa sang Dewi berganti tuan, sebab demikian belum ada satupun yang dapat menyetubuhi sang Dewi.
Sampai suatu ketika, kemudian ada seorang Belanda yang tinggal di Inggris bernama Raja Ngaldiwasa yang kemudian dapat berhasil menyetubuhinya.
Anak cucu Dewi Tanuran Gagang hasil perkawinan dengan Raja Ngaldiwasa inilah yang kemudian menjajah Sundakelapa dan kemudian menjajah kerajaan-kerajaan anak turunanya Sunan Gunung Jati.
Demikianlah kisah mengenai Dewi Mandapa, nenek moyang VOC yang kemudian menjajah pulau jawa.
Kisah tersebut di atas dapat anda temui dalam naskah Mertasinga pada Pupuh LIX 02-20.