Tragedi Benteng De Beschemer Palimanan
Pada tahun 1828 masehi, di Palimanan berdiri benteng pertahanan Belanda yang disebut De Beschemer, benteng ini sebenarnya benteng kecil hanya dijaga beberapa puluh serdadu Belanda saja, dalam benteng ini juga dikisahkan terdapat sumur yang digunakan sebagai keperluan mandi dan minum serdadu Belanda.
Benteng De Beschemer Palimanan didalamnya menyimpan kisah tragedi berdarah masa lalu, sebab pasca peristiwa kerusuhan di benteng ini, dua Panglima tentara Cirebon yaitu Raden Kertawijaya dan Raden Welang dihukum mati oleh Belanda dengan cara di Drel, yaitu salah satu jenis hukuman mati jaman Belanda yang nilai kekejamanya sangat luar biasa.
Kisah mengenai tragedi benteng Beschemer Palimanan ini dikisahkan dalam babad Dermayu. Kisah dimulai dari perjalanan pulang Raden Kertawijaya[1] dan Raden Welang bersama pasukannya dari Indramayu selepas menumpas pemberontakan Bagus Rangin. Keduanya hendak pulang kembali ke Cirebon.
Tidak seperti biasanya dua Panglima perang Kerajaan Cirebon itu bertolak dari Indramayu dengan menggunakan jalur selatan melalui Palimanan. Di Palimanan mereka kemudian terkaget-kaget karena di daerah ini terdapat benteng yang dijaga ketat oleh serdadu Belanda.
Bersama dengan pasukannya, Raden Kertawijaya dan Raden Welang kemudian menghampiri benteng, pada mulanya mereka dihormati serdadu Belanda, bahkan diberikan salam penghormatan. Akan tetapi ketika Raden Kertawijaya hendak memeriksa isi benteng rupanya serdadu Belanda itu melarangnya.
Pelarangan itu pada nantinya menimbulkan keributan besar, Raden Kertawijaya memakasa memeriksa, akan tetapi dihalau oleh serdadu Belanda, sehingga perang pun meletus, tembak menembak antar keduanya tidak dapat terelakan. Korban dari kedua belah pihak kemudian berjatuhan.
Selanjutnya ditengah-tengah peperangan, Raden Kertawijaya Dan Raden Welang kemudian memerintahkan pasukannya untuk berhenti melakukan penyerangan, meskipun pada waktu itu Raden Kertawijaya gagal memeriksa isi benteng, mereka pun kemudian kembali ke Cirebon.
Sementara di lain pihak, Serdadu Belanda menderita banyak kerugian, selain banyak serdadunya yang tewas, dalam tregedi ini juga fasilitas benteng banyak yang rusak parah akibat kejadian itu. Merasa kesal atas peristiwa itu, mereka kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada Gubernur Jendral Belanda di Batavia.
Mendapati serdadunya di serang Cirebon, Gubernur Jendral belanda di Batavia marah besar, ia mengirimkan surat ke Kesultanan Cirebon menuntut agar Kessultanan menyerahkan Raden Kertawijaya dan Raden Welang kepada pihak Belanda karena sudah menyerang fasilitas Belanda dan membunuh banyak serdadunya.
Pihak kesultanan yang waktu itu kalah pamor dengan Belanda kemudian menyerahkan 2 panglima perangnya itu untuk dihukum Belanda, keduanya dibawa ke Batavia. Disana keduanya diadili dan terbukti bersalah. Belanda menjatuhi hukuman mati bagi keduanya dengan cara di Drel[2].
Akan tetapi, sebelum eksekusi mati dilangsungkan, Raden Kertawijaya dan Raden Welang mengamuk, sehingga banyak serdadu Belanda yang mati berjatuhan karena keduanya. Amukan keduanya baru berhenti setelah keduanya diterjang peluru Belanda. Keduanya kemudian gugur.
Catatan Kaki
[1] Raden Kertawijaya dalam kisah ini adalah anak Raden Benggala (Wiralodra IV) yang diangkat oleh Kesultanan Cirebon menjadi salah satu Panglima Perang Kerajaan.
[2] Drel. Hukuman tembak mati..? Hukuman mati dengan cara di tarik dengan kuda..?
Benteng De Beschemer Palimanan didalamnya menyimpan kisah tragedi berdarah masa lalu, sebab pasca peristiwa kerusuhan di benteng ini, dua Panglima tentara Cirebon yaitu Raden Kertawijaya dan Raden Welang dihukum mati oleh Belanda dengan cara di Drel, yaitu salah satu jenis hukuman mati jaman Belanda yang nilai kekejamanya sangat luar biasa.
Kisah mengenai tragedi benteng Beschemer Palimanan ini dikisahkan dalam babad Dermayu. Kisah dimulai dari perjalanan pulang Raden Kertawijaya[1] dan Raden Welang bersama pasukannya dari Indramayu selepas menumpas pemberontakan Bagus Rangin. Keduanya hendak pulang kembali ke Cirebon.
Tidak seperti biasanya dua Panglima perang Kerajaan Cirebon itu bertolak dari Indramayu dengan menggunakan jalur selatan melalui Palimanan. Di Palimanan mereka kemudian terkaget-kaget karena di daerah ini terdapat benteng yang dijaga ketat oleh serdadu Belanda.
Bersama dengan pasukannya, Raden Kertawijaya dan Raden Welang kemudian menghampiri benteng, pada mulanya mereka dihormati serdadu Belanda, bahkan diberikan salam penghormatan. Akan tetapi ketika Raden Kertawijaya hendak memeriksa isi benteng rupanya serdadu Belanda itu melarangnya.
Pelarangan itu pada nantinya menimbulkan keributan besar, Raden Kertawijaya memakasa memeriksa, akan tetapi dihalau oleh serdadu Belanda, sehingga perang pun meletus, tembak menembak antar keduanya tidak dapat terelakan. Korban dari kedua belah pihak kemudian berjatuhan.
Selanjutnya ditengah-tengah peperangan, Raden Kertawijaya Dan Raden Welang kemudian memerintahkan pasukannya untuk berhenti melakukan penyerangan, meskipun pada waktu itu Raden Kertawijaya gagal memeriksa isi benteng, mereka pun kemudian kembali ke Cirebon.
Sementara di lain pihak, Serdadu Belanda menderita banyak kerugian, selain banyak serdadunya yang tewas, dalam tregedi ini juga fasilitas benteng banyak yang rusak parah akibat kejadian itu. Merasa kesal atas peristiwa itu, mereka kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada Gubernur Jendral Belanda di Batavia.
Mendapati serdadunya di serang Cirebon, Gubernur Jendral belanda di Batavia marah besar, ia mengirimkan surat ke Kesultanan Cirebon menuntut agar Kessultanan menyerahkan Raden Kertawijaya dan Raden Welang kepada pihak Belanda karena sudah menyerang fasilitas Belanda dan membunuh banyak serdadunya.
Pihak kesultanan yang waktu itu kalah pamor dengan Belanda kemudian menyerahkan 2 panglima perangnya itu untuk dihukum Belanda, keduanya dibawa ke Batavia. Disana keduanya diadili dan terbukti bersalah. Belanda menjatuhi hukuman mati bagi keduanya dengan cara di Drel[2].
Akan tetapi, sebelum eksekusi mati dilangsungkan, Raden Kertawijaya dan Raden Welang mengamuk, sehingga banyak serdadu Belanda yang mati berjatuhan karena keduanya. Amukan keduanya baru berhenti setelah keduanya diterjang peluru Belanda. Keduanya kemudian gugur.
Catatan Kaki
[1] Raden Kertawijaya dalam kisah ini adalah anak Raden Benggala (Wiralodra IV) yang diangkat oleh Kesultanan Cirebon menjadi salah satu Panglima Perang Kerajaan.
[2] Drel. Hukuman tembak mati..? Hukuman mati dengan cara di tarik dengan kuda..?
Lebih banyak yang diupload lebih bagus
BalasHapus