Martawijaya Dan Kertawijaya, Calon Raja Cirebon Yang Di Sekap Raja Mataram
Amangkurat memang kelewatan, selain membunuh Raja Cirebon dengan cara diguna-guna, ia juga menyekap dua puteranya yang kala itu masih kecil, keduanya disandera dan tak boleh meninggalkan Mataram, tujuannya agar Kerajaan Cirebon putus waris dan bubar. Kedua pangeran yang disekap itu bernama Martawijaya dan Kertawijaya[1].
Tapi takdir memang unik, kelak kedua Pangeran itu berhasil meloloskan diri dari sekapan, dalam masa-masa meloloskan diri keduanya pernah menjadi gembel, klontang-klantung di Kediri hingga kemudian ditemukan oleh Intelejen Banten yang sengaja diutus Sultannya untuk menyelamatkan kedua pangeran.
Kisah penyekapan pangeran Martawijaya Dan Kertawijaya yang kelak menjadi Raja Kasepuhan dan Kanoman pertama itu bermula dari ambisi Amangkurat yang ingin menguasai Cirebon. Pada mulanya Amangkurat mengirimkan puterinya untuk dinikahi Sultan Cirebon, ia berharap Cirebon mau menjadi mitra atau bawahannya tanpa adanya peperangan.
Tapi rupanya prediksi Amangkurat itu salah, Cirebon tetap dengan pendiriannya tidak mau menjadi bawahan kerajaan manapun, termasuk bawahan kerajaan mertuanya sendiri. Inilah yang kemudian membuat murka Raja Mataram. Ia merasa di pecundangi Cirebon, selain itu Amangkurat juga merasa terhina oleh Cirebon, sebab Cirebon kedapatan melindungi para pelarian dari Mataram, disamping itu karena Cirebon dicurigai sebaga pendukung Banten, terbukti dari serangan Mataram yang meminjam bendera Cirebon bocor ditelinga orang Banten, hingga menyebabkan mataram kalah telak.
Rasa Kesal dan emosi Amangkurat terhadap Cirebon sudah tidak dapat dibendung lagi, ia akhirnya menyewa seorang VOC Belanda untuk menipu Sultan Cirebon, bagaimanapun caranya yang penting orang Belanda itu dapat menghadirikan Raja Cirebon dan Putera mahkotanya dihadapan Amangkurat[2].
Dengan kepintarannya orang Belanda itu kemudian berhasil membujuk dan membawa Raja Cirebon beserta putera mahkota ke Mataram. Dan benar saja, sampai di Mataram keluarga kerjaan itu kemudian ditahan. Tidak lama kemudian Raja Cirebon wafat, sementara dua anaknya yang waktu itu masih kecil disekap tak boleh kembali ke Cirebon.
Peristiwa penahanan Raja dan Putera Mahkota Cirebon oleh Amangkurat itu membuat marah Cirebon dan Banten, diam-diam orang-orang Cirebon dan Banten kemudian mendanai pemberontakan Trunojoyo yang kala itu sedang berkecamuk di Wilayah Mataram, dan benar saja, Pemberontakan Trunojoyo yang didukung oleh orang-orang yang merasa sakit hati terhadap Amangkurat itu kemudian berhasil menggulingkan Amangkurat dari tahta. Istana Mataram dapat direbut Pemberontak sementara Amangkurat kemudian tewas dalam pelarian[3].
Pangeran Martawijaya Dan Kertawijaya lolos dari sekapan, pada masa Mataram mendapat serbuan tentara Trunojoyo, keduanya kemudian ikut serta hijrah ke Kediri bersama tentara pemberontak, karena memang Pusat atau Ibukota para pemberontak yang dipimpin Trunojoyo itu berada di Kediri.
Pangeran Kertawijaya dan Mertawijaya ditemukan oleh Intelejen Banten di Kediri, dan untuk kemudian keduanya dibawa pulang di Cirebon. Peristiwa itu terjadi setelah 16 tahun kewafatan ayahanda pangeran Mertawijaya dan Kertawijaya.
Selanjutnya berdasarkan titah Sultan Banten[2], kedua Pangeran tersebut kemudian dilantik menjadi Raja di Cirebon. Yang satu menjadi Raja di Kasepuhan sementara yang satunya lagi dilantik menjadi Raja di Kanoman. Dan untuk berjaga-jaga agar supaya Cirebon aman dari Incaran Mataram yang mungkin akan bangkit lagi, Banten menempatkan tentaranya di Cirebon dengan komposisi silang, yaitu tentara Pribumi Cirebon dan tentara bayaran dari Eropa.
[2] Sultan Cirebon yang ditipu dan kemudian disekap di Mataram itu adalah Panembahan Ratu II, atau Panembahan Girilaya. Baca Pada. Riwayat Panembahan Girilaya Raja Cirebon Ke III.
[3] Pemberontakan Trunojoyo meletus pada 1674-1679. Ini artinya misi pembebasan Putera Mahkota Kesultanan Cirebon yang di sekap Mataram pada masa Mataram dilanda kekacauan.
[4] Raja Banten yang menerjunkan misi penyelamatan Putera Mahkota Cirebon itu adalah Sultan Ageng Tirtayasa bertahta pada 1651-1682
Tapi takdir memang unik, kelak kedua Pangeran itu berhasil meloloskan diri dari sekapan, dalam masa-masa meloloskan diri keduanya pernah menjadi gembel, klontang-klantung di Kediri hingga kemudian ditemukan oleh Intelejen Banten yang sengaja diutus Sultannya untuk menyelamatkan kedua pangeran.
Kisah penyekapan pangeran Martawijaya Dan Kertawijaya yang kelak menjadi Raja Kasepuhan dan Kanoman pertama itu bermula dari ambisi Amangkurat yang ingin menguasai Cirebon. Pada mulanya Amangkurat mengirimkan puterinya untuk dinikahi Sultan Cirebon, ia berharap Cirebon mau menjadi mitra atau bawahannya tanpa adanya peperangan.
Tapi rupanya prediksi Amangkurat itu salah, Cirebon tetap dengan pendiriannya tidak mau menjadi bawahan kerajaan manapun, termasuk bawahan kerajaan mertuanya sendiri. Inilah yang kemudian membuat murka Raja Mataram. Ia merasa di pecundangi Cirebon, selain itu Amangkurat juga merasa terhina oleh Cirebon, sebab Cirebon kedapatan melindungi para pelarian dari Mataram, disamping itu karena Cirebon dicurigai sebaga pendukung Banten, terbukti dari serangan Mataram yang meminjam bendera Cirebon bocor ditelinga orang Banten, hingga menyebabkan mataram kalah telak.
Rasa Kesal dan emosi Amangkurat terhadap Cirebon sudah tidak dapat dibendung lagi, ia akhirnya menyewa seorang VOC Belanda untuk menipu Sultan Cirebon, bagaimanapun caranya yang penting orang Belanda itu dapat menghadirikan Raja Cirebon dan Putera mahkotanya dihadapan Amangkurat[2].
Dengan kepintarannya orang Belanda itu kemudian berhasil membujuk dan membawa Raja Cirebon beserta putera mahkota ke Mataram. Dan benar saja, sampai di Mataram keluarga kerjaan itu kemudian ditahan. Tidak lama kemudian Raja Cirebon wafat, sementara dua anaknya yang waktu itu masih kecil disekap tak boleh kembali ke Cirebon.
Peristiwa penahanan Raja dan Putera Mahkota Cirebon oleh Amangkurat itu membuat marah Cirebon dan Banten, diam-diam orang-orang Cirebon dan Banten kemudian mendanai pemberontakan Trunojoyo yang kala itu sedang berkecamuk di Wilayah Mataram, dan benar saja, Pemberontakan Trunojoyo yang didukung oleh orang-orang yang merasa sakit hati terhadap Amangkurat itu kemudian berhasil menggulingkan Amangkurat dari tahta. Istana Mataram dapat direbut Pemberontak sementara Amangkurat kemudian tewas dalam pelarian[3].
Pangeran Martawijaya Dan Kertawijaya lolos dari sekapan, pada masa Mataram mendapat serbuan tentara Trunojoyo, keduanya kemudian ikut serta hijrah ke Kediri bersama tentara pemberontak, karena memang Pusat atau Ibukota para pemberontak yang dipimpin Trunojoyo itu berada di Kediri.
Pangeran Kertawijaya dan Mertawijaya ditemukan oleh Intelejen Banten di Kediri, dan untuk kemudian keduanya dibawa pulang di Cirebon. Peristiwa itu terjadi setelah 16 tahun kewafatan ayahanda pangeran Mertawijaya dan Kertawijaya.
Selanjutnya berdasarkan titah Sultan Banten[2], kedua Pangeran tersebut kemudian dilantik menjadi Raja di Cirebon. Yang satu menjadi Raja di Kasepuhan sementara yang satunya lagi dilantik menjadi Raja di Kanoman. Dan untuk berjaga-jaga agar supaya Cirebon aman dari Incaran Mataram yang mungkin akan bangkit lagi, Banten menempatkan tentaranya di Cirebon dengan komposisi silang, yaitu tentara Pribumi Cirebon dan tentara bayaran dari Eropa.
Catatan Kaki
[1] Pangeran Mertawijaya Bertahta dari 1678-1697, gelarnya, Sultan Sepuh Raja Syamsudin, Pangeran Kertawijaya Bertahta dari 1678-1703, gelarnya, Sultan Anom Moh. Badrudin.[2] Sultan Cirebon yang ditipu dan kemudian disekap di Mataram itu adalah Panembahan Ratu II, atau Panembahan Girilaya. Baca Pada. Riwayat Panembahan Girilaya Raja Cirebon Ke III.
[3] Pemberontakan Trunojoyo meletus pada 1674-1679. Ini artinya misi pembebasan Putera Mahkota Kesultanan Cirebon yang di sekap Mataram pada masa Mataram dilanda kekacauan.
[4] Raja Banten yang menerjunkan misi penyelamatan Putera Mahkota Cirebon itu adalah Sultan Ageng Tirtayasa bertahta pada 1651-1682
Rupanya asyik juga ya baca sejarah negeri ini.
BalasHapus