Rekayasa Politis Dibalik Perang Sudarma Wisuta
Perang Sudarma Wisuta, atau perang antara ayah dan anak yaitu antara Majapahit melawan Demak dikisahkan dalam Serat Darmaghandul, dalam naskah tersebut dikisahkan bahwa keruntuhan kerajaan Majapahit terjadi pada masa ini, yaitu ketika Majapahit diperintah oleh Brawijaya V dan Demak diperintah oleh Raden Fatah.
Belakangan kisah mengenai Perang Sudrma Wisuta yang digembar-gemborkan itu ternyata tidak terbukti kebenarannya, Sejarawan menyimpulkan bahwa perang Sudrama Wisuta adalah rekaya politis dari penulis Serat Darmaghandul untuk membangun image negatif terhadap Islam dan Kesultanan Demak.
Dalam Serat Darmaghandul, perang Sudarma Wisuta meletus didahului oleh ambisi Raden Fatah untuk mengkudeta Bre Kertabhumi (Brawijaya V), ayahnya sendiri, perang ini dikisahkan mendapat dukungan dari Sunan Bonang, dalam perang ini Majapahit dikisahkan dapat diruntuhkan Demak.
Dalam kisah yang dituturkan Serat Darmaghandul, Raden Fatah digambarkan sebagai orang yang tak punya rasa trimakasih, kebaikan ayahnya menghadiahkan Demak padanya dibalas dengan penghianatan, sebab ketika Demak sudah kuat, Raden Fatah menyerang Majapahit dan menghancurkannya. Begitulah gambaran asal-usul Perang Sudarma Wisuta yang ini disampaikan penulis Serat Darmaghandul.
Sementara itu dalam bukti-bukti sejarah lain, rupanya perang antara Demak Vs Majapahit tidak demikian kisahnya, memang pada masa Raden Fatah memerintah Demak pernah terjadi perang antara Majapahit Vs Demak, akan tetapi yang melatar belakangi perang tersebut tidak sebagaimana yang dikabarkan dalam Serat Darmaghandul.
Dalam Babad Tanah Jawi Demak menjadi Kerajaan yang beribu Kota di Bintara baru terjadi selepas wafatnya Brawijaya V. Selain itu dalam Prasasti Petak dan Prasasti Jiyu disebutkan bahwa Ayah Raden Fatah itu dikudeta oleh Girindra Wardhana Dyah Ranawijaya pada 1478 M.
Menurut Sejarwan persitwa wafatnya Brawijaya V akibat dikudeta oleh Girinndra Wardhana Dyah Ranawijaya inilah yang kemudian menyebabkan Raden Fatah selaku anak dari Brawijaya V mengamuk, Demak kemudian menyerang Majapahit yang waktu itu dirajai oleh Girinndra Wardhana.
Dalam perang itu, Demak berhasil mengalahkan Girinndra Wardhana, meskipun demikian, Raden Fatah mengampuninya, karena Istri Girinndra Wardhana ini merupakan adik bungsu dari Raden Fatah. Selepas peristiwa peperangan ini Majapahit statusnya menjadi keadipatian Bawahan Demak, waktu itu Ibukota Majapahit telah dipindahkan ke Daha (Kediri).
Pada tahun 1518 Raden Fatah wafat, digantikan oleh Patih Unus sampai tahun 1521, wafatnya Patih Unus menimbulkan pertentangan dan perebutan tahta di Demak, meskipun pada akhirnya Pangeran Trenggono naik tahta menjadi Sultan Demak ke III pada 1521.
Kisruh perbutan tahta yang terjadi di Demak dimanfaatkan oleh Majapahit, Ranawijaya bekerja sama dengan Portugis untuk meruntuhkan Demak, Majapahit yang waktu itu menjadi bawahan Demak ingin segera merdeka dan kembali menjadi penguasa di Jawa.
Kabar mengenai adanya kerjasama antara Majapahit dan Portugis ini dikisahkan dalam Kronik Cina dari kuil Sam-Po-Kong, dalam berita ini disebutkan bahwa pada 1517 Pa-Bu-Ta-La (Raja Majapahit) bekerja sama dengan bangsa asing dari Mo-Lok-Sea (Maksudnya Portugis di Malaka), untuk melawan Demak. Kerja sama keduanya ini kemudian membuat marah Demak.
Maka pada tahun 1524 Pasukan Demak yang dipimpin oleh Sunan Ngundung menyerang Majapahit, dalam serangan ini Sunan Ngundung tewas ditangan Raden Kusen, Panglima Perang Majapahit.
Pada tahun 1527 Demak kembali menyerang Majapahit, kali ini serangan dipimpin oleh Sunan Kudus, serangan ini kemudian berhasil mematahkan Majapahit. Barulah pada tahun ini Majapahit yang kala itu beribu kota di Daha benar-benar runtuh.
Sisa-sisa pejabat Majapahit yang masih hidup banyak yang melarikan diri ke berbagai daerah, diantaranya ke Bali, Sunda dan bebrapa pegunungan yang ada di wilayah Jawa Timur.Pada masa ini Raja yang memerintah di Demak dalam Kronik Cina disebut dengan nama Tung-Ka-Lo (Ejaan Cina untuk Sultan Trenggono).
Berdasarkan penjelasan mengenai perang antara Majapahit Vs Demak sebagaimana dipaparkan di atas, maka dapatlah kemudian di mengerti bahwa tidak peranh terjadi peperangan antara Raden Fatah Dengan Ayahnya Brawijaya V, oleh karena itu perang Sudarma Wisuta yang dikabarkan dalam Serat Darmaghandul dipastikan tidak bisa dipercaya, mengingat bertentangan dengan Prasasti Jiyu dan Petak, juga bertentangan dengan khabar yang dikisahkan dalam Babad Tanah Jawi dan Kronik Cina.
Kesimpulannya memang perang antara Majapahit Vs Demak pernah terjadi dua kali, yaitu pada saat Demak dipimpin oleh Raden Fatah dan Sultan Trenggono.
Raden Fatah berperang dengan Majapahit karena ayahnya dikudeta oleh Giriwardana. Selepas mengalahkan Giriwardana Raden Fatah tidak mengangkat dirinya sebagai Raja Majapahit melainkan Sebagai Sultan Demak I dan memproklamirkan kerajaannya sebagai pelanjut Majapahit, sementara daerah Majapahit sendiri dijadikan sebagai daerah bawahannya.
Sementara itu Sultan Trenggono berperang dan meruntuhkan Majapahit karena mendapati Majapahit bersekutu dengan Portugis untuk menentang Demak. Waktu itu dikalangan Kesultanan-Kesultanan Islam, Portugis dianggap sebagai bangsa asing yang membahayakan kelangsungan Kesultanan-kesultanan di Nusantara, sehingga Portugis dan Sekutunya di Nusantara harus dibinasakan.
Pandangan semacam itu dilatar belakangi oleh kekejaman Portugis terhadap orang-orang Islam ketika mereka menaklukan Kesultanan Malaka, Pasai dan Ternate, sehingga Portugis dijadikan semacam musuh bersama bagi Kesultanan-Kesultanan di Nusantara waktu itu.
Belakangan kisah mengenai Perang Sudrma Wisuta yang digembar-gemborkan itu ternyata tidak terbukti kebenarannya, Sejarawan menyimpulkan bahwa perang Sudrama Wisuta adalah rekaya politis dari penulis Serat Darmaghandul untuk membangun image negatif terhadap Islam dan Kesultanan Demak.
Dalam Serat Darmaghandul, perang Sudarma Wisuta meletus didahului oleh ambisi Raden Fatah untuk mengkudeta Bre Kertabhumi (Brawijaya V), ayahnya sendiri, perang ini dikisahkan mendapat dukungan dari Sunan Bonang, dalam perang ini Majapahit dikisahkan dapat diruntuhkan Demak.
Dalam kisah yang dituturkan Serat Darmaghandul, Raden Fatah digambarkan sebagai orang yang tak punya rasa trimakasih, kebaikan ayahnya menghadiahkan Demak padanya dibalas dengan penghianatan, sebab ketika Demak sudah kuat, Raden Fatah menyerang Majapahit dan menghancurkannya. Begitulah gambaran asal-usul Perang Sudarma Wisuta yang ini disampaikan penulis Serat Darmaghandul.
Sementara itu dalam bukti-bukti sejarah lain, rupanya perang antara Demak Vs Majapahit tidak demikian kisahnya, memang pada masa Raden Fatah memerintah Demak pernah terjadi perang antara Majapahit Vs Demak, akan tetapi yang melatar belakangi perang tersebut tidak sebagaimana yang dikabarkan dalam Serat Darmaghandul.
Dalam Babad Tanah Jawi Demak menjadi Kerajaan yang beribu Kota di Bintara baru terjadi selepas wafatnya Brawijaya V. Selain itu dalam Prasasti Petak dan Prasasti Jiyu disebutkan bahwa Ayah Raden Fatah itu dikudeta oleh Girindra Wardhana Dyah Ranawijaya pada 1478 M.
Menurut Sejarwan persitwa wafatnya Brawijaya V akibat dikudeta oleh Girinndra Wardhana Dyah Ranawijaya inilah yang kemudian menyebabkan Raden Fatah selaku anak dari Brawijaya V mengamuk, Demak kemudian menyerang Majapahit yang waktu itu dirajai oleh Girinndra Wardhana.
Dalam perang itu, Demak berhasil mengalahkan Girinndra Wardhana, meskipun demikian, Raden Fatah mengampuninya, karena Istri Girinndra Wardhana ini merupakan adik bungsu dari Raden Fatah. Selepas peristiwa peperangan ini Majapahit statusnya menjadi keadipatian Bawahan Demak, waktu itu Ibukota Majapahit telah dipindahkan ke Daha (Kediri).
Pada tahun 1518 Raden Fatah wafat, digantikan oleh Patih Unus sampai tahun 1521, wafatnya Patih Unus menimbulkan pertentangan dan perebutan tahta di Demak, meskipun pada akhirnya Pangeran Trenggono naik tahta menjadi Sultan Demak ke III pada 1521.
Kisruh perbutan tahta yang terjadi di Demak dimanfaatkan oleh Majapahit, Ranawijaya bekerja sama dengan Portugis untuk meruntuhkan Demak, Majapahit yang waktu itu menjadi bawahan Demak ingin segera merdeka dan kembali menjadi penguasa di Jawa.
Kabar mengenai adanya kerjasama antara Majapahit dan Portugis ini dikisahkan dalam Kronik Cina dari kuil Sam-Po-Kong, dalam berita ini disebutkan bahwa pada 1517 Pa-Bu-Ta-La (Raja Majapahit) bekerja sama dengan bangsa asing dari Mo-Lok-Sea (Maksudnya Portugis di Malaka), untuk melawan Demak. Kerja sama keduanya ini kemudian membuat marah Demak.
Maka pada tahun 1524 Pasukan Demak yang dipimpin oleh Sunan Ngundung menyerang Majapahit, dalam serangan ini Sunan Ngundung tewas ditangan Raden Kusen, Panglima Perang Majapahit.
Pada tahun 1527 Demak kembali menyerang Majapahit, kali ini serangan dipimpin oleh Sunan Kudus, serangan ini kemudian berhasil mematahkan Majapahit. Barulah pada tahun ini Majapahit yang kala itu beribu kota di Daha benar-benar runtuh.
Sisa-sisa pejabat Majapahit yang masih hidup banyak yang melarikan diri ke berbagai daerah, diantaranya ke Bali, Sunda dan bebrapa pegunungan yang ada di wilayah Jawa Timur.Pada masa ini Raja yang memerintah di Demak dalam Kronik Cina disebut dengan nama Tung-Ka-Lo (Ejaan Cina untuk Sultan Trenggono).
Berdasarkan penjelasan mengenai perang antara Majapahit Vs Demak sebagaimana dipaparkan di atas, maka dapatlah kemudian di mengerti bahwa tidak peranh terjadi peperangan antara Raden Fatah Dengan Ayahnya Brawijaya V, oleh karena itu perang Sudarma Wisuta yang dikabarkan dalam Serat Darmaghandul dipastikan tidak bisa dipercaya, mengingat bertentangan dengan Prasasti Jiyu dan Petak, juga bertentangan dengan khabar yang dikisahkan dalam Babad Tanah Jawi dan Kronik Cina.
Kesimpulannya memang perang antara Majapahit Vs Demak pernah terjadi dua kali, yaitu pada saat Demak dipimpin oleh Raden Fatah dan Sultan Trenggono.
Raden Fatah berperang dengan Majapahit karena ayahnya dikudeta oleh Giriwardana. Selepas mengalahkan Giriwardana Raden Fatah tidak mengangkat dirinya sebagai Raja Majapahit melainkan Sebagai Sultan Demak I dan memproklamirkan kerajaannya sebagai pelanjut Majapahit, sementara daerah Majapahit sendiri dijadikan sebagai daerah bawahannya.
Sementara itu Sultan Trenggono berperang dan meruntuhkan Majapahit karena mendapati Majapahit bersekutu dengan Portugis untuk menentang Demak. Waktu itu dikalangan Kesultanan-Kesultanan Islam, Portugis dianggap sebagai bangsa asing yang membahayakan kelangsungan Kesultanan-kesultanan di Nusantara, sehingga Portugis dan Sekutunya di Nusantara harus dibinasakan.
Pandangan semacam itu dilatar belakangi oleh kekejaman Portugis terhadap orang-orang Islam ketika mereka menaklukan Kesultanan Malaka, Pasai dan Ternate, sehingga Portugis dijadikan semacam musuh bersama bagi Kesultanan-Kesultanan di Nusantara waktu itu.
Posting Komentar untuk "Rekayasa Politis Dibalik Perang Sudarma Wisuta"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.