Perang Paregreg dan Tewasnya 170 Utusan Kekaisaran China
Perang Paregreg adalah perang antara Majapahit Barat Vs Majapahit Timur. Perang ini terjadi pada saat Majapahit barat dirajai oleh Wikramardhana sementara yang menjadi raja di Majapahit timur adalah Bre Whirabhumi. Selain banyak menewaskan para prajurit dikedua belah pihak, rupanya dalam perang ini sebanyak 170 utusan kekaisaran China yang menyertai Cengho ikut tewas terbunuh.
Perlu dipahami bahwa ketika Singasari di taklukan Kediri, Raden Wijaya yang kala itu sebagai menantu Raja Singasari melarikan diri ke Madura, di Madura ia dilindungi oleh Aria Wiraraja seorang Adipati Sampang.
Di Madura Aria Wiraraja menawarkan diri untuk membantu menaklukan Kediri, sehingga kemudian atas bantuan Aria Wiraraja Kediri dapat ditkalukan. Setelah Kediri dapat ditaklukan oleh aliansi Raden Wijaya dan Aria Wiraraja, keduanya kemudian membentuk kerajaan baru yang diberi nama Majapahit.
Pada mulanya Majapahit hanya satu saja, akan tetapi setelah peristiwa pemberontakan Ranggalawe (Anak Aria Wiararaja) terhadap Majapahit yang menyebabkan tewasnya Ranggalawe, Aria Wiraraja kemudian merasa sakit hati, sehingga kemudian ia menuntut janji Raden Wijaya untuk membagi Kerajaan Majapahit menjadi dua bagian. Tuntutan ini kemudian dikabulkan oleh Raden Wijaya.
Baca Juga : Gugurnya Ranggalawe di Sungai Tambak Beras
Setelah tuntutan Aria Wiraraja dikabulkan, maka terpecahlah kerajaan Majapahit menjadi dua, meskipun demikian kedua Kerajaan itu hidup rukun berdampingan, bahkan raja dikedua belah pihak melakukan hubungan kekeluargaan dengan melaksanakan perkawinan diantara putra-puteri dua kerajaan.
Pada perkembangannya, Majapahit barat yang beribokuta di Majakerta (Trowulan) lebih maju dari Majapahit timur yang ber ibukota di Pamotan (Lumajang). Majapahit barat berhasil menaklukan negeri-negeri Nusantara, kekuasannya luas. Sementara Majapahit timur kekuasannya tidak bertambah dan cenderung tetap bahkan berkurang, kewibawaannya sebagai kerajaan pun dibawah Majapahit barat.
Meskipun kekuatannya besar, dan disegani oleh dunia, Kerajaan Majapahit barat tidak pernah mengggangu kedaulatan Majapahit timur, hubungan harmonis kedua Kerajaan tetangga ini berlangsung sampai ketika Majapahit barat dirajai oleh Prabu Hayam Wuruk, bahkan pada masa ini Majapahit seperti satu kerajaan saja, mengingat Raja di Majapahit timur merupakan anak dari Hayam wuruk sendiri.
Setelah Prabu Hayam Wuruk dan Gajahmada wafat, hubungan antara kedua kerjaan tetangga itu kemudian rusak, keduanya saling bertentangan. Dari pertentangan antara kedua kerajaan itulah kemudian timbul peperangan. Peperangan antara kedua kerajaan ini kelak dikenal dengan nama “Perang Paregreg”.
Disisi lain, dari Permaisurinya Hayam Wuruk rupanya tidak mempunyai anak laki-laki. Ia hanya mempunyai anak perempuan. Dari permasiurinya yang bernama Sri Sudewi Hayam wuruk memeproleh anak perempuan yang bernama Kusuma Wardani, selepas kemangkatan Hayam Wuruk ternyata yang menjadi raja selanjutnya adalah Wikramardhana, suami dari anak perempuan Hayam Wuruk.
Faktor pengangkatan mantu sebagai Raja Majapahit barat inilah yang kemudian membuat marah Bre Wirabhumi, ia merasa lebih berhak daripada Wikramardhana, sebab meskipun ia anak seorang selir akan tetapi ia titisan langsung sang Hayam Wuruk , sementara Wikramardhana hanya seorang mantu.
Dilandasi rasa kesalnya inilah Bre Wirabhumi merencanakan pengambil alihan Majapahit barat, untuk kemudian ia satukan dengan Majapahit timur.
Ambisi Bre Wirabhumi untuk mendongkel Wikramardhana dari Majapahit barat inilah yang kemudian menyebabkan perang antara kedua kerajaan terjadi dimana-mana, dimulai dari perang-perang kecilan, saling embargo, sampai pada hina menghina diantara rakyat kedua kerajaan.
Perang yang berlarut-larut diantara kedua kerajaan ini kemudian menyebabkan terpuruknya perekonomian rakyat dikedua kerajaan, selain itu bagi Majapahit barat perang ini juga berimbas pada kemrosotan Majapahit barat dalam mengontrol wilayah kekuasannya yang luas.
Utusan-utusan tersebut mendatangi tiap-tiap kerajaan termasuk didalamnya Majapahit barat dan Timur, pada saat menjadi tamu di Istana Kerajaan Majapahit timur inilah, pucak dari perang Paregreg meletus. Kejadian tersebut diperkirakan terjadi pada tahun 1406 masehi.
Pada tahun itu pihak Majapahit Barat yang dipimpin Bre Tumapel (Putra Wikramardana) menyerbu Majapahit timur, dalam penyerbuan ini pasukan Bre Tumapel berhasil menghancurkan pasukan Majapahit timur, bahkan berhasil menduduki Istana, dalam peristiwa perang kota dan perebutan Istana ini sebanayak 170 utusan kekaisaran China, yaitu bagian dari orang-orang China rombongan laksaman Cheng-ho ikut terbunuh.
Dalam penyerangan itu, Bre Wirabhumi dikisahkan melarikan diri dari Istan dengan menggunakan perahu, akan tetapi pelariannya ini tidak berhasil, ia ditangkap dan untuk kemudian ia dipenggal oleh Raden Gajah (Narapati) yang kala itu menjabat sebagai Anggabaya.
Kepala Bre Wirabhumi kemudian dibawa kehadapan Raja Majapahit barat. Setelah terbunuhnya Bre Wirabhumi, Majapahit kemudian resmi menjadi satu kerajaan lagi, sebab Kerajaan Majapahit timur telah runtuh.
Terbunuhnya 170 utusan kekaisaran China kemudian membuat masalah baru bagi kerajaan Majapahit barat, Kaisar China memprotes tindakan tersebut, mereka melayangkan keberatan, dan meminta ganti rugi dari tewasnya ratusan pasukan mereka.
Tragedi ini kemudian memaksa Majapahit barat untuk membayar ganti rugi sebanyak 60.000 tahil emas kepada China. Majapahit barat yang kala itu baru saja selesai perang dan menyatukan kerajaan, tentu kas kerajaannya terkuras habis, oleh sebab itu Kerajaan akhirnya mengangsur biyaya ganti rugi tersebut kepada kekaisaran China.
Ma-Huan selaku sekertaris Cengho mencatat bahwa sampai tahun 1408M yaitu 2 tahun selepas tragedi puncak perang Paregreg yang menyebabkan terbunuhnya 170 utasan China, Majapahit baru membayar sebanyak 10.000 tahil emas. Namun karena kasihan terhadap kondisi Majapahit yang sedang terpuruk, sekaligus ingin menjalin persahabatan yang baik dengan Majapahit Kaisar Yung-Lo kemudian membebaskan biyaya ganti rugi itu.
Latar Belakang Terpecahnya Majapahit menjadi Majapahit Barat dan Timur
Sebagaimana diketahui bahwa sebelum mendirikan Majapahit, Raden Wijaya (Raja Ke I Majapahit), berjanji pada Aria Wiraraja, bahwa apabila Majapahit berhasil didirikan maka kerajaan itu nanti akan dibagi dua setengah untuk dirinya sementara setengahnya lagi untuk Aria Wiararaja.Perlu dipahami bahwa ketika Singasari di taklukan Kediri, Raden Wijaya yang kala itu sebagai menantu Raja Singasari melarikan diri ke Madura, di Madura ia dilindungi oleh Aria Wiraraja seorang Adipati Sampang.
Di Madura Aria Wiraraja menawarkan diri untuk membantu menaklukan Kediri, sehingga kemudian atas bantuan Aria Wiraraja Kediri dapat ditkalukan. Setelah Kediri dapat ditaklukan oleh aliansi Raden Wijaya dan Aria Wiraraja, keduanya kemudian membentuk kerajaan baru yang diberi nama Majapahit.
Pada mulanya Majapahit hanya satu saja, akan tetapi setelah peristiwa pemberontakan Ranggalawe (Anak Aria Wiararaja) terhadap Majapahit yang menyebabkan tewasnya Ranggalawe, Aria Wiraraja kemudian merasa sakit hati, sehingga kemudian ia menuntut janji Raden Wijaya untuk membagi Kerajaan Majapahit menjadi dua bagian. Tuntutan ini kemudian dikabulkan oleh Raden Wijaya.
Baca Juga : Gugurnya Ranggalawe di Sungai Tambak Beras
Setelah tuntutan Aria Wiraraja dikabulkan, maka terpecahlah kerajaan Majapahit menjadi dua, meskipun demikian kedua Kerajaan itu hidup rukun berdampingan, bahkan raja dikedua belah pihak melakukan hubungan kekeluargaan dengan melaksanakan perkawinan diantara putra-puteri dua kerajaan.
Pada perkembangannya, Majapahit barat yang beribokuta di Majakerta (Trowulan) lebih maju dari Majapahit timur yang ber ibukota di Pamotan (Lumajang). Majapahit barat berhasil menaklukan negeri-negeri Nusantara, kekuasannya luas. Sementara Majapahit timur kekuasannya tidak bertambah dan cenderung tetap bahkan berkurang, kewibawaannya sebagai kerajaan pun dibawah Majapahit barat.
Meskipun kekuatannya besar, dan disegani oleh dunia, Kerajaan Majapahit barat tidak pernah mengggangu kedaulatan Majapahit timur, hubungan harmonis kedua Kerajaan tetangga ini berlangsung sampai ketika Majapahit barat dirajai oleh Prabu Hayam Wuruk, bahkan pada masa ini Majapahit seperti satu kerajaan saja, mengingat Raja di Majapahit timur merupakan anak dari Hayam wuruk sendiri.
Setelah Prabu Hayam Wuruk dan Gajahmada wafat, hubungan antara kedua kerjaan tetangga itu kemudian rusak, keduanya saling bertentangan. Dari pertentangan antara kedua kerajaan itulah kemudian timbul peperangan. Peperangan antara kedua kerajaan ini kelak dikenal dengan nama “Perang Paregreg”.
Latar Belakang Perang Paregreg
Latar belakang dari meletusnya perang Paregreg pada awalnya karena pertentangan tahta di Kerajaan Majapahit barat. Sebagaimana diketahui Prabu Hayam Wuruk selama hidupnya mengawini beberapa orang selir, dari selirnya itu kemudian ia memperoleh anak laki-laki yang dikenal dengan nama Bre Wirabhumi, saat kecil Bre Wihirabhumi diasuh oleh Penguasa Majapahit timur yaitu Rajadewi dan Wijaya Rajasa, setelah besar Bhre Wirabhumi dinakahkan oleh orang tua angkatnya dengan putrinya Naghara Wardhani, setelah menikah kemudian Bre Wirhabumi diangkat menjadi Raja di Majapahit timur.Disisi lain, dari Permaisurinya Hayam Wuruk rupanya tidak mempunyai anak laki-laki. Ia hanya mempunyai anak perempuan. Dari permasiurinya yang bernama Sri Sudewi Hayam wuruk memeproleh anak perempuan yang bernama Kusuma Wardani, selepas kemangkatan Hayam Wuruk ternyata yang menjadi raja selanjutnya adalah Wikramardhana, suami dari anak perempuan Hayam Wuruk.
Faktor pengangkatan mantu sebagai Raja Majapahit barat inilah yang kemudian membuat marah Bre Wirabhumi, ia merasa lebih berhak daripada Wikramardhana, sebab meskipun ia anak seorang selir akan tetapi ia titisan langsung sang Hayam Wuruk , sementara Wikramardhana hanya seorang mantu.
Dilandasi rasa kesalnya inilah Bre Wirabhumi merencanakan pengambil alihan Majapahit barat, untuk kemudian ia satukan dengan Majapahit timur.
Ambisi Bre Wirabhumi untuk mendongkel Wikramardhana dari Majapahit barat inilah yang kemudian menyebabkan perang antara kedua kerajaan terjadi dimana-mana, dimulai dari perang-perang kecilan, saling embargo, sampai pada hina menghina diantara rakyat kedua kerajaan.
Perang yang berlarut-larut diantara kedua kerajaan ini kemudian menyebabkan terpuruknya perekonomian rakyat dikedua kerajaan, selain itu bagi Majapahit barat perang ini juga berimbas pada kemrosotan Majapahit barat dalam mengontrol wilayah kekuasannya yang luas.
Tewasnya 170 Utusan Kekaisaran China dalam Puncak Perang Paregreg
Pada saat perang berkecamuk antara Majapahit barat dengan Majapahit timur berlangsung, Jawa kedatangan utusan kekaisaran China, dalam sejarah utusan-utusan tersebut dipimpin oleh laksamana Cheng-ho.Utusan-utusan tersebut mendatangi tiap-tiap kerajaan termasuk didalamnya Majapahit barat dan Timur, pada saat menjadi tamu di Istana Kerajaan Majapahit timur inilah, pucak dari perang Paregreg meletus. Kejadian tersebut diperkirakan terjadi pada tahun 1406 masehi.
Pada tahun itu pihak Majapahit Barat yang dipimpin Bre Tumapel (Putra Wikramardana) menyerbu Majapahit timur, dalam penyerbuan ini pasukan Bre Tumapel berhasil menghancurkan pasukan Majapahit timur, bahkan berhasil menduduki Istana, dalam peristiwa perang kota dan perebutan Istana ini sebanayak 170 utusan kekaisaran China, yaitu bagian dari orang-orang China rombongan laksaman Cheng-ho ikut terbunuh.
Dalam penyerangan itu, Bre Wirabhumi dikisahkan melarikan diri dari Istan dengan menggunakan perahu, akan tetapi pelariannya ini tidak berhasil, ia ditangkap dan untuk kemudian ia dipenggal oleh Raden Gajah (Narapati) yang kala itu menjabat sebagai Anggabaya.
Kepala Bre Wirabhumi kemudian dibawa kehadapan Raja Majapahit barat. Setelah terbunuhnya Bre Wirabhumi, Majapahit kemudian resmi menjadi satu kerajaan lagi, sebab Kerajaan Majapahit timur telah runtuh.
Terbunuhnya 170 utusan kekaisaran China kemudian membuat masalah baru bagi kerajaan Majapahit barat, Kaisar China memprotes tindakan tersebut, mereka melayangkan keberatan, dan meminta ganti rugi dari tewasnya ratusan pasukan mereka.
Tragedi ini kemudian memaksa Majapahit barat untuk membayar ganti rugi sebanyak 60.000 tahil emas kepada China. Majapahit barat yang kala itu baru saja selesai perang dan menyatukan kerajaan, tentu kas kerajaannya terkuras habis, oleh sebab itu Kerajaan akhirnya mengangsur biyaya ganti rugi tersebut kepada kekaisaran China.
Ma-Huan selaku sekertaris Cengho mencatat bahwa sampai tahun 1408M yaitu 2 tahun selepas tragedi puncak perang Paregreg yang menyebabkan terbunuhnya 170 utasan China, Majapahit baru membayar sebanyak 10.000 tahil emas. Namun karena kasihan terhadap kondisi Majapahit yang sedang terpuruk, sekaligus ingin menjalin persahabatan yang baik dengan Majapahit Kaisar Yung-Lo kemudian membebaskan biyaya ganti rugi itu.
Sumber tertulis sejarah ini ada di kitab apa ?
BalasHapusSumber catatan sejarah saat itu dari catatan lontar berupa kidung atau syair dalam tutur cerita. Atau dari prasasti bertahun saka yg diketemukan pada daerah2 wilayah kerajaan saat itu, dan digabungkan sehingga menjadi tulisan sejarah
BalasHapusPrasasti apa mbak
Hapus