Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah Sultan Siak Ke Dua
Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah yang mempunyai nama asli Raja Buwang Asmara adalah anak dari Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah. Dalam masa pemerintahannya Tengku Buwang Asmara mengangkat anak dari Tengku Alam yang bernama Tengku Muhammad Ali sebagai Penglima Besar.
Baca Juga: Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah Sultan Siak Pertama
Pada tahun 1750 M, Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah memindahkan pusat pemerintahannya ke Mempura. Perpindahan pusat pemerintahan ini ke Mempura karena Mempura terletak dipedalaman.
Kesultanan Siak dan pada pemerintahan Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah juga merubah sebuah nama Sungai Jantan menjadi Sungai Siak. Kemudian pada pemerintahan Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah, mulai melakukan perlawanan kepada pihak kolonial Belanda, perlawanan ini sebagai reaksi perlawanan Kesultanan Siak Sri Indrapura terhadap kolonialisme.
Dengan dimulainya beberapa perjanjian yang dibentuk oleh pemerintahan Belanda yang akan diajukan dan mengikat kepada sultan, berbagai tipu dayanya dan kelicikannya sang Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah berhasil terhanyut dalam permainan kolonial Belanda.
Kemudian setelah berhasil masuk dalam sistem pemerintahan Kesultanan Siak, pemerintahan Belanda mendirikan sebuah benteng dengan maksud untuk memudahkan pemerintahan Belanda memantau daerah kekuasaan Kesultanan Siak dari tindakan kejahatan.
Pada tahun 1752 M, Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah mengabulkan keinginan Belanda untuk mendirikan benteng yang berada di Pulau Guntung. Setelah berhasil mendirikan benteng, nampak sikap asli Belanda yang arogan. Salah satunya dengan mengeksploitasi perdagangan di muara Sungai Siak.
Bentuk eksploitasi adalah dengan memungut pajak para pedagang yang melakukan aktivitas berdagang di sekitar muara Sungai Siak, pajak yang diberlakukan oleh Belanda berupa pajak pancung alas dan pajak lawang. Kejadian inilah yang menyalakan api amarah dipihak pemerintahan Kesultanan Siak, maka terjadilah aksi perlawanan kepada pemerintahan Belanda yang berada di Pulau Guntung.
Pada tahun 1752 M, terjadi serangan pihak Kesultanan Siak ke benteng Pulau Guntung sebagai basecamp pemerintahan Belanda, namun pasukan perang Belanda masih sangat kuat untuk dikalahkan. Peristiwa peperangan ini terjadi selama satu bulan lamanya, hingga akhirnya pada tahun 1760 M, pasukan perang Kesultanan Siak melakukan tipu muslihat untuk mengajukan perdamaian kepada penguasa Belanda yang berada di Benteng Pulau Guntung.
Kurang lebih 14 (empat belas) tahun pemerintahan Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah (1746-1760 M), pada saat menjelang hayatnya Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah telah berwasiat kepada anaknya yang bernama Tengku Ismail sebagai penerus estafet perjuangannya di Kesultanan Siak, wasiat tersebut berbunyi:
Sebagai pewaris tahta kerajaan maka ditunjuk putera mahkotanya yang bernama Tengku Ismail dan dinobatkan sebagai Sultan Siak ke-III dengan gelar Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah (1760-1766 M).
Baca Juga: Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah Sultan Siak Ke Tiga
Baca Juga: Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah Sultan Siak Pertama
Pada tahun 1750 M, Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah memindahkan pusat pemerintahannya ke Mempura. Perpindahan pusat pemerintahan ini ke Mempura karena Mempura terletak dipedalaman.
Kesultanan Siak dan pada pemerintahan Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah juga merubah sebuah nama Sungai Jantan menjadi Sungai Siak. Kemudian pada pemerintahan Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah, mulai melakukan perlawanan kepada pihak kolonial Belanda, perlawanan ini sebagai reaksi perlawanan Kesultanan Siak Sri Indrapura terhadap kolonialisme.
Dengan dimulainya beberapa perjanjian yang dibentuk oleh pemerintahan Belanda yang akan diajukan dan mengikat kepada sultan, berbagai tipu dayanya dan kelicikannya sang Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah berhasil terhanyut dalam permainan kolonial Belanda.
Kemudian setelah berhasil masuk dalam sistem pemerintahan Kesultanan Siak, pemerintahan Belanda mendirikan sebuah benteng dengan maksud untuk memudahkan pemerintahan Belanda memantau daerah kekuasaan Kesultanan Siak dari tindakan kejahatan.
Ilustrasi |
Bentuk eksploitasi adalah dengan memungut pajak para pedagang yang melakukan aktivitas berdagang di sekitar muara Sungai Siak, pajak yang diberlakukan oleh Belanda berupa pajak pancung alas dan pajak lawang. Kejadian inilah yang menyalakan api amarah dipihak pemerintahan Kesultanan Siak, maka terjadilah aksi perlawanan kepada pemerintahan Belanda yang berada di Pulau Guntung.
Pada tahun 1752 M, terjadi serangan pihak Kesultanan Siak ke benteng Pulau Guntung sebagai basecamp pemerintahan Belanda, namun pasukan perang Belanda masih sangat kuat untuk dikalahkan. Peristiwa peperangan ini terjadi selama satu bulan lamanya, hingga akhirnya pada tahun 1760 M, pasukan perang Kesultanan Siak melakukan tipu muslihat untuk mengajukan perdamaian kepada penguasa Belanda yang berada di Benteng Pulau Guntung.
Kurang lebih 14 (empat belas) tahun pemerintahan Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah (1746-1760 M), pada saat menjelang hayatnya Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah telah berwasiat kepada anaknya yang bernama Tengku Ismail sebagai penerus estafet perjuangannya di Kesultanan Siak, wasiat tersebut berbunyi:
“Janganlah tunduk kepada Belanda yang kafir dan penjajah itu dan jangan melakukan perang terhadap saudara, apalagi keluarga sendiri serta apabila pamanmu Raja Alamuddin datang ke negeri Siak, serahkanlah tahta Kerajaan Siak ini kepada pamanmu Raja Alamuddin“.Tepat pada tahun 1760 M, Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah mangkat di Kota Mempura dengan gelar Marhum Mempura.
Sebagai pewaris tahta kerajaan maka ditunjuk putera mahkotanya yang bernama Tengku Ismail dan dinobatkan sebagai Sultan Siak ke-III dengan gelar Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah (1760-1766 M).
Baca Juga: Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah Sultan Siak Ke Tiga
Posting Komentar untuk "Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah Sultan Siak Ke Dua"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.