Kisah Sunan Gunung Jati Membangkitkan Mayat
Kisah Sunan Gunung Jati membangkitkan mayat dikisahkan dalam beberapa naskah Cirebon, peristiwa itu terjadi ketika Sunan Gunung Jati bertemu dengan Ki Kuwu Sangkanurip. kini Sangkanurip merupakan desa yang terletak diwilayah Kabupaten Kuningan, oleh karena itu dapatlah dipahami bahwa desa ini terbilang tua, mengingat eksistensinya telah lama tercatat dalam beberapa naskah kesultanan Cirebon.
Dikisahkan bahwa, ketika Sunan Gunung Jati brsafari keliling kampung demi kampung untuk mengajarkan agama Islam diwilayah Kuningan, beliau bertemu dengan Kuwu Sangkanurip.
Ki Kuwu Sangkanurip dikisahkan sebagai seorang Kuwu yang berprofesi sebebagai penyadap tuak, Kuwu ini digambarkan sebagai seorang yang begitu berambisi pada pekerjaannya.
Pada suatu hari ketika perjalanan Sunan Gunung Jati sampai di desa Sangkanurip, beliau melihat Ki Kuwu menyadap tuak secara berlebiahan. Sebab meskipun tempat yang ia bawa untuk menampung tuak sudah penuh ia terus-terusan mengisinya.
Melihat hal itu, Sunan Gunung Jati menegurnya, katanya “ Ki Kuwu Bukankah tuak-tuak yang kau kehendaki sudah penuh, kenapa anda terus-terusan mengisinya, bukankah yang sudah kau ambil itu sudah dapat mencukupi penghidupan anak dan istrimu?”
Dengan enteng kemudian Ki Kuwu Menjawab “ Mana ada lautan yang bosan dengan air” begitu jawabnya. Mendapatkan tanggapan tersebut, Sunan Gunung Jati kemudian berkata “ Ki Kuwu jika engkau ingin agar tuakmu terus melimpah dan cepat banyak, aku punya mantranya, bacalah kalimat Syahadat ini…!”, setelah mengucapkan hal itu Sunan Gunung Jati kemudian berlalu pergi.
Ki Kuwu yang diberikan bacaan yang menurutnya aneh itu kemudian penasaran, maka iapun kemudian membaca dua kalimat Syahadat itu dengan harapan air tuak yang ia sadap keluar berlimpah banyak. Akan tetapi manakala kalimat Syahadat itu ia baca berulang-ulang, ternyata air tuak yang ia sadap dari pohonnya justru mampet, tidak lagi mengeluarkan air.
Kesal dengan keadaan itu, Ki Kuwu Sangkanurip kemudian mengejar orang yang yang memberinya kalimat itu, ia ingin memberinya pelajaran, setelah melakukan pengejaran Ki Kuwu dapat menemukan orang yang ia cari-cari, dengan rasa kesal dan marah iapun kemudian hendak menangkapnya, akan tetapi tangkapan itu tidak mengenai Sunan Gunung Jati. Sang Sunan kemudian berbalik sambil berkata “ Lihatlah di Belakangmu Ki Kuwu…!”
Selepas menengok ke Belakang, Ki Kuwu terheran-heran, sebab dibelakangnya, bergelimpangan kepengen emas yang jumlahnya banyak. Melihat itu Ki Kuwu bukan main girangnya, iapun memungut emas-emas itu dengan tertawa dan gembira. Akan tetapi manakala ia ingin mengucapkan terimakasih pada yang memberitahukan emas-emas itu, rupanya yang bersangkutan sudah tidak ada lagi ditempatnya, ia pergi entah kemana.
Selepas kejadian itu, Ki Kuwu merasa penasaran mengenai sosok pemuda yang mengajaran kalimat aneh dan memberikan banyak harta padanya, oleh karena itu ia mencari tahu mengenai siapa sesungguhnya pemuda itu.
Setelah melalui penyelidikan, diketahuilah kemudian bahwa Pemuda itu adalah Sunan Gunung Jati, wali dan Sultan dari Cirebon yang namanya begitu masyhur di tanah Pasundan. Mendapatkan fakta mengenai itu, dalam hatinya Ki Kuwu bersumpah akan mengabdi kepada Sunan Gunung Jati, dan akan mengikutinya bilamana Sunan Gunung Jati berkunjung kembali ke desanya.
Suatu ketika, rupanya Sunan Gunung Jati datang kembali ke Sangkanurip, kali ini kedatangan Sunan Gunung Jati disambut dengan penuh hormat oleh Ki Kuwu, Sang Sunan kemudian diajaknya mampir kerumahnya. Di dalam rumah tersebut, Sunan Gunung Jati disuguhi hidangan berupa panggangan ayam yang sangat sedap rasanya. Ayam itu diambil dari induk ayam yang sedang mengerami telurnya.
Ketika Sunan Gunung Jati bertanya pada Ki Kuwu, mengenai “kenapa ayam yang ia makan begitu sedap rasanya?”, maka seketika itu juga Ki Kuwu menjawabnya “bahwa ayam yang ia panggang adalah induk yang sedang mengerami telurnya”.
Mendapatkan jawaban semacam itu, Sunan Gunung Jati kemudian menasehati Ki Kuwu, katanya “ Ki Kuwu janganlah engkau begitu tega dengan memishkan Induk ayam dengan calon anaknya, hal itu tidak baik”, mendengar nasehat itu, Ki Kuwu hayanya diam saja. Akan tetapi ketika Ki Kuwu merasa malu dengan perbuatannya, maka sekoyong-koyong Sunan Gunung Jati membangkitkan ayam yang sudah menjadi tulang belulang itu hidup kembali, ayam itu kemudian melesat dan mengerami telur-telurnya kembali.
Menyaksikan peristiwa itu, Ki Kuwu Sangkanurip hanya terpaku dan keheranan, iapun kemudian memohon kepaa Sunan Gunung Jati untuk dapat mengijinkanya mengabdi pada Sang Sunan, maka selepas peristiwa itu, Ki Kuwu Sangkanurip masuk agama Islam dan menyatakan diri bahwa wilayahnya dibawah kekuasaan Cirebon.
Begitulah kisah mengenai Sunan Gunung Jati yang dapat membangkitkan mayat ayam yang sebelumnya telah menjadi tulang belulang karena dimasak dan dimakan. Kesaktian-kesaktian Sunan Gunung Jati yang tentunya karena Izin Allah itu adalah bagain dari karomah yang dimiliki oleh para kekasih Allah.
Karomah-karomah semacam itu pada akhirnya dapat menarik sebagaian pembesar di Pasundan untuk masuk agama Islam secara sukarela. Terlepas dari benar atau tidaknya kisah ini, yang jelas begitulah kisah yang diturunkan dari naskah-nakah Cirebon yang kini sebagiannya tersimpan dalam perpustakaan Keraton.
Dikisahkan bahwa, ketika Sunan Gunung Jati brsafari keliling kampung demi kampung untuk mengajarkan agama Islam diwilayah Kuningan, beliau bertemu dengan Kuwu Sangkanurip.
Ki Kuwu Sangkanurip dikisahkan sebagai seorang Kuwu yang berprofesi sebebagai penyadap tuak, Kuwu ini digambarkan sebagai seorang yang begitu berambisi pada pekerjaannya.
Pada suatu hari ketika perjalanan Sunan Gunung Jati sampai di desa Sangkanurip, beliau melihat Ki Kuwu menyadap tuak secara berlebiahan. Sebab meskipun tempat yang ia bawa untuk menampung tuak sudah penuh ia terus-terusan mengisinya.
Melihat hal itu, Sunan Gunung Jati menegurnya, katanya “ Ki Kuwu Bukankah tuak-tuak yang kau kehendaki sudah penuh, kenapa anda terus-terusan mengisinya, bukankah yang sudah kau ambil itu sudah dapat mencukupi penghidupan anak dan istrimu?”
Dengan enteng kemudian Ki Kuwu Menjawab “ Mana ada lautan yang bosan dengan air” begitu jawabnya. Mendapatkan tanggapan tersebut, Sunan Gunung Jati kemudian berkata “ Ki Kuwu jika engkau ingin agar tuakmu terus melimpah dan cepat banyak, aku punya mantranya, bacalah kalimat Syahadat ini…!”, setelah mengucapkan hal itu Sunan Gunung Jati kemudian berlalu pergi.
Ki Kuwu yang diberikan bacaan yang menurutnya aneh itu kemudian penasaran, maka iapun kemudian membaca dua kalimat Syahadat itu dengan harapan air tuak yang ia sadap keluar berlimpah banyak. Akan tetapi manakala kalimat Syahadat itu ia baca berulang-ulang, ternyata air tuak yang ia sadap dari pohonnya justru mampet, tidak lagi mengeluarkan air.
Kesal dengan keadaan itu, Ki Kuwu Sangkanurip kemudian mengejar orang yang yang memberinya kalimat itu, ia ingin memberinya pelajaran, setelah melakukan pengejaran Ki Kuwu dapat menemukan orang yang ia cari-cari, dengan rasa kesal dan marah iapun kemudian hendak menangkapnya, akan tetapi tangkapan itu tidak mengenai Sunan Gunung Jati. Sang Sunan kemudian berbalik sambil berkata “ Lihatlah di Belakangmu Ki Kuwu…!”
Selepas menengok ke Belakang, Ki Kuwu terheran-heran, sebab dibelakangnya, bergelimpangan kepengen emas yang jumlahnya banyak. Melihat itu Ki Kuwu bukan main girangnya, iapun memungut emas-emas itu dengan tertawa dan gembira. Akan tetapi manakala ia ingin mengucapkan terimakasih pada yang memberitahukan emas-emas itu, rupanya yang bersangkutan sudah tidak ada lagi ditempatnya, ia pergi entah kemana.
Selepas kejadian itu, Ki Kuwu merasa penasaran mengenai sosok pemuda yang mengajaran kalimat aneh dan memberikan banyak harta padanya, oleh karena itu ia mencari tahu mengenai siapa sesungguhnya pemuda itu.
Setelah melalui penyelidikan, diketahuilah kemudian bahwa Pemuda itu adalah Sunan Gunung Jati, wali dan Sultan dari Cirebon yang namanya begitu masyhur di tanah Pasundan. Mendapatkan fakta mengenai itu, dalam hatinya Ki Kuwu bersumpah akan mengabdi kepada Sunan Gunung Jati, dan akan mengikutinya bilamana Sunan Gunung Jati berkunjung kembali ke desanya.
Suatu ketika, rupanya Sunan Gunung Jati datang kembali ke Sangkanurip, kali ini kedatangan Sunan Gunung Jati disambut dengan penuh hormat oleh Ki Kuwu, Sang Sunan kemudian diajaknya mampir kerumahnya. Di dalam rumah tersebut, Sunan Gunung Jati disuguhi hidangan berupa panggangan ayam yang sangat sedap rasanya. Ayam itu diambil dari induk ayam yang sedang mengerami telurnya.
Ketika Sunan Gunung Jati bertanya pada Ki Kuwu, mengenai “kenapa ayam yang ia makan begitu sedap rasanya?”, maka seketika itu juga Ki Kuwu menjawabnya “bahwa ayam yang ia panggang adalah induk yang sedang mengerami telurnya”.
Mendapatkan jawaban semacam itu, Sunan Gunung Jati kemudian menasehati Ki Kuwu, katanya “ Ki Kuwu janganlah engkau begitu tega dengan memishkan Induk ayam dengan calon anaknya, hal itu tidak baik”, mendengar nasehat itu, Ki Kuwu hayanya diam saja. Akan tetapi ketika Ki Kuwu merasa malu dengan perbuatannya, maka sekoyong-koyong Sunan Gunung Jati membangkitkan ayam yang sudah menjadi tulang belulang itu hidup kembali, ayam itu kemudian melesat dan mengerami telur-telurnya kembali.
Menyaksikan peristiwa itu, Ki Kuwu Sangkanurip hanya terpaku dan keheranan, iapun kemudian memohon kepaa Sunan Gunung Jati untuk dapat mengijinkanya mengabdi pada Sang Sunan, maka selepas peristiwa itu, Ki Kuwu Sangkanurip masuk agama Islam dan menyatakan diri bahwa wilayahnya dibawah kekuasaan Cirebon.
Begitulah kisah mengenai Sunan Gunung Jati yang dapat membangkitkan mayat ayam yang sebelumnya telah menjadi tulang belulang karena dimasak dan dimakan. Kesaktian-kesaktian Sunan Gunung Jati yang tentunya karena Izin Allah itu adalah bagain dari karomah yang dimiliki oleh para kekasih Allah.
Karomah-karomah semacam itu pada akhirnya dapat menarik sebagaian pembesar di Pasundan untuk masuk agama Islam secara sukarela. Terlepas dari benar atau tidaknya kisah ini, yang jelas begitulah kisah yang diturunkan dari naskah-nakah Cirebon yang kini sebagiannya tersimpan dalam perpustakaan Keraton.
yang pas bangkai ayam tidak elok kalo ditulis mayat ayam.
BalasHapus