Murka Atas Runtuhnya Demak, Cirebon Mencoba Menyerang Pajang
Dalam sejarah disebutkan bahwa Kerajaan Islam Pajang diproklamirkan sebagai penerus Demak pada tahun 1568 Masehi. Yaitu dimana pada tahun ini Jaka Tingkir (Hadiwijaya) dan para Adipati di Jawa (Jawa Timur- JawaTengah) dan Madura dipertemukan di Giri Kedaton oleh Sunan Prapen. Dalam kesempatan itu, para adipati sepakat mengakui kedaulatan Pajang di atas negeri-negeri Jawa dan Madura menggantikan kekusaan Demak.
Sebelum tahun 1568, Demak yang kala itu telah berpindah Ibukota di Jipang terlibat peperangan dengan Pajang, keduanya saling serang dan hantam, sampai kemudian pada tahun 1568 Hadiwijaya berhasil menundukan segala upaya Demak-Jipang untuk bertahan sebagai penguasa di Pulau Jawa. Terbukti dengan pengakuan dari para Bupati Jawa dan Madura terhadap eksistensi Pajang sebagai penerus Kerajaan Demak.
Banyaknya para Adipati yang mendukung Pajang untuk menggantikan Jipang dilatar belakangi oleh kebencian para Adipati Jawa dan Madura kepada Arya Penangsang, mereka mengangap kelakuan Arya Penangsang merebut tahta Demak dari Sunan Prawoto dan untuk kemudian memindahkan pusat kekuasaan ke Jipang merupakan tindakan Ilegal, dan jelas saja tindakan tersebut tidak disukai oleh para Adipati bawahan Demak.
Pada Tahun 1568 awal, Kerajaan Cirebon sebenarnya masih diperintah oleh Sunan Gunung Jati, meskipun pada prakteknya roda pemerintahan diserahkan kepada menantunya Fatahillah, Pada masa ini rupanya salah satu Panglima Perang Cirebon tidak menyukai tindakan Pajang yang meruntukan Kerajaan Demak. Oleh sebab itulah Panglima Perang Kerajaan Cirebon, yang kala itu dijabat oleh Arya Kuningan meminta ijin kepada Sunan Gunung Jati untuk menyerang Pajang.
Kisah percobaan penyerangan Cirebon ke Pajang ini terekam dalam Naskah Mertasinga Pupuh XLV.15-XLV1.04. Dalam pupuh ini, dikisahkan mengenai perimintaan Arya Kuningan untuk menyerang Pajang. Adapun ringkasan mengenai peristiwa itu adalah sebagai berikut:
Pada suatu hari, Arya Kuningan menghadap Sinuhun Jati “Hamba memohon izin untuk menyerbu negara Pajang, hamba fikir, sebaiknya kita jangan kepalang tanggung” Mendengar perkataan itu berkata Sinuhun Aulia “Aduh engkau ini, Arya Kuningan, apa yang kau maksud dan apa yang kau andalkan sehingga begitu beraninya akan memerangi Negara Pajang?”.
Segera Arya Kuningan Mengambil gabah yang telah disirami minyak bertuahnya dan kemudian disebarkannya ke lapangan. Gabah itu pun berubah menjadi bala tentara dan memenuhi lapangan. Lengkap dengan persenjataannya. Melihat itu Sunan Gunung Jati tersenyum dan berkata “Jadi itulah rupanya yang kau andalkan..?” Jangan lah engkau mengandalkan hal-hal yang seperti itu, karena disana banyak wali. Pasti Prajurit ciptaanmu itu akan lebur kembali, lihatlah apa yang ku lakukan".
Begitulah Sinuhun Jati kemudian membaca doa tolak bala hingga ayat “Wal-Munkar”. Selesai membaca doa, tiba-tiba bala tentara ciptaan Arya Kuningan itu kemudian kembali menjadi Gabah. Melihat hal seperti itu Arya Kuningan luluh hatinya, sekaligus terkejut. Ia kemudian bertobat dan menuruti nasihat Sunan Gunung Jati agar jangan menyerang Pajang.
Dari urian kisah di atas dapatlah kemudian dipahami bahwa rupanya pernah terjadi Percobaan Cirebon untuk melakukan penyerangan Ke Pajang, percobaan itu digagas oleh Arya Kuningan. Tapi rupanya percobaan itu tidak disetujui oleh Sunan Gunung Jati.
Hubungan Cirebon dan Pajang kemudian membaik setelah Hadiwijaya selaku Raja Ke I Kerajaan Pajang menjodohkan Puterinya dengan Pangeran Agung, cicit Sunan Gunung Jati, kelak dikemudian hari Pangeran Agung ini kemudian menjadi Sultan Cirebon ke II, menggantikan buyutnya Sunan Gunung Jati.