Toh Brama Dalam Budaya Arab Dan Jawa
Toh Brama dalam budaya Jawa bermaksud tanda lahir yang melekat pada bayi yang baru dilahirkan, toh brama biasanya menempel di bagian-bagian tertentu bayi, seperti di pinggul, punggung, payudara, atau bahkan ada juga yang menempel pada kemaluan.
Toh Brama secara tampilan dapat dibagi dalam dua jenis, ada yang berwarna merah ada juga yang berwarna coklat kehitam-hitaman, namun belakangan yang berwarna coklat kehitam-hitaman kemudian dinamakan dengan tompel sehingga toh brama jenis ini dalam budaya Jawa pada nantinya dikeluarkan dari spesifikasi jenis toh brama itu sendiri meskipun secara modelnya menyerupai.
Toh Brama yang dimiliki bayi semenjak kecil itu akan terus ada sampai bayi itu menjelma menjadi manusia dewasa meskipun dalam kasus lain toh brama juga kadang menghilang dengan sendirinya.
Dalam budaya Jawa, khususnya di Cirebon, toh brama diidentikan dengan kesialan, dalam artian setiap bayi perempuan atau laki-laki yang memiliki toh brama pada bagian tubuhnya khususnya pada bagian kemaluanya akan membawa kesialan pada pasangannya.
Banyak kisah-kisah mitologi (Mitos/Legenda) dipulau Jawa yang menceritakan tentang seorang perempuan yang memiliki toh brama pada area kemaluanya kemudian menyebabkan laki-laki yang menyetubuhinya mati dalam kesialan. Jadi inget kisah dewi tanuran ganggang, anak Dewi Mandapa Ratu Kerjaan Sunda Talaga yang kemungkinan seperti itu juga.
Berdasarkan kisah-kisah mitologi tersebut itulah masyarakat yang mendiami pulau Jawa pada umumnya akan melakukan upacara ruatan atau upacara mengusir kesialan bagi keluarga yang memiliki bayi yang di identifikasi memiliki toh brama.
Jika di Jawa toh Brama dianggap sebagai tanda kesialan, maka tidak demikian dengan budaya Arab, yang dimaksud dengan budaya Arab dalam bahasan kali ini adalah Islam, meskipun budaya Arab juga pada dasarnya tidak bisa semuanya diidentikan dengan Islam.
Toh Brama dalam budaya Arab disebut Khatam, yang mana tanda kelahiran tersebut dipercaya merupakan tanda kebaikan, atau keberuntungan, dengan demikian dapatlah dinyatakan bahwa siapapun yang memiliki khatam maka baginya mempunyai tanda-tanda keistimewaan.
Dalam Islam sendiri makna khtam secara khusus bermaksud tanda-tanda kenabian yang melekat pada Nabi Muhamad SAW. Namun jika ditinjau dari tampilan khatam yang melekat pada tubuh Nabi Muhamad SAW sebagaimana yang dipaparkan dalam hadist-hadist sohih maupun penjelasan para sahabat maupun ulama jelas Khatam yang melekat pada Nabi tersebut pada dasarnya adalah Toh Brama.
Toh Brama secara tampilan dapat dibagi dalam dua jenis, ada yang berwarna merah ada juga yang berwarna coklat kehitam-hitaman, namun belakangan yang berwarna coklat kehitam-hitaman kemudian dinamakan dengan tompel sehingga toh brama jenis ini dalam budaya Jawa pada nantinya dikeluarkan dari spesifikasi jenis toh brama itu sendiri meskipun secara modelnya menyerupai.
Toh Brama yang dimiliki bayi semenjak kecil itu akan terus ada sampai bayi itu menjelma menjadi manusia dewasa meskipun dalam kasus lain toh brama juga kadang menghilang dengan sendirinya.
Dalam budaya Jawa, khususnya di Cirebon, toh brama diidentikan dengan kesialan, dalam artian setiap bayi perempuan atau laki-laki yang memiliki toh brama pada bagian tubuhnya khususnya pada bagian kemaluanya akan membawa kesialan pada pasangannya.
Banyak kisah-kisah mitologi (Mitos/Legenda) dipulau Jawa yang menceritakan tentang seorang perempuan yang memiliki toh brama pada area kemaluanya kemudian menyebabkan laki-laki yang menyetubuhinya mati dalam kesialan. Jadi inget kisah dewi tanuran ganggang, anak Dewi Mandapa Ratu Kerjaan Sunda Talaga yang kemungkinan seperti itu juga.
Berdasarkan kisah-kisah mitologi tersebut itulah masyarakat yang mendiami pulau Jawa pada umumnya akan melakukan upacara ruatan atau upacara mengusir kesialan bagi keluarga yang memiliki bayi yang di identifikasi memiliki toh brama.
Jika di Jawa toh Brama dianggap sebagai tanda kesialan, maka tidak demikian dengan budaya Arab, yang dimaksud dengan budaya Arab dalam bahasan kali ini adalah Islam, meskipun budaya Arab juga pada dasarnya tidak bisa semuanya diidentikan dengan Islam.
Toh Brama dalam budaya Arab disebut Khatam, yang mana tanda kelahiran tersebut dipercaya merupakan tanda kebaikan, atau keberuntungan, dengan demikian dapatlah dinyatakan bahwa siapapun yang memiliki khatam maka baginya mempunyai tanda-tanda keistimewaan.
Dalam Islam sendiri makna khtam secara khusus bermaksud tanda-tanda kenabian yang melekat pada Nabi Muhamad SAW. Namun jika ditinjau dari tampilan khatam yang melekat pada tubuh Nabi Muhamad SAW sebagaimana yang dipaparkan dalam hadist-hadist sohih maupun penjelasan para sahabat maupun ulama jelas Khatam yang melekat pada Nabi tersebut pada dasarnya adalah Toh Brama.
Demikian bukti-bukti persamaan Toh Brama dengan Khatam sebagaimana yang terdapat dalam penjelasan Ulama dan hadist-hadist yang membahas mengenai Khtam;
Artinya: Abdullah bin Sarjis Ra. berkata: “Saya pernah melihat dan makan roti serta daging (atau dia berkata bubur daging) bersama Rasulullah Saw.” Perawi berkata: “Saya bertanya kepada Abdullah bin Sarjis: “Apakah Nabi Muhammad memohonkan ampun untukmu?” Kemudian Abdullah bin Sarjis menjawab: “Ya, dan untuk kamu juga.” Lalu dia membaca ayat: “Mohonkanlah ampunan (hai Muhammad) atas dosamu dan dosa orang mukmin laki-laki dan perempuan.” (QS. Muhammad ayat 19). Kemudian Abdullah bin Sarjis berkata: “Lalu saya berputar ke belakang Rasulullah dan saya melihat tanda kenabian di antara dua pundak beliau, yaitu dekat punuk pundak kirinya. Pada tanda kenabian itu ada tahi lalat sebesar kutil.” (HR. Muslim hadits no. 2346).
Imam al-Qurthubi Ra. berkata: “Dalam hadits-hadits yang shahih menyatakan bahwa Khatam an-Nubuwwah adalah gumpalan daging berwarna merah terletak dekat dengan bahu sebelah kiri. Ketika Rasulullah Saw. masih kecil, Khatam an-Nubuwwah tersebut sebesar telur burung merpati dan kemudian membesar sekira segenggam tangan.” (Imam al-Munawi dalam Faidh al-Qadir).
Sementara itu pengertian Khatam dalam Syarh al-Barzanji dikatakan: “Ia (Khatam an-Nubuwwah) adalah daging atau lemak yang hitam (nampak timbul) bercampur kekuningan (seperti urat), lalu sekelilingnya itu ada bulu-bulu rambut yang beriring-iringan seperti bulu kuda (yang halus).
Berdasarkan penjelasan mengenai Khtam yang melekat pada tubuh Nabi Muhamad SAW itu dapatlah dipastikan bahwa Khtam dilihat dari wujud fisiknya merupakan toh brama yang dikenal dalam budaya Jawa. Meningat bentuknya sama percis dengan toh brama (baik yang berwarna merah maupun yang berwarna coklat kehitam-hitaman).
حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ يَعْنِي ابْنَ زَيْدٍ و حَدَّثَنِي سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْهِرٍ كِلاَهُمَا عَنْ عَاصِمٍ اْلأَحْوَلِ و حَدَّثَنِي حَامِدُ بْنُ عُمَرَ الْبَكْرَاوِيُّ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ يَعْنِي ابْنَ زِيَادٍ حَدَّثَنَا عَاصِمٌ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَرْجِسَ قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَكَلْتُ مَعَهُ خُبْزًا وَلَحْمًا أَوْ قَالَ ثَرِيدًا قَالَ فَقُلْتُ لَهُ أَسْتَغْفَرَ لَكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: نَعَمْ وَلَكَ ثُمَّ تَلاَ هَذِهِ الْآيَةَ {وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ} قَالَ ثُمَّ دُرْتُ خَلْفَهُ فَنَظَرْتُ إِلَى خَاتَمِ النُّبُوَّةِ بَيْنَ كَتِفَيْهِ عِنْدَ نَاغِضِ كَتِفِهِ الْيُسْرَى جُمْعًا عَلَيْهِ خِيلاَنٌ كَأَمْثَالِ الثَّآلِيلِ
Artinya: Abdullah bin Sarjis Ra. berkata: “Saya pernah melihat dan makan roti serta daging (atau dia berkata bubur daging) bersama Rasulullah Saw.” Perawi berkata: “Saya bertanya kepada Abdullah bin Sarjis: “Apakah Nabi Muhammad memohonkan ampun untukmu?” Kemudian Abdullah bin Sarjis menjawab: “Ya, dan untuk kamu juga.” Lalu dia membaca ayat: “Mohonkanlah ampunan (hai Muhammad) atas dosamu dan dosa orang mukmin laki-laki dan perempuan.” (QS. Muhammad ayat 19). Kemudian Abdullah bin Sarjis berkata: “Lalu saya berputar ke belakang Rasulullah dan saya melihat tanda kenabian di antara dua pundak beliau, yaitu dekat punuk pundak kirinya. Pada tanda kenabian itu ada tahi lalat sebesar kutil.” (HR. Muslim hadits no. 2346).
Imam al-Qurthubi Ra. berkata: “Dalam hadits-hadits yang shahih menyatakan bahwa Khatam an-Nubuwwah adalah gumpalan daging berwarna merah terletak dekat dengan bahu sebelah kiri. Ketika Rasulullah Saw. masih kecil, Khatam an-Nubuwwah tersebut sebesar telur burung merpati dan kemudian membesar sekira segenggam tangan.” (Imam al-Munawi dalam Faidh al-Qadir).
Sementara itu pengertian Khatam dalam Syarh al-Barzanji dikatakan: “Ia (Khatam an-Nubuwwah) adalah daging atau lemak yang hitam (nampak timbul) bercampur kekuningan (seperti urat), lalu sekelilingnya itu ada bulu-bulu rambut yang beriring-iringan seperti bulu kuda (yang halus).
Berdasarkan penjelasan mengenai Khtam yang melekat pada tubuh Nabi Muhamad SAW itu dapatlah dipastikan bahwa Khtam dilihat dari wujud fisiknya merupakan toh brama yang dikenal dalam budaya Jawa. Meningat bentuknya sama percis dengan toh brama (baik yang berwarna merah maupun yang berwarna coklat kehitam-hitaman).