Keraton Kasepuhan Cirebon - Adalah salah satu peninggalan dalam bentuk Istana yang hingga kini masih kokoh berdiri di Cirebon. Keraton ini terletak di Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon dengan luas 16 hektar yang dibatasi oleh tembok Keraton, tidak termasuk Alun-alun dan Mesjid Agung Sang Cipta Rasa.
Untuk sampai ke sana dari Jalan Lemah Wungkuk kita dapat berjalan lurus ke arah Selatan sampai tiba di Alun-alun Keraton Kasepuhan. Dari Alun-alun Keraton inilah kita dapat melihat kompleks Keraton Kasepuhan yang terletak persis di sebelah Selatan Alun-alun.
|
Keraton Kasepuhan Tanpak Dari Samping |
Sejarah Pendirian Keraton Kasepuhan
Keraton Kasepuhan pada mulanya bernama Keraton Pakungwati didirikan pada masa Pangeran Walangsungsang menjadi penguasa di Cirebon pada tahun 1470, nama Pakungwati sendiri merupakan puteri kesayangan sang Pangeran.
Nama Pakungwati digunakan sebagai nama Keraton Kesultanan Cirebon sampai pada terpecahnya Cirebon menjadi dua Kesultanan, yaitu selepas kemangkatan Panembahan Ratu II Sultan Cirebon ketiga.
Ketika Cirebon terpecah menjadi dua Kerajaan, ternyata yang menjadi Sultan di dua kerajaan itu merupakan kakak dan adik.
Kerajaan sang kakak itu kemudian dinamakan kerajaan Kasepuhan atau Kerajaan Sepuh maksudnya kerajaan yang di perintah oleh pangeran sepuh/pangeran yang lebih tua, sedangkan kerajaan yang diperintah oleh pangeran yang lebih muda disebut Kanoman, maksudnya kerajaan yang di perintah oleh pangeran Anom/pangeran yang lebih muda.
Pangeran Sepuh yang memerintah kesultanan baru itu rupanya bersinggasana di keraton Pakungwati sementara sang adik membuat keraton baru. Karena Sultan sepuh bersinggasana dikeraton lama yang bernama Pakungwati itu kemudian lama kelamaan nama Pakungwati berubah menjadi Keraton Kasepuhan. Karena dihuni oleh Sultan Sepuh.
Perubahan nama dari yang semula bernama Keraton Pakungwati menjadi Keraton Kasepuhan itu terjadi pada tahun 1678 tepat ketika Pangeran Mertawijaya menjadi Sultan pertama Kasultanan Kasepuhan.
Nama-Nama Bangunan di Komplek Keraton
Semenjak zaman Sunan Gunung Jati, alun-alun depan Keraton dinamai Sangkala Buwana, di tengah-tengahnya tumbuh sepasang baeringin jenggot, namun semenjak tahun 1930 beringin itu sudah tidak ada lagi.
Sebelah barat alun-alun berdiri bangunan masjid yang dibangun pada tahun 1422 S, atau 1500 M. oleh Wali Sanga dan masjid itu dinamai Sang Cipta Rasa, Sang= keagungan, Cipta=dibangun, Rasa=digunakan, artinya bangunan besar ini pergunakanlah untuk ibadah dan kegiatan agama.
Sebelah selatan alun-alun sebelah barat jalan menuju keraton berdiri bangunan tanpa dinding dinamai Panca Ratna, Panca=lima yang dimaksud disini hakekatnya Panca Indera atau getaran yang lima yaitu: pengucap, penghirup (hidung), pangrungu (telinga), pandeleng (mata), dan nafsu, juga panca diartikan dengan jalannya, Ratna dengan sengsem atau suka, maksudnya jalannya kesukaan.
Panca Ratna fungsinya untuk tempat seba atau menghadap para penggada desa atau kampong yang diterima oleh Demang atau Wedana Keraton. Para penggada itu setiap hari sabtu pertama diharuskan bermain sodor berkuda yaitu semacam perang rider, permainan itu disebut Sabton. Sultan sangat suka sekali melihat permainan ini, biasanya melihat dari Siti Inggil dengan para pengiringnya.
Sebelah timur jalan menuju Keraton beridir bangunan tanpa dinding dinamai Panca Niti. Panca=jalan, Niti = dari kata Nata atau Raja namun yang dimaksud disini Atasan.
Tempat perwira yang sedang melatih perang-perangan pada prajurit. Tempat istirahat setelah berbaris. Tempat jaksa yang akan menuntut hukuman mati terdakwa kepada hakim, dan apakah terdakwa itu dapat Grasi dari Raja.Tempat petugas yang mengatur keramaian atau pentasan yang diadakan Negara.
Sebelah selatan Panca Ratna dan Panca Niti membentang selokan dari barat ke timur yang dinamai kali Sipadu berfungsi sebagai pembatas antara umum dan penghuni baluarti Keraton Kasepuhan.
Diatas kali sipadu ada jembatan menuju Keraton yang dinamai Kreteg Pangrawit. Kreteg = perasaan, Pangrawit = kecil (yang dimaksud lembut/halus atau baik) artinya : orang yang melintasi jembatan ini diharapkan yang bermaksud baik-baik saja yang telah diperiksa oleh kemitan Panca Ratna.
Setelah melewati jembatan pangrawit sebelah barat jalan ada lapangan yang dinamai lapangan Gayanti, yang dahulunya Taman yang dibangun oleh Pangeran Arya Carbon Kararangen (P. Giyanti).
Sebelah timur lapangan Giyanti berdiri bangunan dari bata merah berbentuk podium dinamai siti Ingil. Sit = tanah, Inggil = tinggi (dari bahasa Cirebon). Siti Inggil dikelilingi tembok bata merah berupa candi Bentar. Candi = tumpukan, Bentar = bata. Tiap pilar diatasnya ada Candi Laras. Candi = tumpukan, Laras = sesuai. Artinya peraturan itu harus sesuai dengan ketentuan hukum.
Sebelah selatan Siti Inggil berdiri bangunan tanpa dinding menghadap ke barat dinamai Pengada atau Kubeng artinya keliling (stelincup). Pengada fungsinya untuk tempat Panca Lima.
Panca, diartikan jalannya = gerakan, Lima yang dimaksud 5 unsur aparat yaitu : Demang Dalem, Camat Dalem, Lurah Dalem, Laskar Dalem dan Kaum Dalem. Tepatnya Pengada iyu tempat tugas kelima unsur aparat itu. Didepan Pengada ditanami pohon Kepel. Kepel = genggam artinya 5 orang petugas saling menggenggam atau bersatu (bertanggung jawab bersama dalam menjalankan tugas).
Didepan Pengada sebelah selatan ada Pintu Gerbang Pengada, dahulunya berdaun pintu seroja kayu dan dijaga 2 orang Laskar bertombak. Sebelah timur gerbang pengada ada gerbang bentar, disitu ada penjaga lonceng maka gerbang itu disebut Gerbang Lonceng, sekarang loncengnya sudah tak ada lagi.
Masuk gerbang pengada kita akan sampai ke halaman yang dinamai Kemandungan, dahulunya di dekat gerbang lonceng ada bangunan dinamai Gedung Kemandungan= andalan (cagaran), gedung ini untuk penyimpanan senjata (alat perang), sebelah selatannya ada sumur yang dinamai Sumur Kemandungan untuk mencuci senjata (alat perang) pada setiap tanggal 1 s/d 10 Muharram. Sekarang gedung kemandungannya sudah tidak ada dan senjatanya dipindahkan ke Gedung Musium.
Sebelah barat kemandungan berdiri bangunan yang dinamai langgar Agung = Mushola, untuk tempat sholat orang-orang dalam, sholat taraweh, sholat Idul Fitri dan Idul Adha Sultan, Kerabat dan Kaum dalem.
Dewi Sri didepan Langgar Agung ada cungkup untuk tempat bedug, bedugnya dinamai San Magiri yang artinya bila bedug dipukul sebagai isyarat untuk memperingatkan masuknya waktu sholat agar semuanya mengerjakan sholat. Ada hadist berbunyi : Ajilu bisholati qoblal fawt wa ajilu qoblal mawt = bersholatlah sebelum lewat waktunya dan bertaubatlah sebelum mati.
Langgar Agung sampai sekarang masih dipergunakan untuk pelaksanaan selamatan bubur slabuk pada tanggal 10 Muharram, apem pada tanggal 15 safar, Mauludan pada tanggal 12 Rabiul awal (ba’da sholat isya s/d selesai), tajilan pada bulan Ramadhan, selamatan lebaran pada tanggal 1 Syawal dan penyembelihan Qurban pada tanggal 8 Dzulhijah (Idul Adha) oleh pihak Keraton.
Dari kemandungan arah ke selatan melalui gerbang yang dinamai pintu gledegan sekarang berdaun pintu teralis dari besi, dahulu dijaga 2 orang Laskar/Prajurit bertombak, bila ada orang yang masuk diperiksa dengan suara mengeledeg seperti petir maka gerbang ini dinamai Pintu Gledegan.
- Taman Bunderan Dewan Daru
Setelah melewati pintu Gledegan kita akan menemui sebiah taman yang dinamai Taman Bunderan Dewan Daru. Taman ini dibuat plan seon rolaknya dari batu cadas, ditaman ini ditamani 8 buah pohon Dewan Daru maka taman ini dinamai Taman Bunderan Dewan daru (bentuknya bundar). Bunderan = bundar yang dimaksud sepakat, Dewan = Dewa atau Mahluk Halus, Daru =cahaya, artinya : jadilah orang yang menerangi sesame mereka yang masih hidup dalam rasa kegelapan.
Ditaman ini terdapat Nandi (patung lembu kecil) = lambing kepercayaan atau hindu sebagai koleksi. Pohon Soka sebagai lambing suka (hidup bersuka hati). Patung 2 ekor macan putih merupakan lambing pajajaran. Meja dan bangku batu sama dengan yang dihalaman depan Siti Inggil. Buah meriam persembahan dari Prabu Kabunangka Pakuan, meriam ini dinamai Ki Santoma dan Nyi Santomi.
Sebelah selatan Taman Bunderan Dewan Daru terdapat batu pendek dikelilingi 8 buah pot bunga, maksudnya Lambang Kepercayaan Islam menyembah kepada Allah yang satu dzat sifatnya. Tugu ini dinamai Tugu Manunggal.
Sebelah barat Tugu Manunggal ada bangunan yang disebut Lunjuk yang artinya Petunjuk, fungsinya untuk tempat staf harian yang tugasnya melayani tamu yang mau menghadap Raja (mencatat dan melaporkan).
Sebelah timur Tugu Manunggal ada bangunan tanpa dinding yang disebut Sri Manganti . Sri = Raja, Manganti = menunggu. Artinya tempat menunggu keputusan Raja setelah melapor di Lunjuk.
Kuncung dan Kutagara Wadasan
Sebelah selatan Tugu Manunggal ada bangunan beratap sirap disebut Kuncung (Poni) fungsinya untuk tempat parker kendaraan Raja/Sultan dibangun tahun 1676 oleh Sultan Sepuh I. kuncung bergerbang putih dibuat mengandung seni khas Cirebon, bawahnya berukir Wadasan yang melambangkan manusia hidup harus mempunyai pondasi yang kuat. Atasnya berukir Mega Mendungan yang melambangkan jika sudah menjadi Pimpinan atau Raja harus bisa mengayomi bawahannya atau rakyatnya. Gapura ini disebut Gapura Kutagara Wadasan.
Sebelah selatan Kuncung terdapat ruangan sebagai serambi depan keraton yang disebut Jinem Pangrawit. Jinem = kejineman (tempat tugas), Pangrawit = dari kata rawit (kecil) yang dimaksud halus atau bagus (baik), fungsinya untuk tempat tugas Pangeran Patih atau wakil Sultan menerima tamu.
Sebelah barat dan timur Jinem Pangeawit terdapat pintu gerbang beratap tembok lengkung (hoeg/buk) berdaun pintu kayu. Kayunya dibacem dulu (direndam dengan diberi ramuan). Pintu ini disebut Pintu Buk Bacem. Pintu yang sebelah barat untuk pengunjung wisata, dan yang sebelah timur untuk keluar masuk penghuni keraton tiap hari.
Sebelah dalam Jinem Pangrawit terdapat bangunan tanpa dinding bertiang putih disebut Loos Gajah Nguling gajah mengambil dari gajah sedang nguling (menguak). Maksudnya tidak boleh boros harus irit. Loos ini dibangun oleh sultan Sepuh IX tahun 1845. Fungsinya sebagai penghubung Jinem Pangrawit dengan Bangsal pringgandani.
Sebelah dalam/selatan Loos Gajah Nguling ada ruangan yang dinamai bangsal Pringgandani mengambil nama dari cerita pewayangan, fungsinya untuk Pisowon (menghadap) para Bupati Cirebon, Kuningan, Indramayu, dan Majalengka, juga sewaktu- waktu dipakai siding para Wargi Keraton.
Sebelah barat Bangsal Pringgandani berdiri bangunan tanpa dinding yang dinamai Langgar Alit, fungsinya untuk Tadarus setelah shalat taraweh kemudian membunyikan Terbang/Gembyun, pada tanggal 15 Ramadhan diadakan selama khatam Qur’an ke I, tanggal 17 Ramadhan peringatan Nuzululul Qur’an, tanggal 20 Ramadhan maleman, tanggal 30 Ramadhan khatam ke II, tanggal 1 Syawal ba’da isya Penghulu dan kaum menerima zakat fitrah dari Sultan Sepuh sekeluarga, tanggal 27 Rajab ba’da isya diadakan isra’ mi’raj (rajaban), tanggal 15 Sya’ban diadakan Nisfu sya’ban (Rewahan), dan peringatan hari-hari besar islam hingga sekarang. Langgar Alit pernah dipugar bersamaan dengan Siti Inggil, dan lantainya diganti dengan marmer. Sebelah utara langgar Alit sejajar tembok terdapat pintu yang disebut Pintu Putri. Pintu ini menuju ke Kaputren, umum tidak boleh melalui pintu ini.
Sebelah timur Bangsal Pringandani berdiri bangunan tanpa dinding dinamai Jinem Arum yang fungsinya untuk ruang tunggu warga yang mau menghadap Sultan.
Sebelah timur Jinem arum berdiri bangunan menghadap ke utara dinamai Kaputren, fungsinya untuk tempat tinggal Putra Sultan yang laki-laki.
Sebelah dalam Bangsal pringgandani ada ruangan yang disebut Bangsal Prabayaksa. Praba = sayap, Yaksa = besar, arti maksudnya: Sultan melindungi rakyat dengan kedua tangannya yang besar seperti induk ayam melindungi anaknya dengan kedua sayapnya. Yang dimaksud disini Besar kekuasaannya. Bangsal Prabayaksa dibangun tahun 1682 oleh Sultan Sepuh I, dan fungsinya untuk tempat siding para Menteri Negara Keraton Kasepuhan.
Di Bangsal Prabayaksa terdapat meja/kursi bercat kuning gading dibuat tahun 1738, juga lampu Kristal dari Prancis tahun 1738 dan lampu storlop prasmanan dari VOC tahun 1745, ditembok bangsal terpasang tegel-tegel porselen berwarna biru dan coklat dariu VOC, tegel coklat gambarnya menandung cerita dari Injil juga piring- piring keramik dari China Dinasti Han Boe Tjie tahun 1424, 3 buah lukisan dari Belanda dan 1 buah dari Jerman tahun 1745. Ditembok bangsal Prabayaksa terdapat 4 buah relief karya Pangeran Arya Carbonkararangen tahun 1710 (adik Sultan Sepuh II). Relief ini dinamai Kembang Kanigaran artinya: lambang Kenegaraan, yang dimaksud : Sri Sultan dalam memegang tampuk kenegaraan harus welas asih pada rakyatnya.
Sebelah baratRelief terdapat pintu menuju ke bangunan yang dinamai kaputren yang fungsinya untuk tempat tinggal putra sultan yang perempuan.
Sebelah timur relief terdapat pintu menuju ruangan yang disebut Dalem Arum atau kedaton yang fungsinya untuk tempat tinggal Sultan dan keluarganya turun-temurun hingga sekarang, umum dilarang masuk.
Sebelah selatan Bangsal Prabanyaksa naik tangga terdapat ruang yang disebut Bangsal Agung Panembahan, fungsinya untuk tempat Singgasana Gusti Panembahan.
Di dalam Bangsal Agung terdapat Kursi Singgasana dengan mejanya berkaki gambar ular yang melambangkan dahulu ucapan Raja merupakan Hukum, dibelakang singgasana terdapat tempat tidur yang disebut Ranjang Kencana untuk istirahat siang Raja/sultan. Sebelah kanan dan kiri singgasana terdapat meja dan kursi untuk Permaisuri dan Putra Mahkota bila berkenan hadir.
Sekarang Bangsal Panembahan dipergunakan untuk sesaji sarana Panjang Jimat (selamatan Maulud) yang mengerjakan kaum Masjid Agung dan disaksikan oleh Sultan, Raden Ayu dan Kerabat Keraton. Waktunya ba’da isya tanggal 12 Rabiul awal, setelahs selesai diiring menuju Langgar Agung. Lantai Bangsal Agung Panembahan masih asli sejak tahun 1529, sedangkan lantai Bangsal Prabayaksa dan Pringgandani sudah diganti tahun 1934, dan Jinem Pangrawit tahun 1997.
Sebelah selatan Bangsal Agung Panembahan terdapat ruangan tanpa dinding merupakan serambi belakang yang disebut Pungkuran atau Buritan karena letaknya paling belakang, fungsinya untuk tempat sesaji sarana Maulud Nabi SAW.
Didepan Kaputren agak ke barat berdiri bangunan menghadap ke timur dinamai Dapur Mulud yang fungsinya untuk tempat memasak bila selamatan Maulid Nabi, yang memasaknya ibu-ibu Kaum Masjid Agung.
Sebelah selatan Kaputren terdapat bangunan yang dinamai Pamburatan (Pengguratan) untuk tempat menggurat (ngerik) kayu- kayu wangi bahan boreh (param) pelengkap selamatan Maulud Nabi SAW.
Memahami dari macam jenis bangunan dan kronologis pembuatan bangunan Keraton Kasepuhan (Pakungwati) sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa dahulunya bentuk keraton Kasepuhan hanya rumah besar kemudian para Sultan secara turun temurun berjasa menambah bangunan sehingga bentuknya menyatu seperti yang terlihat sekarang ini.
Posting Komentar untuk "Mengenal Keraton Kasepuhan Cirebon"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.