Biografi Bung Hatta
Biografi Bung Hatta yang dimaksudkan dalam artikel ini adalah biografi dari seorang wakil presiden pertama Indonesia. Nama asli Bung Hatta sendiri adalah Mohammad Hatta. Disebut Bung Hatta karena memang waktu itu sebutan Bung di Indonesia sangat popular sekali, sehingga banyak orang yang memanggil tokoh-tokoh muda waktu itu dengan sebutan bung.
Biografi Bung Hatta dalam artikel ini mencakup tentang kisah perjalanan hidup Bung Hatta dari mulai dilahirkan hingga kewafatannya, adapun penjelasan lengkap mengenai biografi Bung Hatta dalam artikel ini akan digambarkan sebagai berikut:
Pada waktu kecil Hatta hidup layaknya seperti anak-anak pada umumnya, tetapi ia tidak mempunyai teman yang seumuran karena di lingkungannya banyak dari tetangga-tetangga yang tidak mempunyai anak seumuran Hatta.
Hatta sendiri merupakan satu-satunya anak laki-laki dalam keluarganya, sejak kecil Hatta sudah mempunyai pribadi yang hemat dan buku yang sudah menjadi bagian dari hidupnya. Sifat-sifat Hatta yang rajin, tertib dan juga hemat adalah watak yang diwarisi Hatta dari ayahnya.
Kota kelahiran Hatta terletak di kaki gunung Merapi dan Singgalang. Ayah Hatta bernama Haji Mohammad Djamil, meninggal dunia dalam usia 30 tahun, ketika Hatta masih berumur delapan bulan. Ia berasal dari Batu Hampar, kira-kira 16 km dari Bukit tinggi arah ke Payakumbuh.
Sepeninggal ayah Hatta ibunya kemudian kawin dengan Haji Ning, seorang pedagang yang berasal dari Palembang. Demikian rapatnya Hatta dengan ayah tirinya sampai Hatta menyangka bahwa Haji Ning adalah ayah kandungnya. Baru setelah Hatta berumur 10 tahun, dan bersekolah di Padang sedangkan ibunya tetap di Bukittinggi, ia menyadari bahwa Haji Ning adalah ayah tirinya yang akhirnya membuat hubungan antara keduanya menjadi renggang.
Setelah menempuh dua tahun belajar di Sekolah Rakyat Bukittinggi, Hatta pindah sekolah ke sekolah Belanda ELS di kota itu juga, kemudian ke ELS Padang mulai kelas lima sampai kelas tujuh. Kepindahan ke Padang terjadi tahun 1913, yang disebabkan oleh keinginan pihak keluarga ibu agar Hatta memperoleh pelajaran bahasa Perancis di samping bahasa Belanda yang mulai diajarkan di kelas lima. Sekolah di ELS ini diselesaikan Hatta tahun 1917 kemudian meneruskan studinya ke HBS (Hogere Burger School- sekolah menengah Belanda 5 tahun).
ketika Hatta berumur 14-15 tahun ia beralih ke MULO yang ia tamatkan pada tahun 1919. Sejak ia belajar di MULO kesadaran politik dalam diri Hatta mulai berkembang dari pergaulannya dengan para aktivis Serikat Usaha ditambah lagi ia sudah aktif dalam organisasi JSB (Jong Sumatranen Bond : Perkumpulan Pemuda Sumatera) yang kemudian menjadi anggota pengurus perkumpulan. Untuk meningkatkan diri pada tahun 1919-1921 Hatta berkesempatan bersekolah di Jakarta tepatnya di PHS (Prins Hendrik Handels). Proses pembelajaran di PHS menggunakan cara pengembangan bukan hafalan, sehingga Hatta tidak kesulitan dan dapat diselesaikanya dengan baik.
Setelah lulus dari PHS Hatta tiba di negeri Belanda tanggal 5 September 1921. Di Indonesia ia merasakan diskriminasi terhadap bangsanya, sebaliknya di negeri Belanda Hatta bukan saja melihat hak rakyat itu diakui dan ditegakkan, melainkan juga orang-orang Indonesia diperlakukan sama dengan orang lain, tanpa diskriminasi. Di negeri Belanda Hatta segera menerjunkan dirinya dalam Indische Vereniging (Perhimpunan Hindia) yang dalam tahun 1925 berubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).
Organisasi yang mulanya bersifat sosial yang didirikan pada tahun 1908 sebagai forum tempat bertemu orang-orang termasuk di dalamnya pelajar Indonesia, yang merantau ke negeri Belanda. Dengan perkembangan Indische Vereniging serta pengalaman Hatta ketika menjabat sebagai bendahara JSB di Jakarta membantu memudahkan dirinya memasuki lingkungan pengurus dalam jabatan ini. Di samping itu ia juga ditunjuk untuk memegang administrasi Hindia Putra, ia juga berkesempatan untuk menjadi kekuatan pendorong dalam organisasi tersebut.
Dari jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di negeri Belanda cukup banyak dan sebagian kecil saja yang tergabung dalam PI. Tetapi bagi PI jumlah itu tidak penting, semangat perjuangan serta kualitas para anggota jauh mengatasi jumlah itu.
Bagi Hatta sendiri jumlah tersebut tidak berpengaruh, garis perjuangannya memang sudah tegas. Ia bertemu dan bergaul dengan banyak kalangan, rekan se-Tanah Air serta orang-orang Belanda yang bersimpati, kemudian juga dengan pejuang-pejuang kemerdekaan negeri-negeri lain yang sama studi di Eropa.
Semangat PI tercermin ketika PI diketuai oleh Nazir Datuk Pamontjak pada tahun 1924 dan sekaligus dipertegas oleh Sukiman Wirjosandjojo sebagai ketua PI di tahun 1925. Dasar-dasar yang dibangun dalam kurun waktu tersebut sangat masif yang meliputi persatuan, kemerdekaan yang menghendaki suatu aksi massa nasional yang insaf dan berdasar pada tenaga sendiri yang diarahkan untuk kemerdekaan politik dan menentang kapital asing yang menyedot kekayaan Indonesia.
Keterlibatan Hatta dalam PI memunculkan pemikiran-pemikirannya yang banyak dituangkan dalam bentuk tulisan dan pidato, terutama sejak ia menjabat sebagai ketua PI. Ia menulis dalam Indonesia Merdeka, majalah PI. Tulisan-tulisan Hatta tidak hanya berkaitan dengan perkembangan tanah air, melainkan juga memberikan pendapat dan saran dalam perkembangan tersebut.
Dengan kesempatannya sebagai ketua PI di negeri Belanda Hatta juga berpidato dengan maksud memperkenalkan Indonesia (bukan Hindia Belanda) mengenai cita-cita kebangsaan, penderitaan rakyat banyak, kekejaman perlakuan pemerintah Belanda di Indonesia terhadap rakyat dan pergerekan kebangsaan, dan cara-cara yang menurutnya diangap perlu dilakukan untuk mencapai kemerdekaan.
Pergerakan PI lalu dengan sendirinya pemikiran-pemikiran ini berdampak di Tanah Air melalui surat-surat yang dibawa oleh mereka yang seusai studi di Belanda maupun yang dikirim melalui pos. Bisa dikatakan bahwa pemikiran dan perjuangan PI dipergunakan oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) yang berdiri pada tahun 1927. Selanjutnya PI sendiri menjadi pos depan bagi pergerakan kebangsaan Indonesia di negeri atas angin itu.
Pada akhir bulan Juni 1932, Hatta melanjutkan masa studinya untuk menyelesaikan ujian doktoralnya. Setelah mengikuti ujian pertama dan kedua akhirnya dapat ditempuh dengan baik dan mendapatkan predikat yang baik. Kemudian setelah menyelesaikan ujian doktoral, Hatta memutuskan untuk pulang ke Indonesia.
Setelah pemilihan DPR dan dewan Konstituante oleh Rakyat pada tahun 1956, ia mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden dengan kehendak dan kesadaran sendiri. Sejak itu bukan berarti perjuangannya selesai, akan tetapi dilakukannya melalui pendidikan dengan mengajar diberbagai universitas.
Tahun 1969 oleh Presiden Soeharto ia diangkat sebagai penasehat komisi VI tentang masalah korupsi, dan tahun 1972 ia menerima tanda jasa bintang repubik. Pada tahun berikutnya 1975 ditunjuk menjadi ketua panitia lima atau panitia pancasila yang dibentuk atas anjuran presiden dan bertugas melakukkan penafsiran tunggal mengenai pancasila.
Biografi Bung Hatta dalam artikel ini mencakup tentang kisah perjalanan hidup Bung Hatta dari mulai dilahirkan hingga kewafatannya, adapun penjelasan lengkap mengenai biografi Bung Hatta dalam artikel ini akan digambarkan sebagai berikut:
Asal-Usul Dan Kelahiran Bung Hatta
Mohammad Hatta dilahirkan di Kota Bukittinggi 12 Agustus 1902. Mula-mula ia diberi nama Mohammad Athar yang berarti harum, akan tetapi dikarenakan orang-orang di lingkungannya susah dalam memanggil nama Athar yang kemudian ia dipanggil dengan Atta, yang seiring berjalanya waktu menjadi sebuah nama baru yaitu Hatta.Pada waktu kecil Hatta hidup layaknya seperti anak-anak pada umumnya, tetapi ia tidak mempunyai teman yang seumuran karena di lingkungannya banyak dari tetangga-tetangga yang tidak mempunyai anak seumuran Hatta.
Hatta sendiri merupakan satu-satunya anak laki-laki dalam keluarganya, sejak kecil Hatta sudah mempunyai pribadi yang hemat dan buku yang sudah menjadi bagian dari hidupnya. Sifat-sifat Hatta yang rajin, tertib dan juga hemat adalah watak yang diwarisi Hatta dari ayahnya.
Kota kelahiran Hatta terletak di kaki gunung Merapi dan Singgalang. Ayah Hatta bernama Haji Mohammad Djamil, meninggal dunia dalam usia 30 tahun, ketika Hatta masih berumur delapan bulan. Ia berasal dari Batu Hampar, kira-kira 16 km dari Bukit tinggi arah ke Payakumbuh.
Sepeninggal ayah Hatta ibunya kemudian kawin dengan Haji Ning, seorang pedagang yang berasal dari Palembang. Demikian rapatnya Hatta dengan ayah tirinya sampai Hatta menyangka bahwa Haji Ning adalah ayah kandungnya. Baru setelah Hatta berumur 10 tahun, dan bersekolah di Padang sedangkan ibunya tetap di Bukittinggi, ia menyadari bahwa Haji Ning adalah ayah tirinya yang akhirnya membuat hubungan antara keduanya menjadi renggang.
Masa Pendidikan Bung Hatta
Pendidikan Hatta dimulai di Padang ketika bersekolah di Europese Lagere School (ELS- sekolah dasar untuk orang-orang kulit putih) di tahun 1913, dan kemudian di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs-setingkat sekolah menengah pertama) tahun 1917 masa kecilnya dilaluinya secara yang biasa dilakukan oleh anak-anak di tempatnya bercermin, bersekolah, dan mengaji.Setelah menempuh dua tahun belajar di Sekolah Rakyat Bukittinggi, Hatta pindah sekolah ke sekolah Belanda ELS di kota itu juga, kemudian ke ELS Padang mulai kelas lima sampai kelas tujuh. Kepindahan ke Padang terjadi tahun 1913, yang disebabkan oleh keinginan pihak keluarga ibu agar Hatta memperoleh pelajaran bahasa Perancis di samping bahasa Belanda yang mulai diajarkan di kelas lima. Sekolah di ELS ini diselesaikan Hatta tahun 1917 kemudian meneruskan studinya ke HBS (Hogere Burger School- sekolah menengah Belanda 5 tahun).
ketika Hatta berumur 14-15 tahun ia beralih ke MULO yang ia tamatkan pada tahun 1919. Sejak ia belajar di MULO kesadaran politik dalam diri Hatta mulai berkembang dari pergaulannya dengan para aktivis Serikat Usaha ditambah lagi ia sudah aktif dalam organisasi JSB (Jong Sumatranen Bond : Perkumpulan Pemuda Sumatera) yang kemudian menjadi anggota pengurus perkumpulan. Untuk meningkatkan diri pada tahun 1919-1921 Hatta berkesempatan bersekolah di Jakarta tepatnya di PHS (Prins Hendrik Handels). Proses pembelajaran di PHS menggunakan cara pengembangan bukan hafalan, sehingga Hatta tidak kesulitan dan dapat diselesaikanya dengan baik.
Setelah lulus dari PHS Hatta tiba di negeri Belanda tanggal 5 September 1921. Di Indonesia ia merasakan diskriminasi terhadap bangsanya, sebaliknya di negeri Belanda Hatta bukan saja melihat hak rakyat itu diakui dan ditegakkan, melainkan juga orang-orang Indonesia diperlakukan sama dengan orang lain, tanpa diskriminasi. Di negeri Belanda Hatta segera menerjunkan dirinya dalam Indische Vereniging (Perhimpunan Hindia) yang dalam tahun 1925 berubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).
Organisasi yang mulanya bersifat sosial yang didirikan pada tahun 1908 sebagai forum tempat bertemu orang-orang termasuk di dalamnya pelajar Indonesia, yang merantau ke negeri Belanda. Dengan perkembangan Indische Vereniging serta pengalaman Hatta ketika menjabat sebagai bendahara JSB di Jakarta membantu memudahkan dirinya memasuki lingkungan pengurus dalam jabatan ini. Di samping itu ia juga ditunjuk untuk memegang administrasi Hindia Putra, ia juga berkesempatan untuk menjadi kekuatan pendorong dalam organisasi tersebut.
Dari jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di negeri Belanda cukup banyak dan sebagian kecil saja yang tergabung dalam PI. Tetapi bagi PI jumlah itu tidak penting, semangat perjuangan serta kualitas para anggota jauh mengatasi jumlah itu.
Bagi Hatta sendiri jumlah tersebut tidak berpengaruh, garis perjuangannya memang sudah tegas. Ia bertemu dan bergaul dengan banyak kalangan, rekan se-Tanah Air serta orang-orang Belanda yang bersimpati, kemudian juga dengan pejuang-pejuang kemerdekaan negeri-negeri lain yang sama studi di Eropa.
Semangat PI tercermin ketika PI diketuai oleh Nazir Datuk Pamontjak pada tahun 1924 dan sekaligus dipertegas oleh Sukiman Wirjosandjojo sebagai ketua PI di tahun 1925. Dasar-dasar yang dibangun dalam kurun waktu tersebut sangat masif yang meliputi persatuan, kemerdekaan yang menghendaki suatu aksi massa nasional yang insaf dan berdasar pada tenaga sendiri yang diarahkan untuk kemerdekaan politik dan menentang kapital asing yang menyedot kekayaan Indonesia.
Keterlibatan Hatta dalam PI memunculkan pemikiran-pemikirannya yang banyak dituangkan dalam bentuk tulisan dan pidato, terutama sejak ia menjabat sebagai ketua PI. Ia menulis dalam Indonesia Merdeka, majalah PI. Tulisan-tulisan Hatta tidak hanya berkaitan dengan perkembangan tanah air, melainkan juga memberikan pendapat dan saran dalam perkembangan tersebut.
Dengan kesempatannya sebagai ketua PI di negeri Belanda Hatta juga berpidato dengan maksud memperkenalkan Indonesia (bukan Hindia Belanda) mengenai cita-cita kebangsaan, penderitaan rakyat banyak, kekejaman perlakuan pemerintah Belanda di Indonesia terhadap rakyat dan pergerekan kebangsaan, dan cara-cara yang menurutnya diangap perlu dilakukan untuk mencapai kemerdekaan.
Pergerakan PI lalu dengan sendirinya pemikiran-pemikiran ini berdampak di Tanah Air melalui surat-surat yang dibawa oleh mereka yang seusai studi di Belanda maupun yang dikirim melalui pos. Bisa dikatakan bahwa pemikiran dan perjuangan PI dipergunakan oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) yang berdiri pada tahun 1927. Selanjutnya PI sendiri menjadi pos depan bagi pergerakan kebangsaan Indonesia di negeri atas angin itu.
Pada akhir bulan Juni 1932, Hatta melanjutkan masa studinya untuk menyelesaikan ujian doktoralnya. Setelah mengikuti ujian pertama dan kedua akhirnya dapat ditempuh dengan baik dan mendapatkan predikat yang baik. Kemudian setelah menyelesaikan ujian doktoral, Hatta memutuskan untuk pulang ke Indonesia.
Kiprah Bung Hatta Untuk Indonesia
Pada tahun 1945 bersama Ir. Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, kemudian Bung Karno sebagai Presiden dan Bung Hatta sebagai wakil Presiden sampai tahun 1948. Selain menjadabat sebagai wakil presiden ia pada tahun 1949 Bung Hatta merangkap sebagai perdana menteri dan menteri pertahanan. Bulan Agustus sampai Nopember 1949 ia memimpin delegasi RI ke Den Haag untuk mengikuti Konferensi Meja Bundar (KMB) hingga pada akhir tanggal 27 Desember tahun yang sama menerima penyerahan kedaulatan Republik Indonesia dari Ratu Juliana.Setelah pemilihan DPR dan dewan Konstituante oleh Rakyat pada tahun 1956, ia mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden dengan kehendak dan kesadaran sendiri. Sejak itu bukan berarti perjuangannya selesai, akan tetapi dilakukannya melalui pendidikan dengan mengajar diberbagai universitas.
Tahun 1969 oleh Presiden Soeharto ia diangkat sebagai penasehat komisi VI tentang masalah korupsi, dan tahun 1972 ia menerima tanda jasa bintang repubik. Pada tahun berikutnya 1975 ditunjuk menjadi ketua panitia lima atau panitia pancasila yang dibentuk atas anjuran presiden dan bertugas melakukkan penafsiran tunggal mengenai pancasila.
Posting Komentar untuk "Biografi Bung Hatta"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.