Pembangkangan Kiai Penghulu Ahmad Pada Sultan Agung
Kiai Penghulu Ahmad adalah semacam Mentri Agamanya Kesultanan Mataram, beliau menjabat sebagai Penghulu Kesultanan Mataram ketika kerajaan itu diperintah oleh Sultan Agung, yaitu seorang Sultan yang keras sikapnya dalam menghadapi pembangkang. Kiai Penghulu Ahmad juga merupakan orang yang masuk daftar giliran pancung karena berani membangkang pada perintah Sultan.
Baca Juga: Mataram Islam, Kerajaan Yang Lahir Dari Amuk Gunung Merapi
Kisah pembangkangan Kiai Penghulu Ahmad dapat ditemui dalam Babad Sultan Agung, dalam naskah ini dijelaskan bahwa, Sultan Agung begitu menaruh hormat pada Kiai Penghulu Ahmad, sang kiyai selain diberi kedudukan yang tinggi ia juga diberi kekayaan yang banyak oleh Sultan Agung.
Meskipun diberikan kedudukan dan kekayaan oleh Sultan Agung, Kiai Ahmad tidak lagi terlihat batang hidungnya di Istana, setiap kali Istana mengadakan Slamatan ia selalu mengutus wakilnya untuk menghadiri acara.
Kejadian tersebut terus berulang-ulang dilakukan oleh Kiai Ahmad, alasannya tetap sama yaitu sakit. Berjalannya waktu, Sultan Agung merasa curiga dengan gerak-gerik Penghulu kerajaannya. Namun Kecurigaan itu tetap dikuburnya dalam-dalam.
Suatu ketika Sultan Agung mengadakan Slametan Ulang tahun dirinya, slamatan ini digelar besar-besaran, iapun kemudian mengutus para abdi dalemnya untuk memanggil Penghulu Ahmad, namun lagi-lagi Penghulu Ahmad dalam acara itu hanya mengirim wakilnya, kala itu ia menunjuk Khatib Anom untuk menggantikannya.
Mendapati kelakukan Penghulu Ahmad yang sepertinya melakukan pembangkangan itu, Sultan Agung murka, Sultan kemudian mengumpulkan pejabat tinggi kerajaan untuk dimintai keterangannya seputar gerak-gerik Penghulu Ahmad.
Menurut laporan para bawahannya, diketahui bahwa Penghulu Ahmad tidak pernah lagi ke Istana, laporan itu diperkuat oleh para Khatib Istana yang menyatakan bahwa dalam acara apapun yang mana acara tersebut di gelar di Istana, Kiai Ahmad pasti mengutus salah satu Khatib untuk mewakilinya, alasan sakit menurut keterangan para Khatib ini dipastikan di buat-buat.
Mendapati kelakuan Kiai Penghulu Ahmad yang berani membohongi Kerajaan, Sultan Agung murka besar, ia pun dikisahkan mempersiapkan hukuman mati [Pancung] bagi Penghulu Ahmad. Namun karena penasaran dengan alasan yang menyebabkan penghulu Ahmad bernai menolak dan membohngi Raja, Sultan pun kemudian memrintahkan prajurit untuk memanggil paksa Kiai Penghulu Ahmad.
Sultan Mengutus seorang Bintara dan dua orang Bupati untuk mendatangkan secara paksa Penghulu Ahmad ke Istana, pada waktu itu Istana dalam suasana Slametan Ulang Tahun Sultan Agung.
Singkat cerita, Penghulu Ahmad berhasil didatangkan ditengah-tengah acara, dan ketika Sultan memerintahkannya untuk mendoakannya dalam akhir acara, lagi-lagi Penghulu Ahmad menolaknya, malah ia menyuruh salah satu Khotib Kerajaan untuk mewakilinya.
Mendapati kelakuan penghulunya yang membangkang, Sultan Agung kemudian murka, ia kemudian mempertanyakannya kepada Penghulu Ahmad mengenai alasannya tidak mau mendoakannya dalam Slamatan, sambil sesekali mengingatkan bahwa Pancung adalah hukuman bagi orang yang membangkang perintah Raja.
Dengan terpaksa kemudian Penghulu Ahmad menjawab “ Jika hamba mendoakan slamatan Kanjeng Sultan semua hidangan tidak dapat dimakan oleh para tamu dan para Abdi akan mendapatkan malu”.
Dengan suara keras, Sultan Agung kemudian berkata lagi “Saya ingin tahu buktinya” Kiai Penghulu kemudian mengangkat sembah dan kemudian mulai berdoa, baru dua kali terdengar ucapan Amin, semua hidangan berubah bentuknya. Sesudah ucapan amin yang ketiga semua hidangan kembali menjadi mentah.
Sultan Agung kemudian merasa heran, karena mengetahui sendiri bukti dan akibatnya mengapa Kiai Penghulu selalu menolak mendoakan setiap kali Slametan. Sultan Agung kemudian menjadi lega dan senang hatinya. Sebab ia sudah yakin Kiyai Penghulu tidak ada niatan berontak. Sang Penghulu kemudian diberi hadiah berupa serban, dodot dan Cundrik.
Memahami kisah yang diselipi nilai-nilai mistis tersebut, dapat lah dipahami bahwa Sultan Agung meskipun dikisahkan sebagai Sultan yang kejam terhadap para pembangkang dan pemberontak baginda rupanya tidak segan-segan meminta maaf bahkan memberikan hadiah bagi orang-orang yang ternyata tidak terbukti melakukan pemberontakan. Ini berarti Kesultanan Mataram dibawah pemerintahan Sultan Agung dijalankan dengan professional olehnya.
Baca Juga: Biografi, Rupa dan Watak Sultan Agung Menurut Sumber Lokal dan Asing
Baca Juga: Mataram Islam, Kerajaan Yang Lahir Dari Amuk Gunung Merapi
Kisah pembangkangan Kiai Penghulu Ahmad dapat ditemui dalam Babad Sultan Agung, dalam naskah ini dijelaskan bahwa, Sultan Agung begitu menaruh hormat pada Kiai Penghulu Ahmad, sang kiyai selain diberi kedudukan yang tinggi ia juga diberi kekayaan yang banyak oleh Sultan Agung.
Meskipun diberikan kedudukan dan kekayaan oleh Sultan Agung, Kiai Ahmad tidak lagi terlihat batang hidungnya di Istana, setiap kali Istana mengadakan Slamatan ia selalu mengutus wakilnya untuk menghadiri acara.
Kejadian tersebut terus berulang-ulang dilakukan oleh Kiai Ahmad, alasannya tetap sama yaitu sakit. Berjalannya waktu, Sultan Agung merasa curiga dengan gerak-gerik Penghulu kerajaannya. Namun Kecurigaan itu tetap dikuburnya dalam-dalam.
Suatu ketika Sultan Agung mengadakan Slametan Ulang tahun dirinya, slamatan ini digelar besar-besaran, iapun kemudian mengutus para abdi dalemnya untuk memanggil Penghulu Ahmad, namun lagi-lagi Penghulu Ahmad dalam acara itu hanya mengirim wakilnya, kala itu ia menunjuk Khatib Anom untuk menggantikannya.
Mendapati kelakukan Penghulu Ahmad yang sepertinya melakukan pembangkangan itu, Sultan Agung murka, Sultan kemudian mengumpulkan pejabat tinggi kerajaan untuk dimintai keterangannya seputar gerak-gerik Penghulu Ahmad.
Menurut laporan para bawahannya, diketahui bahwa Penghulu Ahmad tidak pernah lagi ke Istana, laporan itu diperkuat oleh para Khatib Istana yang menyatakan bahwa dalam acara apapun yang mana acara tersebut di gelar di Istana, Kiai Ahmad pasti mengutus salah satu Khatib untuk mewakilinya, alasan sakit menurut keterangan para Khatib ini dipastikan di buat-buat.
Mendapati kelakuan Kiai Penghulu Ahmad yang berani membohongi Kerajaan, Sultan Agung murka besar, ia pun dikisahkan mempersiapkan hukuman mati [Pancung] bagi Penghulu Ahmad. Namun karena penasaran dengan alasan yang menyebabkan penghulu Ahmad bernai menolak dan membohngi Raja, Sultan pun kemudian memrintahkan prajurit untuk memanggil paksa Kiai Penghulu Ahmad.
Sultan Mengutus seorang Bintara dan dua orang Bupati untuk mendatangkan secara paksa Penghulu Ahmad ke Istana, pada waktu itu Istana dalam suasana Slametan Ulang Tahun Sultan Agung.
Singkat cerita, Penghulu Ahmad berhasil didatangkan ditengah-tengah acara, dan ketika Sultan memerintahkannya untuk mendoakannya dalam akhir acara, lagi-lagi Penghulu Ahmad menolaknya, malah ia menyuruh salah satu Khotib Kerajaan untuk mewakilinya.
Mendapati kelakuan penghulunya yang membangkang, Sultan Agung kemudian murka, ia kemudian mempertanyakannya kepada Penghulu Ahmad mengenai alasannya tidak mau mendoakannya dalam Slamatan, sambil sesekali mengingatkan bahwa Pancung adalah hukuman bagi orang yang membangkang perintah Raja.
Dengan terpaksa kemudian Penghulu Ahmad menjawab “ Jika hamba mendoakan slamatan Kanjeng Sultan semua hidangan tidak dapat dimakan oleh para tamu dan para Abdi akan mendapatkan malu”.
Dengan suara keras, Sultan Agung kemudian berkata lagi “Saya ingin tahu buktinya” Kiai Penghulu kemudian mengangkat sembah dan kemudian mulai berdoa, baru dua kali terdengar ucapan Amin, semua hidangan berubah bentuknya. Sesudah ucapan amin yang ketiga semua hidangan kembali menjadi mentah.
Sultan Agung kemudian merasa heran, karena mengetahui sendiri bukti dan akibatnya mengapa Kiai Penghulu selalu menolak mendoakan setiap kali Slametan. Sultan Agung kemudian menjadi lega dan senang hatinya. Sebab ia sudah yakin Kiyai Penghulu tidak ada niatan berontak. Sang Penghulu kemudian diberi hadiah berupa serban, dodot dan Cundrik.
Memahami kisah yang diselipi nilai-nilai mistis tersebut, dapat lah dipahami bahwa Sultan Agung meskipun dikisahkan sebagai Sultan yang kejam terhadap para pembangkang dan pemberontak baginda rupanya tidak segan-segan meminta maaf bahkan memberikan hadiah bagi orang-orang yang ternyata tidak terbukti melakukan pemberontakan. Ini berarti Kesultanan Mataram dibawah pemerintahan Sultan Agung dijalankan dengan professional olehnya.
Baca Juga: Biografi, Rupa dan Watak Sultan Agung Menurut Sumber Lokal dan Asing
Posting Komentar untuk "Pembangkangan Kiai Penghulu Ahmad Pada Sultan Agung"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.