Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Banten Yang Dikudeta Anaknya Sendiri
Sultan Ageng Tirtayasa nama aslinya Pangeran Surya, beliau juga dipanggil Sultan Tua, selain dipanggil dengan sebuatan itu beliau juga dikenal juga dengan nama Sultan Abdul Fatah.
Dalam mengurus negaranya sebenarnya Sultan Ageng Tirtayasa hampir tanpa cela, kekuatan militer Banten pada waktu itu dapat dikatakan luar biasa, selain itu dalam bidang agama beliau mengangkat Syekh Yusuf sebagai muftinya.
Adapun nama Ageng Tirtayasa adalah anugrah dari rakyat karena beliau merupakan sultan besar (ageng) yang menjadikan Ibukota Negara Banten sebagai kota Air (Tirtayasa). Di zaman pemerintahannya Banten diubah menjadi kota yang dikelilingi kanal-kanal yang saling berhubungan sehingga memudahkan untuk menuju ke Pelabuhan, kota Banten di zaman ini konon menyamai Venecia di Eropa.
Menurut sumber Cirebon, Sultan Ageng Tirtayasa merupakan Sultan ke VI Kesultanan Banten, beliau menjabat sebagai Sultan Banten selama 21 tahun, yaitu dari mulai tahun 1651 sampai dengan 1672.
Kepopuleran Sultan Ageng Tirtayasa dalam kisah dan cerita Cirebon dikarenakan Sultan ini merupakan Sultan yang gigih melawan Belanda dan Kesultanan Mataram. Selain itu, pada masa bergolaknya peperangan antara Belanda Vs Banten, para pengikut Sultan Ageng banyak yang berlindung dan melanjutkan perjuangan menentang Belanda di Cirebon, diantaranya Syekh Yusuf al-Makasari al-Bantani.
Baca Juga : Pemberontakan Syekh Yusuf al-Makasari al-Bantani dalam Catatan Naskah Cirebon
Di zaman kekuasannya Banten berada pada puncak kejayaan, Banten disulapnya menjadi Kota Air semacam Venecia, Ibu Kota Banten dilalui dan dikelilingi kanal-kanal yang besar disertai jembatan gantungnya, pembangunan itulah yang kemudian mengantarkanya dijuluki sebagai Ageng Tirtayasa.
Pada masa Ageng Tirtayasa juga Kesultanan Mataram yang kala itu berambisi untuk menaklukan Banten tak dapat berkutik, berkali-kali Mataram melakukan upaya penundukan Banten tetapi selalu gagal. Pada masa Sultan ini juga VOC Belanda dibikin repot sebab gangguan Banten terhadap kapal-kapal Belanda membawa kerugian yang banyak bagi VOC.
Kepopuleran Sultan Ageng Tirtayasa dalam kisah dan cerita Cirebon dikarenakan Sultan ini merupakan Sultan yang gigih melawan Belanda dan Kesultanan Mataram. Selain itu, pada masa bergolaknya peperangan antara Belanda Vs Banten, para pengikut Sultan Ageng banyak yang berlindung dan melanjutkan perjuangan menentang Belanda di Cirebon, diantaranya Syekh Yusuf al-Makasari al-Bantani.
Baca Juga : Pemberontakan Syekh Yusuf al-Makasari al-Bantani dalam Catatan Naskah Cirebon
Di zaman kekuasannya Banten berada pada puncak kejayaan, Banten disulapnya menjadi Kota Air semacam Venecia, Ibu Kota Banten dilalui dan dikelilingi kanal-kanal yang besar disertai jembatan gantungnya, pembangunan itulah yang kemudian mengantarkanya dijuluki sebagai Ageng Tirtayasa.
Sisa-Sisa Kanal Banten Lama
|
Dalam mengurus negaranya sebenarnya Sultan Ageng Tirtayasa hampir tanpa cela, kekuatan militer Banten pada waktu itu dapat dikatakan luar biasa, selain itu dalam bidang agama beliau mengangkat Syekh Yusuf sebagai muftinya.
Syekh Yusuf merupakan ulama besar dizamannya, beliau merupakan bekas Mufti Kerajaan Goa Makasar yang berlindung ke Banten setelah negerinya ditaklukan oleh Belanda.
Biarpun demikian, Sultan Ageng Tirtayasa nasibnya tidak begitu baik, sebab meskipun ia dapat membawa Banten menuju zaman kejayaan tapi diakhir hayatnya justru kemudian ia menjadi tawanan Belanda. Bahkan beliau wafat dalam penjara Belanda, dipenjarakan oleh anaknya sendiri Sultan Haji.
Dendam Belanda terhadap Sultan Ageng Tirtayasa terus berkelanjutan, pada awalnya Belanda tidak mampu untuk menghancurkan Banten dengan kekuatan militer, mengingat pada waktu itu kekuatan militer Belanda kemampuannya setara dengan Banten, Belanda juga disisi lain menghadapi serangan bertubi-tubi dari Kesultanan Mataram, sehingga waktu itu Belanda memilih untuk fokus mempertahankan Batavia ketimbang melakukan invasi ke luar daerah.
Dendam Belanda terhadap Banten baru dapat ditumpahkan ketika di lingkungan Kesultanan Banten terjadi konflik keluarga. Sultan Ageng Tirtayasa memiliki 2 Putera Mahkota. Yaitu Sultan Haji dan Pangeran Purbaya.
Tahta Banten oleh Sultan Ageng Tirtayasa diberikan kepada kedua anaknya Sultan Haji sebagai Sultan Muda sedangkan Pangeran Purbaya sebagai Sultan. Mendapati hal tersebut Sultan Haji rupanya tidak menyukainya ia menentang bapaknya sendiri, sehingga kemudian menimbulkan pertentangan diantara keduanya.
Sultan Haji kemudian memberontak, dalam masa pemberontakan ini kemudian Belanda memanfaatkan suasana, Sultan Haji diberikan pinjaman keuangan dan dukungan militer dari Belanda, dengan uang hasil pinjaman Belanda, Sultan Haji mengutus utasannya ke London untuk membeli senjata tercanggih dizamannya pada pemerintah Inggris.
Dengan senjata canggih, dan bantuan dari Belanda, kemudian Sultan Haji berperang dengan bapaknya sendiri, sementara dilain pihak Pangeran Purbaya tetap setia mendampingi bapaknya. Perang berkecamuk dengan dahsyat, pada mulanya keduanya imbang, akan tetapi karena Sultan Haji dilengkapi persenjataan mutakhir dan di bantu Belanda, ia pun kemudian menjadi pemenangnya. Sultan Ageng Tirtayasa kemudian dapat ditangkap oleh Belanda dan dipenjarakan di Batavia.
Sementara Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf mengundurkan diri keluar Banten untuk terus melakukan perlawanan terhadap Belanda dengan bergrilya. Namun Pangeran Purbaya kemudian menyerahkan diri pada pihak Belanda, waktu itu yang menangkapnya adalah Untung Surapati, seorang Letnan pasukan VOC Pribumi yang belakangan juga memberontak pada Belanda karena menganggap Belanda telah melakukan tidakan sewenang-wenang terhadap Pangeran Purbaya.
Baca Juga : Penghianatan Untung Surapati
Sultan Ageng Tirtayasa mangkat di dalam penjara sebagai tawanan perang, beliau meninggal dalam kesedihan, peristiwa itu terjadi pada tahun 1672 masehi. Begitulah kisah mengenai Agneg Tirtayasa, Sultan Banten yang dikudeta anaknya sendiri.
Selepas kemangkatan Agneg Tirtayasa, tahta kesultanan Banten jatuh ketangan Sultan Haji. Stelah Peristiwa itu Banten yang dahulu menjadi lawan Belanda di Batavia selanjutnya menjadi sekutu, dan lama kelamaan Banten dapat dikendalikan Belanda.
Meskipun demikian Banten tetap terus menjadi Kesultanan di Pulau Jawa bagian barat sampai menelurkan Raja ke 18. Sampai akhirnya tumbang pada 22 November 1808 karena di hancurkan oleh Deandles. Setelah peristiwa itu Banten kemudian dilebur kedalam wilayah Belanda, keudukannya menjadi setingkat Kabupaten.
Untuk dapat melihat sejarah Kusltanan Banten secara utuh, silahkan baca dalam artikel kami yang berjudul “Sejarah Kerajaan Banten, Masa Pendirian, Kejayaan dan Kemundurannya".
Biarpun demikian, Sultan Ageng Tirtayasa nasibnya tidak begitu baik, sebab meskipun ia dapat membawa Banten menuju zaman kejayaan tapi diakhir hayatnya justru kemudian ia menjadi tawanan Belanda. Bahkan beliau wafat dalam penjara Belanda, dipenjarakan oleh anaknya sendiri Sultan Haji.
Dendam Belanda terhadap Sultan Ageng Tirtayasa terus berkelanjutan, pada awalnya Belanda tidak mampu untuk menghancurkan Banten dengan kekuatan militer, mengingat pada waktu itu kekuatan militer Belanda kemampuannya setara dengan Banten, Belanda juga disisi lain menghadapi serangan bertubi-tubi dari Kesultanan Mataram, sehingga waktu itu Belanda memilih untuk fokus mempertahankan Batavia ketimbang melakukan invasi ke luar daerah.
Dendam Belanda terhadap Banten baru dapat ditumpahkan ketika di lingkungan Kesultanan Banten terjadi konflik keluarga. Sultan Ageng Tirtayasa memiliki 2 Putera Mahkota. Yaitu Sultan Haji dan Pangeran Purbaya.
Tahta Banten oleh Sultan Ageng Tirtayasa diberikan kepada kedua anaknya Sultan Haji sebagai Sultan Muda sedangkan Pangeran Purbaya sebagai Sultan. Mendapati hal tersebut Sultan Haji rupanya tidak menyukainya ia menentang bapaknya sendiri, sehingga kemudian menimbulkan pertentangan diantara keduanya.
Sultan Haji kemudian memberontak, dalam masa pemberontakan ini kemudian Belanda memanfaatkan suasana, Sultan Haji diberikan pinjaman keuangan dan dukungan militer dari Belanda, dengan uang hasil pinjaman Belanda, Sultan Haji mengutus utasannya ke London untuk membeli senjata tercanggih dizamannya pada pemerintah Inggris.
Dengan senjata canggih, dan bantuan dari Belanda, kemudian Sultan Haji berperang dengan bapaknya sendiri, sementara dilain pihak Pangeran Purbaya tetap setia mendampingi bapaknya. Perang berkecamuk dengan dahsyat, pada mulanya keduanya imbang, akan tetapi karena Sultan Haji dilengkapi persenjataan mutakhir dan di bantu Belanda, ia pun kemudian menjadi pemenangnya. Sultan Ageng Tirtayasa kemudian dapat ditangkap oleh Belanda dan dipenjarakan di Batavia.
Sementara Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf mengundurkan diri keluar Banten untuk terus melakukan perlawanan terhadap Belanda dengan bergrilya. Namun Pangeran Purbaya kemudian menyerahkan diri pada pihak Belanda, waktu itu yang menangkapnya adalah Untung Surapati, seorang Letnan pasukan VOC Pribumi yang belakangan juga memberontak pada Belanda karena menganggap Belanda telah melakukan tidakan sewenang-wenang terhadap Pangeran Purbaya.
Baca Juga : Penghianatan Untung Surapati
Sultan Ageng Tirtayasa mangkat di dalam penjara sebagai tawanan perang, beliau meninggal dalam kesedihan, peristiwa itu terjadi pada tahun 1672 masehi. Begitulah kisah mengenai Agneg Tirtayasa, Sultan Banten yang dikudeta anaknya sendiri.
Selepas kemangkatan Agneg Tirtayasa, tahta kesultanan Banten jatuh ketangan Sultan Haji. Stelah Peristiwa itu Banten yang dahulu menjadi lawan Belanda di Batavia selanjutnya menjadi sekutu, dan lama kelamaan Banten dapat dikendalikan Belanda.
Meskipun demikian Banten tetap terus menjadi Kesultanan di Pulau Jawa bagian barat sampai menelurkan Raja ke 18. Sampai akhirnya tumbang pada 22 November 1808 karena di hancurkan oleh Deandles. Setelah peristiwa itu Banten kemudian dilebur kedalam wilayah Belanda, keudukannya menjadi setingkat Kabupaten.
Untuk dapat melihat sejarah Kusltanan Banten secara utuh, silahkan baca dalam artikel kami yang berjudul “Sejarah Kerajaan Banten, Masa Pendirian, Kejayaan dan Kemundurannya".
Maaf admin mohon di koreksi narasi sudah baik tapi Beliau raja Sultan Banten VI bukan raja ke V.
BalasHapusTrims sebelumnya 🙏