Inilah Jawaban Kenapa Masjid Agung Cirebon Tidak Berkubah Kerucut
Masjid tertua di pulau Jawa pada umumnya berkubah, bentuk kubahnya runcing menyerupai nasi tumpeng, atau menyerupai kerucut (segitiga). Hal tersebut tergambar dari peninggalan Masjid Agung tertua dipulau Jawa semisal Masjid Agung Demak (1466 M), dan Masjid Agung Banten (1556 M).
Masjid Agung Demak menurut sejarah pendiriannya dibangun oleh Walisongo pun juga demikian dengan Masjid Agung Cirebon yang dibangun pada tahun 1480 M, yang menjadi ganjalan selanjutnya dalam menanggapi hal tersebut adalah jika keduanya sama-sama di arsiteki oleh orang yang sama, kenapa antara Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak berbeda? Coba anda perhatikan gambar dibawah ini..!
Perbedaan kedua kubah masjid di atas menunjukan bahwa Masjid Agung Demak berkubah kerucut sementara Masjid Agung Cirebon tidak demikian padahal kedua masjid itu menurut sejarahnya diarsiteki oleh orang yang sama. Perlu diperhatikan yang dimaksud Masjid Agung Cirebon pada artikel kali ini adalah Masjid yang dahulu merupakan Masjid Besar Kesultanan Cirebon, Masjid ini mempunyai nama Sang Cipta Rasa.
Setelah melakukan penelusuran sejarah pembangunan Masjid Agung Cirebon atau Masjid Sang Cipta Rasa, dapatlah diketahui bahwa:
Pembangunan masjid ini dikabarkan melibatkan sekitar lima ratus orang yang didatangkan dari Majapahit, Demak, dan Cirebon sendiri. Dalam pembangunannya, Sunan Gunung Jati menunjuk Sunan Kalijaga sebagai arsiteknya.
Selain itu, Sunan Gunung Jati juga memboyong Raden Sepat, arsitek Majapahit yang menjadi tawanan perang Demak-Majapahit, untuk membantu Sunan Kalijaga merancang bangunan masjid tersebut. Pembangunanya terjadi pada tahun 1480 M.
Terjadi kebakaran hebat yang melahap atap bangunan masjid sehingga membakar seluruh atap bangunan termasuk Kubah Masjid Agung Cirebon. Peristiwa tersebut terjadi ketika Cirebon dipimpin Sunan Gunung Jati dan Panembahan Ratu.
Terbakarnya Masjid Agung Cirebon zaman Sunan Gunung Jati dikisahkan dalam beberapa sumber babad, bahkan dalam peristiwa terbakarnya masjid, Istri Sunan Gunung Jati yang bernama Ratu Pakungwati wafat.
Selanjutnya Masjid Agung Cirebon juga pernah terbakar pada zaman Panembahan Ratu menjadi Sultan Cirebon(1568M-1649M). Adapun peristiwa terbakarnya Masjid Agung Cirebon tersebut diperkirakan terjadi pada 1570-1580M.
Selepas kebakaran, Masjid Agung Cirebon kemudian dipugar, pemugaran Masjid Agung Cirebon dalam catatan lain selain dilakukan pada masa Panembahan Ratu 1568M-1649M, juga dilakukan pada 16 Januari 1836 M, jauh setelah Panembahan Ratu wafat.
Berdasarkan penuman catatan sejarah tersebut dapatlah diambil benang merahnya bahwa, Masjid Agung Cirebon adalah bukan bangunan asli yang dibangun oleh Wali Sanga, melainkan bangunan pugaran, khususnya mengenai bangunan Kubahnya.
Kemungkinan besar atap Kubah Masjid agung Cirebon pada mulanya berbentuk krucut, untuk kemudian setelah terbakar diganti dengan bentuk yang baru sebagaimana yang anda lihat sekarang. bentuk kubah yang baru itu dibangun dengan tidak meniru bangunan sebelumnya.
Masjid Agung Demak menurut sejarah pendiriannya dibangun oleh Walisongo pun juga demikian dengan Masjid Agung Cirebon yang dibangun pada tahun 1480 M, yang menjadi ganjalan selanjutnya dalam menanggapi hal tersebut adalah jika keduanya sama-sama di arsiteki oleh orang yang sama, kenapa antara Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak berbeda? Coba anda perhatikan gambar dibawah ini..!
Perbedaan Kubah Masjid Demak dan Cirebon |
Setelah melakukan penelusuran sejarah pembangunan Masjid Agung Cirebon atau Masjid Sang Cipta Rasa, dapatlah diketahui bahwa:
Pembangunan masjid ini dikabarkan melibatkan sekitar lima ratus orang yang didatangkan dari Majapahit, Demak, dan Cirebon sendiri. Dalam pembangunannya, Sunan Gunung Jati menunjuk Sunan Kalijaga sebagai arsiteknya.
Selain itu, Sunan Gunung Jati juga memboyong Raden Sepat, arsitek Majapahit yang menjadi tawanan perang Demak-Majapahit, untuk membantu Sunan Kalijaga merancang bangunan masjid tersebut. Pembangunanya terjadi pada tahun 1480 M.
Terjadi kebakaran hebat yang melahap atap bangunan masjid sehingga membakar seluruh atap bangunan termasuk Kubah Masjid Agung Cirebon. Peristiwa tersebut terjadi ketika Cirebon dipimpin Sunan Gunung Jati dan Panembahan Ratu.
Terbakarnya Masjid Agung Cirebon zaman Sunan Gunung Jati dikisahkan dalam beberapa sumber babad, bahkan dalam peristiwa terbakarnya masjid, Istri Sunan Gunung Jati yang bernama Ratu Pakungwati wafat.
Selanjutnya Masjid Agung Cirebon juga pernah terbakar pada zaman Panembahan Ratu menjadi Sultan Cirebon(1568M-1649M). Adapun peristiwa terbakarnya Masjid Agung Cirebon tersebut diperkirakan terjadi pada 1570-1580M.
Selepas kebakaran, Masjid Agung Cirebon kemudian dipugar, pemugaran Masjid Agung Cirebon dalam catatan lain selain dilakukan pada masa Panembahan Ratu 1568M-1649M, juga dilakukan pada 16 Januari 1836 M, jauh setelah Panembahan Ratu wafat.
Berdasarkan penuman catatan sejarah tersebut dapatlah diambil benang merahnya bahwa, Masjid Agung Cirebon adalah bukan bangunan asli yang dibangun oleh Wali Sanga, melainkan bangunan pugaran, khususnya mengenai bangunan Kubahnya.
Kemungkinan besar atap Kubah Masjid agung Cirebon pada mulanya berbentuk krucut, untuk kemudian setelah terbakar diganti dengan bentuk yang baru sebagaimana yang anda lihat sekarang. bentuk kubah yang baru itu dibangun dengan tidak meniru bangunan sebelumnya.