Kisah Ki Gede Plumbon Yang Gagal Nyantri
Ki Gede Plumbon merupakan salah satu santri Sunan Gunung Jati terkenal, sebab kisahnya diabadikan dalam beberapa naskah klasik Cirebon, beliau juga dikenal karena nantinya diberi kekuasaan di Plumbon, dilihat dari wataknya Ki Gede Plumbon termasuk santri yang berpikiran realistis, dan menyukai hal-hal yang pasti-pasti saja. Tapi karena sikap dan wataknya yang seperti itu, ia kemudian gagal nyantri. Beliau melarikan diri dari pesantren meninggalkan teman-teman seperguruannya.
Kisah mengenai gagal nyantrinya Ki Gede Plumbon ini dikisahkan dalam naskah Mertasinga Pupuh 39-01-39-10. Dalam naskah ini dijelaskan bahwa, meskipun Ki Gede Plumbon telah lama berada di Gunung Sembung untuk berguru kepada Sunan Gunung Jati, akan tetapi ia hanya mendpatkan pelajaran membaca dua kalimat Syahadat saja.
Pada awalnya Ki Gede Plumbon menerima pelajaran membaca dua kalimat Syahadat itu dengan suka cita, akan tetapi setelah hari berganti hari, minggu berganti minggu bahkan memasuki bulan, rupanya pelajaran yang diajarkan oleh Sunan Gunung Jati kepada Ki Gede Pelumbon hanya 2 Kalimat Syahadat saja. Terang saja pengajaran model demikian bagi orang yang berfikiran realistis seperti Ki Gede Plumbon membuatnya kecewa.
Dan dalam rasa kekecewaanya itulah, ia berperasangka bahwa Sunan Gunung Jati sesungguhnya bukan seorang Wali yang layak dijadikan sebagai guru, sebab Sunan Gunung Jati dianggap tidak mempunyai ilmu yang cukup untuk diajarkan kepada muridnya. Lagipula Ki Gede Pelumbon merasa bahwa jangankan membaca dua klimat Syahadat, membaca doa-doa yang panjang pun beliau sanggup.
Merasa sudah tidak cocok dengan pengajaran yang diberikan Sunan Gunung Jati padanya, Ki Gede Plumbon kemudian berpamitan pulang, dan meilih untuk tidak lagi berlajar agama di Gunung Sembung. Tapi ketika beliau ditengah perjalanan ia berpapasan dengan Ki Gede Kemuning.
Setelah saling menyapa Ki Gede Plumbon kemudian bertanya pada Ki Gede Kemuning yang waktu itu mambawa serta anaknya Arya Salingsing, “ Saudaraku hendak kemanakah perginya tuan?” yang ditanya kemudian menjawab “Kami bermaksud pergi ke Cirebon, sebab Kabarnya disana ada wali Allah, kami hendak berguru padanya".
Mendengar jawaban itu, Ki Gede Plumbon kemudian berkata “Kalau kalian hendak berguru, bergurulah pada yang lain, sebab wali Cirebon itu hanya mengajarkan kalimat Syahadat saja. Telah berbulan-bulan ku tunggu masih itu saja yang diajarkan, hanya dua kalimat itu saja. Karena tak ada pelajaran lainnya aku mohon pamit”.
Mendengar arahan dari Ki Gede Plumbon, Ki Gede Kemuning kemudian berkata “Biarlah, yang kuinginkan hanyalah agar dapat menerima kalimat Syahadat dengan baik” dan setelah itu Ki Gede Kemuning pun kemudian pergi bersama anaknya melanjutkan perjalanan.
Setelah lamanya waktu belajar di Gunung Sembung, Ki Gede Kemuning kemudian mohon diri kepada Sunan Gunung Jati untuk pulang ke tanah kelahirannya, sebab beliau merasa pengajaran yang diberikan Sunan Gunung Jati kepadanya telah dapat diserap oleh sanubarinya.
Bersama anakanya Arya Salingsing, Ki Gede Kuningan kemudian bertolak menuju kampung halamanya, tapi rupanya dalam perjalanan keduanya kembali bertemu dengan Ki Gede Plumbon, merekapun kemudian saling menyapa dan sejenak bercakap-cakap dalam tengah perjalanan.
Tapi, rupanya takdir berkata lain, dalam suasana temu sahabat lama itu, rupanya Ki Gede Kemuning tiba-tiba ambruk ke tanah, beliau wafat seketika. Yang menjadi aneh, tiba-tiba jasad Ki Gede Kemuning menggelembung, membengkak sebesar Bedug.
Ki Gede Plumbon kemudian berkata kepada Arya Salingsing “Apa kataku juga, aku telah melarang kalian untuk pergi berguru kepada Sunan Gunung Jati, tapi bapakmu ini amat keras adatnya, tidak mau menurut apa kataku” dalam kondisi masih kaget, Arya Salingsing tidak mengucapkan sepatah katapun.
Tidak lama kemudian, Jenazah yang dulunya membengkak itu kemudian kembali menyusut seperti semula, tampak jasad itu bercahaya, menakjubkan yang melihatnya. Dan tak lama kemudian jasad itu menjadi kecil, dan terus-tursan menjadi kecil hingga menyerupai kuncup bunga melati. Jenazah itu harum baunya.
Ki Gede Plumbon pun kemudian merasa takjub, dan heiran, ia pun kemudian menayakan keapda Arya Salingsing tentang ilmu apa yang diajarkan oleh Wali, sehingga bapaknya wafat dalam keadaan Indah. Arya Salingsing kemudian menjawab “Sesungguhnya selama berbulan-bulan di Gunung Sembung, kami hanya diajarkan 2 Kalimat Syahadat”.
Mendapati jawaban tersebut, Ki Gede Plumbon menangis, ia telah berperasangka buruk pada Wali, iapun kemudian bertolak ke Gunung Sembung untuk bertaubat dan kembali berguru kepada Sunan Gunung Jati untuk mendapatkan ilmu yang sejati.
Kisah mengenai gagal nyantrinya Ki Gede Plumbon ini dikisahkan dalam naskah Mertasinga Pupuh 39-01-39-10. Dalam naskah ini dijelaskan bahwa, meskipun Ki Gede Plumbon telah lama berada di Gunung Sembung untuk berguru kepada Sunan Gunung Jati, akan tetapi ia hanya mendpatkan pelajaran membaca dua kalimat Syahadat saja.
Pada awalnya Ki Gede Plumbon menerima pelajaran membaca dua kalimat Syahadat itu dengan suka cita, akan tetapi setelah hari berganti hari, minggu berganti minggu bahkan memasuki bulan, rupanya pelajaran yang diajarkan oleh Sunan Gunung Jati kepada Ki Gede Pelumbon hanya 2 Kalimat Syahadat saja. Terang saja pengajaran model demikian bagi orang yang berfikiran realistis seperti Ki Gede Plumbon membuatnya kecewa.
Dan dalam rasa kekecewaanya itulah, ia berperasangka bahwa Sunan Gunung Jati sesungguhnya bukan seorang Wali yang layak dijadikan sebagai guru, sebab Sunan Gunung Jati dianggap tidak mempunyai ilmu yang cukup untuk diajarkan kepada muridnya. Lagipula Ki Gede Pelumbon merasa bahwa jangankan membaca dua klimat Syahadat, membaca doa-doa yang panjang pun beliau sanggup.
Merasa sudah tidak cocok dengan pengajaran yang diberikan Sunan Gunung Jati padanya, Ki Gede Plumbon kemudian berpamitan pulang, dan meilih untuk tidak lagi berlajar agama di Gunung Sembung. Tapi ketika beliau ditengah perjalanan ia berpapasan dengan Ki Gede Kemuning.
Setelah saling menyapa Ki Gede Plumbon kemudian bertanya pada Ki Gede Kemuning yang waktu itu mambawa serta anaknya Arya Salingsing, “ Saudaraku hendak kemanakah perginya tuan?” yang ditanya kemudian menjawab “Kami bermaksud pergi ke Cirebon, sebab Kabarnya disana ada wali Allah, kami hendak berguru padanya".
Mendengar jawaban itu, Ki Gede Plumbon kemudian berkata “Kalau kalian hendak berguru, bergurulah pada yang lain, sebab wali Cirebon itu hanya mengajarkan kalimat Syahadat saja. Telah berbulan-bulan ku tunggu masih itu saja yang diajarkan, hanya dua kalimat itu saja. Karena tak ada pelajaran lainnya aku mohon pamit”.
Mendengar arahan dari Ki Gede Plumbon, Ki Gede Kemuning kemudian berkata “Biarlah, yang kuinginkan hanyalah agar dapat menerima kalimat Syahadat dengan baik” dan setelah itu Ki Gede Kemuning pun kemudian pergi bersama anaknya melanjutkan perjalanan.
Setelah lamanya waktu belajar di Gunung Sembung, Ki Gede Kemuning kemudian mohon diri kepada Sunan Gunung Jati untuk pulang ke tanah kelahirannya, sebab beliau merasa pengajaran yang diberikan Sunan Gunung Jati kepadanya telah dapat diserap oleh sanubarinya.
Bersama anakanya Arya Salingsing, Ki Gede Kuningan kemudian bertolak menuju kampung halamanya, tapi rupanya dalam perjalanan keduanya kembali bertemu dengan Ki Gede Plumbon, merekapun kemudian saling menyapa dan sejenak bercakap-cakap dalam tengah perjalanan.
Tapi, rupanya takdir berkata lain, dalam suasana temu sahabat lama itu, rupanya Ki Gede Kemuning tiba-tiba ambruk ke tanah, beliau wafat seketika. Yang menjadi aneh, tiba-tiba jasad Ki Gede Kemuning menggelembung, membengkak sebesar Bedug.
Ki Gede Plumbon kemudian berkata kepada Arya Salingsing “Apa kataku juga, aku telah melarang kalian untuk pergi berguru kepada Sunan Gunung Jati, tapi bapakmu ini amat keras adatnya, tidak mau menurut apa kataku” dalam kondisi masih kaget, Arya Salingsing tidak mengucapkan sepatah katapun.
Tidak lama kemudian, Jenazah yang dulunya membengkak itu kemudian kembali menyusut seperti semula, tampak jasad itu bercahaya, menakjubkan yang melihatnya. Dan tak lama kemudian jasad itu menjadi kecil, dan terus-tursan menjadi kecil hingga menyerupai kuncup bunga melati. Jenazah itu harum baunya.
Ki Gede Plumbon pun kemudian merasa takjub, dan heiran, ia pun kemudian menayakan keapda Arya Salingsing tentang ilmu apa yang diajarkan oleh Wali, sehingga bapaknya wafat dalam keadaan Indah. Arya Salingsing kemudian menjawab “Sesungguhnya selama berbulan-bulan di Gunung Sembung, kami hanya diajarkan 2 Kalimat Syahadat”.
Mendapati jawaban tersebut, Ki Gede Plumbon menangis, ia telah berperasangka buruk pada Wali, iapun kemudian bertolak ke Gunung Sembung untuk bertaubat dan kembali berguru kepada Sunan Gunung Jati untuk mendapatkan ilmu yang sejati.
Posting Komentar untuk "Kisah Ki Gede Plumbon Yang Gagal Nyantri"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.