Sejarah Desa Cikeduk Kec Depok Kab Cirebon
Cikeduk merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah Kecamatan Depok Kabupaten Cirebon, ditinjau dari sisi geografisnya desa ini terbilang subur, mengingat pertanian di desa ini dapat berjalan dengan lancar, terbukti dari banyaknya lahan pertanian semisal padi, palawija yang tumbuh subur di desa ini.
Menurut tradisi lisan masyarakat Cikeduk, dinyatakan bahwa sejarah pendirian desa ini berkaitan dengan Arya Kuningan seorang anak angkat Sunan Gunung Jati yang kala itu menjadi salah satu Panglima perang Kerajaan Cirebon.
Dikisahkan katanya, selepas pertempuran di gunung gundul antara Cirebon dan Rajagaluh, Arya Kuningan membangun sebuah pedukhan yang kini dinamai Cikeduk, daerah itu pada mulanya hanya semacam tempat persinggahan tentara Cirebon selepas bertolak dari Gunung Gundul.
Ada kemungkinan pembangunan pedukuhan baru yang kini dinamakan Cikeduk itu adalah upaya Arya Kuningan untuk menempatkan orang-orang Cirebon diwilayah pertengahan antara kerjaan Cirebon dan Rajagaluh (Kerajaan Bawahan Galuh), sehingga dengan adaya dukuh/desa baru tersebut Cirebon dapat mempertahankan wilayahnya dari upaya buruk yang kemungkinan terjadi apabila ada serangan mendadak dari Rajagaluh.
Pembangunan dukuh Cikeduk dimulai dari pembangunan pendopo dan bebrapa rumah penduduk yang pada umumnya berlatar belakang sebagai para prajurit Cirebon, setelah selesainya pembuatan pendopo, dan bebrapa rumah, rupanya Sultan Cirebon yang diwakili oleh Nyimas Pakungwati (Istri Sunan Gunung Jati) mengunjungi tempat baru itu. Beliau disana disambut dengan meriah oleh Arya Kuningan dan pengikutnya.
Sebelum kedatangan Nyimas Pakungwati, Arya Kuningan dikisahkan membuat bale dari pohon jati yang diukir dengan cantik, bale ini dalam tradisi Cirebon merupakan tempat duduk yang menyerupai meja besar yang dahulu biasa digunakan oleh pejabat desa untuk melakukan aktifitas pemerintahan, biasanya mampu memanmpung 6-15 orang dewasa untuk duduk di atasnya. Adanya Bale dalam suatu pedukuhan menandakan bahwa padukuhan/desa tersebut mempunyai pemerintahan, maka jangan heran kantor desa jaman dulu di Cirebon, disebut dengan sebuatan Bale Desa (sekarang Balai Desa), karena memang di atas bale itulah para pejabat desa duduk dan berdiskusi dalam rangka mengurus desanya.
Pada mulanya, ketika Nyimas Pakungwati berkunjung ke desa baru tersebut, dikisahkan Arya Kuningan belum menamainya, nama baru muncul setelah diadakan prosesi pencangkulan tanah (dalam bahasa Cirebon disebut ngeduk) yang dilakukan Nyimas Pakungwati sebagai tanda bahwa desa tersebut telah sah mendapat ijin dari pihak kesultanan. Maka selepas itu, desa baru yang dibangun tersebut kemudian dinamakan Keduk, dan karena orang Sunda biasa menamai sesuatu dengan awalan Ci, maka untuk kemudian desa baru itu dikenal dengan nama Cikeduk, yang maksudnya desa yang persemian pendiriannya dimulai dengan prosesi Keduk (Pencangkulan) yang dilakukan oleh Nyimas Pakungwati dan Arya Kuningan.
Setelah dirasa sudah mapan dan memiliki tatanan pemerintahan yang teratur, Cikeduk kemudian diserahkan kepada orang-orang yang ditunjuk Arya Kuningan untuk mengurusnya, sementara Arya Kuningan sendiri kemudian kembali pulang ke Cirebon. Desa baru tersebut pun kemudian lambat laun menjadi ramai
Balai Desa Cikeduk |
Dikisahkan katanya, selepas pertempuran di gunung gundul antara Cirebon dan Rajagaluh, Arya Kuningan membangun sebuah pedukhan yang kini dinamai Cikeduk, daerah itu pada mulanya hanya semacam tempat persinggahan tentara Cirebon selepas bertolak dari Gunung Gundul.
Ada kemungkinan pembangunan pedukuhan baru yang kini dinamakan Cikeduk itu adalah upaya Arya Kuningan untuk menempatkan orang-orang Cirebon diwilayah pertengahan antara kerjaan Cirebon dan Rajagaluh (Kerajaan Bawahan Galuh), sehingga dengan adaya dukuh/desa baru tersebut Cirebon dapat mempertahankan wilayahnya dari upaya buruk yang kemungkinan terjadi apabila ada serangan mendadak dari Rajagaluh.
Pembangunan dukuh Cikeduk dimulai dari pembangunan pendopo dan bebrapa rumah penduduk yang pada umumnya berlatar belakang sebagai para prajurit Cirebon, setelah selesainya pembuatan pendopo, dan bebrapa rumah, rupanya Sultan Cirebon yang diwakili oleh Nyimas Pakungwati (Istri Sunan Gunung Jati) mengunjungi tempat baru itu. Beliau disana disambut dengan meriah oleh Arya Kuningan dan pengikutnya.
Sebelum kedatangan Nyimas Pakungwati, Arya Kuningan dikisahkan membuat bale dari pohon jati yang diukir dengan cantik, bale ini dalam tradisi Cirebon merupakan tempat duduk yang menyerupai meja besar yang dahulu biasa digunakan oleh pejabat desa untuk melakukan aktifitas pemerintahan, biasanya mampu memanmpung 6-15 orang dewasa untuk duduk di atasnya. Adanya Bale dalam suatu pedukuhan menandakan bahwa padukuhan/desa tersebut mempunyai pemerintahan, maka jangan heran kantor desa jaman dulu di Cirebon, disebut dengan sebuatan Bale Desa (sekarang Balai Desa), karena memang di atas bale itulah para pejabat desa duduk dan berdiskusi dalam rangka mengurus desanya.
Pada mulanya, ketika Nyimas Pakungwati berkunjung ke desa baru tersebut, dikisahkan Arya Kuningan belum menamainya, nama baru muncul setelah diadakan prosesi pencangkulan tanah (dalam bahasa Cirebon disebut ngeduk) yang dilakukan Nyimas Pakungwati sebagai tanda bahwa desa tersebut telah sah mendapat ijin dari pihak kesultanan. Maka selepas itu, desa baru yang dibangun tersebut kemudian dinamakan Keduk, dan karena orang Sunda biasa menamai sesuatu dengan awalan Ci, maka untuk kemudian desa baru itu dikenal dengan nama Cikeduk, yang maksudnya desa yang persemian pendiriannya dimulai dengan prosesi Keduk (Pencangkulan) yang dilakukan oleh Nyimas Pakungwati dan Arya Kuningan.
Setelah dirasa sudah mapan dan memiliki tatanan pemerintahan yang teratur, Cikeduk kemudian diserahkan kepada orang-orang yang ditunjuk Arya Kuningan untuk mengurusnya, sementara Arya Kuningan sendiri kemudian kembali pulang ke Cirebon. Desa baru tersebut pun kemudian lambat laun menjadi ramai
Tempat kelahiran
BalasHapusya,sama
BalasHapus