Sejarah Kemunculan Berhala-Berhala Di Ka'bah
Tercatat dalam sejarah, bahwa ketika Islam menguasai Ka'bah, setidak-tidaknya terdapat 300 berhala[1] sesembahan orang-orang Arab yang dimusnahkan baik yang berukuran besar maupun kecil, baik yang ada dalam ruangan Ka'bah maupun diluar Ka'bah.
Berhala-berhala tersebut tentu belum termasuk berhala-berhala yang ada dalam rumah-rumah penduduk di Mekah tentunya.
Keberaadaan Berhala yang diletakan didalam Ka'bah sebagai sesembahan Bangsa Arab pada Abad ke 7 masehi tentu bukan datang tiba-tiba, ada asal-muasalnya, sebab sebagaimana diketahui bahwa Ka'bah dari awal mula pendiriannya adalah tempat yang diperuntukan sebagai tempat Ibadah menyembah Allah. Bukan tempat penampungan Berhala apalagi tempat penyembahan berhala.
Untuk membahas mengenai asal-muasal dari keberadaan berhala-berhala yang disembah orang-orang Arab yang diletakan didalam Ka'bah ini tentunya perlu pemaparan mendalam sehingga nantinya pembaca diharapkan memahaminya secara utuh mengenai kenapa terdapat banyak berhala didalam Ka'bah.
Ka'bah dalam kepercayaan umat Islam merupakan Bayt Allah atau Masjid, dibangun pada masa Ismail As. Beliau merupakan anak dari Ibrahim As dan Siti Hajar Ra.
Meskipun dari bayi Ismail telah berpisah dengan bapaknya, akan tetapi Ismail mewarisi agama bapaknya yang diperoleh dari Ibunya, Siti Hajarlah yang memberikan pengetahuan ajaran Ketauhidan kepada Ismail As.
Ketika lembah Baka, atau yang kemudian disebut Mekah itu sudah ramai dihuni orang, Ismail tampil sebagai semacam kepala Desa, beliau adalah orang yang dituruti, dan dianuti oleh penduduk Mekah termasuk soal kepercayaan, penduduk yang ikut mendiami Mekah mereka menyembah Allah tuhan yang disembah Ismail dan Bapak Ibunya.
Meskipun Ibrahim tinggal di Palestina, dan Ismail tinggal di Mekah, bukan berarti keduanya tidak pernah bertemu, sebab dalam sejarah Islam dinyatakan Ibrahim diceritakan pernah beberapa kali mengunjungi anak dan Istrinya di Mekah.
Hal tersebut memang wajar, sebab sebagai seorang laki-laki bertanggung jawab tentunya Ibrahim mempunyai rasa tanggung jawab setidak-tidaknya untuk sekedar menengok anak dan Istrinya yang diasingkan itu.
Pada waktu Ibrahim menengok anaknya inilah, sejarah pembangunan Ka'bah dimulai. Setelah senang mendapati penduduk Mekah menyembah Allah, maka untuk kemudian Ibrahim bersama-sama anaknya Ismail membangun Ka'bah, pada mulanya Ka'bah dibangun dengan tinggi beberapa meter seja dengan tanpa atap, didalalam ruangan Ka'bah inilah orang-orang Mekah kemudian melakukan Ibadah menyembah Allah.
Karena daya tampung Ka'bah yang tidak mungkin memuat seluruh penduduk Mekah untuk beribadah didalamnya, maka untuk kemudian peribadatan dilakukan diluar Ka'bah, sementara orang-orang yang melakukan Ibadah didalam Ka'bah secara khusus nantinya dibatasi, hanya para Imam atau Keturunan Ismail yang berwenang saja yang boleh beribadah langsung dalam ruangan Ka'bah.
Pada perkembangan selanjutnya, yaitu pada waktu setelah Ismail wafat, kendali Ka'bah masih dipegang oleh keturunan Ismail dan masih berfungsi sebagai tempat peribadatan menyembah Allah.
Setelah orang-orang Mekah menyebar ke seluruh kota-kota sekitar, atau membangun kota-kota baru disekitaran Zazirah Arab, mereka rupanya tidak sama sekali lupa dengan nenek moyangnya (Ismail), dan dari mana mereka berasal.
Orang-orang Arab Mekah yang hidup diluaran Mekah maupun yang hidup di Mekah kemudian pada nantinya bersatu untuk membuat Iven tahunan yang kemudian disebut Haji itu.
Iven ini diselelenggarakan setiap tahun dengan tujuan awal menapak tilas perjalanan nenek moyang mereka dalam membangun Mekah dan Ka'bahnya.
Maka tidaklah mengherankan jika dalam ritual Haji ternyata, ritual-ritual yang dilakuan sebagiannya menirukan kegiatan bagaimana Hajar dan Ismail sampai ke Mekah, dari mulai memperaktekan berlari-lari kecilnya Hajar pada saat mencari air untuk anaknya, sampai pada kegiatan mengelilingi Ka'bah percis yang dilakukan Ibrahim dan Ismail setelah selesai membuat Ka'bah, keduanya mengelilinginya. Atu juga menirukan peristiwa Penyembelihan Ismail (Qurban) yang diganti dengan Domba itu.
Haji sendiri secara makna bermaksud "Berkunjung" karena memang pada awalnya orang-orang Arab dari seluruh Zazirah Arab pada Iven ini mengunjungi tempat nenek moyangnya di Mekah sebagai bentuk bakti dan napak tilas. Selain itu juga tentunya untuk mengikat kembali persaudaraan yang telah lama renggang akibat kebanyakan mereka hidup diluar Kota yang dibangun nenek moyangnya (Ismail).
Haji dalam Budaya Arab ini, sangat mirip dengan tradisi Unjungan Buyut yang masih berlaku hingga kini di desa-desa yang berada di Pulau Jawa, salah satunya di Wilayah Indramayu-Cirebon.
Setelah ribuan tahun kewafatan Ismail, tepatnya pada awal abad ke 7, kemurnian penyembahan kepada Allah di Mekah mulai goyah, penyembahan terhadap Allah kemudian diselipi perantara-perantara berhala, pada masa ini berhala dianggap perantara menuju Allah, mesakipun pada praktiknya disembah.
Seorang yang beranggung jawab mengenai praktik penggunaan berhala sebagai sebagai perantara menuju Allah ini adalah Amir bin Luhay beliau adalah pimpinan Bani Khuza'ah, dia tumbuh sebagai orang yang dikenal sebagai orang bijak, mengeluarkan sedekah dan perhatian terhadap urusan-urusan Agama, sehingga semua orang Mekah mencintainya dan menangapnya sebagai pemuka Agama yang kharismatik.
Dikisahkan ketika Amir bin Luhay mengadakan perjalanan ke Syam di sana ia melihat penduduknya yang makmur itu adalah penyembah berhala, ia berfikiran penyembahan model tersebut adalah sesuatu hal yang benar, sebab menurutnya Syam adalah tempat para Rasul dan Kitab.
Beliau pulang dari Syam sembari membawa berhala Hubal dan kemudian meletakanya di dalan Ka'bah, setelah itu ia mengajak penduduk Mekah untuk membuat Perantara dalam menyembah Allah, penduduk Mekahpun menurut. Sementara orang-orang Arab luar Mekah kemudian menurutinya, sebab baginya orang-orang Mekah adalah sebagai pengawas Ka'bah dan tanah suci[2].
Setelah peristiwa di atas itulah kemudian berangsur-angsur ajaran Ismail hilang sedikit demi sedikit, digantikan dengan ajaran pagan, berhalapun kemudian makin banyak dan mempunyai nama-nama sendiri, seperti Manat, Uzza, Wud, Suwa' Yagust dll.
Meskipun demikian ada juga orang-orang Mekah yang masih mempertahankan agama Asli Ismail, salah satunya adalah Keluarga Nabi Muhammad SAW.
Jaman kejahiliyahan bangsa Arab yang ditandai dengan dari semula yang menyembah Allah menjadi penyembah berhala itu kemudian dikembalikan lagi kedalam penyembahan Allah setelah Islam menguasai Mekah dan seluruh Zazirah Arab tepatnya pada tahun 10 Hijriyah.
Daftar Pustaka:
[1] Syaifurahman, Al-Mubarakfury. Sirrah Nabawiyah. 2008. Hlm 21
[2] Wahab, Abdul. Muktasar Sirah Arrasul. Hlm 12. Dalam Syaifurahman