Para Tokoh Awal Penyebar Islam Di Jawa Barat
Masjid Panjunan Salah Satu Masjid Tertua di Jawa Barat |
Haji Purwa adalah putera Kuda Lalean. Haji Purwa masuk Islam ketika ia sedang dalam perjalanan niaga ke India. Ia diislamkan oleh saudagar Arab yang kebetulan bertemu di India. Haji Purwa berupaya untuk mengislamkan adiknya yang sedang berkuasa di kerajaan pedalaman di Tatar Sunda. Akan tetapi upayanya itu gagal. Akhirnya Haji Purwa meninggalkan Galuh menuju dan kemudian menetap di Cirebon Girang.
Menurut Ekajati (1975: 87-88), Haji Purwa itu identik dengan Syekh Maulana Saifuddin, orang Islam pertama yang menetap di Cirebon. Di tempat itu ia berupaya menyebarkan agama Islam. Ketika Haji Purwa atau Syekh Maulana Saifuddin tinggal di Cirebon Girang, daerah ini dikepalai oleh Ki Gedeng Kasmaya. Ia masih bersaudara dengan penguasa di Galuh. Pada waktu itu Cirebon Girang merupakan daerah Mandala.
Selain Haji Purwa, tokoh muslim yang tinggal di Tatar Sunda pada masamasa awal adalah Syekh Quro. Dalam Carita Purwaka Caruban Nagari disebutkan bahwa Dukuh Pasambangan didatangi guru-guru agama Islam antara lain dari Campa, bernama Syekh Hasanuddin putera Syekh Yusuf Sidik. Ia seorang ulama terkenal di Campa. Syekh Hasanuddin mendirikan pondok di Quro, Karawang. Karena itulah Syekh Hasanuddin kemudian terkenal dengan nama Syekh Quro.
Juru Labuan, Ki Gedeng Tapa, menyuruh puterinya yang bernama Nyai Subang Larang untuk berguru agama Islam di Pondok Quro itu. Dalam perkembangan selanjutnya, Nyai Subang Larang dinikahi oleh Prabu Siliwangi.
Tokoh selanjutnya, seorang muslim yang tinggal di Tatar Sunda pada periode-periode awal adalah Syekh Datuk Kahfi yang dikenal juga dengan nama Syekh Idhofi atau Syekh Nurjati. Ia adalah seorang yang berasal dari tanah Arab. Syekh Datuk Kahfi datang ke Pasambangan sebagai utusan Raja Parsi.
Kedatangan Syekh Datuk Kahfi ini disertai oleh dua puluh orang pria dan dua orang wanita. Kedatangan mereka diterima dengan baik, diberi tempat, dan dimuliakan oleh Ki Gedeng Jumajan Jati. Walangsungsang (Cakrabuana) bersama istrinya yang bernama Endang Ayu, dan adiknya yang bernama Nyai Lara Santang disuruh oleh Ki Gedeng Jumajan Jati untuk berguru agama Islam kepada Syekh Datuk Kahfi yang mendirikan pondok di Bukit Amparan Jati (Gunung Sembung Cirebon) (Tjandarasasmita, 2009: 160).
Setelah berguru kepada Syekh Datuk Kahfi, Walangsungsang mendapat julukan Samdullah atau Cakrabumi. Atas petunjuk gurunya, Walangsungsang mendirikan pondok dan tajug di Dukuh Kebon Pasisir. Tempat ini yang semula merupakan tegal alang-alang kemudian menjadi desa yang dikepalai seorang kuwu. Tempat ini kemudian dinamakan Caruban atau Caruban Larang.
Dalam perkembangan selanjutnya, para pedagang yang semula mengunjungi pelabuhan di Muara Jati, Dukuh Pasambangan kemudian pindah ke Pelabuhan Caruban sehingga desa itu kemudian tumbuh menjadi perkotaan.
Dengan demikian, pada paruh pertama abad ke-14 di Tatar Sunda sudah ada pemukiman orang Islam, terutama di Cirebon. Pada tahun 1513, sebagaimana ditututrkan oleh Tome Pires, sebagian masyarakat Jawa Barat, yaitu penduduk pelabuhan Cimanuk (Indramayu) sudah beragama Islam.
Tome Pires tidak menyebutkan bahwa di kota-kota pelabuhan lainnya di Tatar Sunda (Banten, Pontang, Cikande, Tangerang, dan Kalapa sudah ada yang memeluk Islam. Namun demikian, patut diduga bahwa pada periode sebelum itu pun selain di kedua kota pelabuhan itu sudah ada orang Islam dari daerah lain, khususnya para pedagang.
Hal tersebut didasarkan pada adanya perintah dari raja Kerajaan Sunda agar dilakukan pembatasan terhadap jumlah saudagar-saudagar muslim yang mengunjungi pelabuhan-pelabuhan itu.
Para pedagang muslim yang sudah biasa mendatangi kota-kota pelabuhan itu adalah berasal dari Malaka, Palembang, Fansur (Barus Hilir), Tanjungpura, Lawe, Jawa. Larangan itu kemungkinan terjadi atas permintaan Portugis yang sudah menduduki Malaka pada tahun 1511 dan bermaksud menjalin kerja sama dengan Kerajaan Sunda.
Sebelum memasuki abad ke-16, atau bahkan pada awal abad ke-15, orang-orang Islam sudah masuk ke wilayah Sunda, tepatnya ke Cirebon pada tahun 1415 Masehi (Ekadjati, 1975: 87).
Carita Purwaka Caruban Nagari (dalam Tjandrasasmita, 2009: 92) mencatat kedatangan orang Tionghoa ke Cirebon berkait dengan ekspedisi Cheng Ho. Diceritakan bahwa pelabuhan awal Dukuh Pasambangan yang terletak di kaki Bukit Sembung dan Amparan Jati telah ramai disinggahi kapal-kapal para pedagang asing seperti Tionghoa, Arab, Persia, India, Malaka, Tumasik, Paseh, Jawa Timur, Madura, dan Palembang.
Pada waktu itu penguasa atau juru labuhannya adalah Ki Gedeng Jumajan Jati. Selain itu, diceritakan pula bahwa Pelabuhan Pasambangan tersebut disinggahi Panglima Tionghoa, yaitu Wai Ping dan Te Ho dengan banyak pengiring selama tujuh hari.
Mereka sebenarnya dalam perjalanan menuju Majapahit. Mereka membuat mercusuar di pelabuhan itu dan oleh Ki Gedeng Jumajan Jati mereka diberi imbalan perbekalan berupa garam, terasi, beras tumbuk, rempah-rempah, dan kayu jati.
Atja (1972: 3) memperkirakan bahwa yang disebut dengan nama Te Ho ialah Laskamana Cheng Ho yang disertai Ma Huan dan Feh Tsin. Orang-orang Tionghoa yang datang pada abad ke-15/16 Masehi banyak yang sudah memeluk Agama Islam.
Kesimpulan
Agama Islam yang masuk ke wilayah Jawa Barat dibawa oleh Haji Purwa, orang Galuh yang diislamkan di Gujarat oleh saudagar berkebangsaan Arab kemudian Syekh Quro, seorang muslim yang datang dari Campa dan Syekh Datuk Kahfi, seorang muslim berkebangsaan Arab yang datang ke Tatar Sunda sebagai utusan raja Parsi. Tempat yang pertama kali dijadikan pemukiman orang Islam adalah Cirebon. Dari tempat inilah agama Islam kemudian menyebar kedaerah-daerah lain di Jawa Barat.Akan tetapi, keberadaan ketiga tokoh tersebut tidak menjadi pelaku langsung tersebarnya agama Islam ke seluruh wilayah di Jawa Barat. Ketiga tokoh di atas lebih berperan sebagai peletak dasar agama Islam di Cirebon. Adapun tersebarnya agama Islam ke seluruh daerah di Tatar Sunda lebih berkait dengan munculnya dua tokoh yaitu Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dan Fatahillah (Menantu Sunan gunung Jati/Penakluk Sunda Kelapa).
Sumber:
Disadur dari Makalah Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran Jatinangor 2010 Karya. Mumuh Muhsin Z
Posting Komentar untuk "Para Tokoh Awal Penyebar Islam Di Jawa Barat"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.