Masjid Agung Cirebon Dihantam Guna-Guna
Masjid Agung Cirebon pernah dihantam guna-guna, sehingga jama’ah yang beribadah didalamnya merasa tidak betah, bahkan bagi yang tidak kuat dalam menghadapi guna-guna ini ambruk menggigil kedinginan. Waktu itu di Cirebon sudah tidak ada Wali lagi, sehingga sulit untuk mengatasi serangan mistis ini, tapi di akhir cerita, guna-guna yang dipasang di atas kubah masjid itu meledak hancur berkeping-keping selepas Waliullah wanita dari Tegal datang membantu Cirebon.
Kisah diguna-gunanya Masjid Agung Cirebon terjadi ketika Cirebon diperintah oleh Panembahan Ratu, waktu itu Cirebon menjadi bawahan Mataram. Meskipun menjadi bawahan Mataram, rupanya Cirebon tetap menjadi pusat Islam di Pulau Jawa, banyak para pembesar dari kerajaan-kerajaan lain di pulau Jawa baik dari kulon, tengah maupun wetan tetap belajar Islam ke Cirebon bukan ke Mataram.
Ramainya masjid Agung Cirebon dari kunjungan Negara-negara sahabat ini rupanya menggentarkan salah satu pejabat Kerajaan Mataram yang bernama Gedeng Anis, ia takut suatu waktu Cirebon dapat menyaingi kewibawaan Mataram dan brontak.
Gedeng Anis merupakan pejabat Kerajaan Mataram yang ditugaskan untuk memantau negara-negara bawahan Mataram, ia bertanggung jawab atas gerak-gerik negara-negara bawahan Mataram, bilamana ada tanda-tanda pemberontakan ataupun gejala-gejala yang menjurus ke arah itu maka Gedeng Anis adalah orang pertama yang mencegah dan menghancukannya.
Suatu waktu, ketika Gedeng Anis memeriksa kondisi Cirebon, ia menemukan bahwa Cirebon masih menjadi pusat Islam di Jawa, meskipun waktu itu Cirebon sudah ditinggal wafat Sunan Gunung Jati, orang-orang dari berbagai negara menuntut ilmu di Cirebon, bahkan banyak anak-anak Raja, atau Adipati yang dititipkan di Cirebon untuk dididik.
Kondisi Cirebon yang seperti itu rupanya membuat khawatir Gedeng Anis, ia takut lama-kelamaan Cirebon akan lebih dihormati ketimbang Mataram, oleh karena itu untuk menanggulangi hal itu, Gedeng Anis mencoba untuk membuat Cirebon tidak lagi menjadi pusat pengajaran agama Islam.
Caranya adalah dengan memasang guna-guna di Masjid Agung Cirebon, sehingga orang yang belajar agama di Masjid Kasultanan itu lari dan tidak betah untuk belajar.
Guna-guna yang dipakai Gedeng Anis untuk melancarkan misinya itu rupanya bukan guna-guna biasa, ia meletakan guna-guna Bruang Adus (Bruang Mandi) yang dikenal ampuh dizamannya. Guna-guna itu dipasang di Petaka (Kubah) Masjid Agung Cirebon.
Selepas dipasangnya Guna-guna itu, maka benar saja, orang-orang yang ibadah dan belajar di Masjid Agung Cirebon menjadi tidak betah, sebab manakala mereka memasuki masjid, mereka merasa terbakar kepanasan, ada juga yang merasa kedinginan hingga menggigil.
Lambat laun, Masjid Agung Cirebon kemudian menjadi sepi, ditinggal oleh para Jama’ahnya, mendapati hal semacam itu Gedeng Anis bahagia hatinya, sebab kini Cirebon tidak lagi dianggap sebagai Negara bawahan yang membahayakan Mataram.
Dilain pihak, Panembahan Ratu merasa sedih hatinya, melihat kondisi Masjid yang semacam itu, meskipun demikian beliau waktu itu tidak dapat berbuat apa-apa karena tidak mampu menanggulanginya.
Selepas melakukan perenungan mendalam, Panembahan Ratu akhirnya ingat, bahwa ia masih memiliki Nenek di Tegal, neneknya itu merupakan Waliullah wanita yang kharismatiknya kurang lebih sama dengan Buyutnya Sunan Gunung Jati. Panembahan Ratu-pun kemudian berangkat ke Tegal untuk meminta bantuan. Nenek Panembahan Ratu yang dikenal sebagai waliullah wanita dari Tegal itu bernama Nyi Tegal Pengalang-ngalang.
Selepas menghadap Nyi Tegal-Pengalang-ngalang dan mengutarakan maksud dan tujuannya, Panembahan Ratu akhirnya pulang ke Cirebon besama neneknya untuk menangulangi guna-guna aneh yang menghantam masjid Agung Cirebon.
Sesampainya di Cirebon, Nyi Tegal Pengalang-ngalang kemudian langsung meninjau Masjid Agung Cirebon, mulanya ia mengamat-amati masjid itu dari luar, kemudian memasukinya, tanpa ada satu orangpun yang mengikutinya.
Setelah beberapa lama didalam masjid, Nyi Tegal Pengalang-ngalang rupanya melantunkan Adzan dengan pekikan yang sangat keras, bersamaan dengan dilantunkanya Adzan itu, terjadilah peristiwa aneh, sebab kubah masjid yang dipasangi guna-guna bruang adus itu meledak, memercikan bara api yang dahsyat hingga dentumannya mengagetkan seisi istana. Selepas peristiwa itu keadaanpun kembali seperti sediakala.
Baca Juga: Sejarah Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon
Kisah diguna-gunanya Masjid Agung Cirebon terjadi ketika Cirebon diperintah oleh Panembahan Ratu, waktu itu Cirebon menjadi bawahan Mataram. Meskipun menjadi bawahan Mataram, rupanya Cirebon tetap menjadi pusat Islam di Pulau Jawa, banyak para pembesar dari kerajaan-kerajaan lain di pulau Jawa baik dari kulon, tengah maupun wetan tetap belajar Islam ke Cirebon bukan ke Mataram.
Ramainya masjid Agung Cirebon dari kunjungan Negara-negara sahabat ini rupanya menggentarkan salah satu pejabat Kerajaan Mataram yang bernama Gedeng Anis, ia takut suatu waktu Cirebon dapat menyaingi kewibawaan Mataram dan brontak.
Masjid Agung Cirebon (Sang Cipta Rasa) 1930-an |
Suatu waktu, ketika Gedeng Anis memeriksa kondisi Cirebon, ia menemukan bahwa Cirebon masih menjadi pusat Islam di Jawa, meskipun waktu itu Cirebon sudah ditinggal wafat Sunan Gunung Jati, orang-orang dari berbagai negara menuntut ilmu di Cirebon, bahkan banyak anak-anak Raja, atau Adipati yang dititipkan di Cirebon untuk dididik.
Kondisi Cirebon yang seperti itu rupanya membuat khawatir Gedeng Anis, ia takut lama-kelamaan Cirebon akan lebih dihormati ketimbang Mataram, oleh karena itu untuk menanggulangi hal itu, Gedeng Anis mencoba untuk membuat Cirebon tidak lagi menjadi pusat pengajaran agama Islam.
Caranya adalah dengan memasang guna-guna di Masjid Agung Cirebon, sehingga orang yang belajar agama di Masjid Kasultanan itu lari dan tidak betah untuk belajar.
Guna-guna yang dipakai Gedeng Anis untuk melancarkan misinya itu rupanya bukan guna-guna biasa, ia meletakan guna-guna Bruang Adus (Bruang Mandi) yang dikenal ampuh dizamannya. Guna-guna itu dipasang di Petaka (Kubah) Masjid Agung Cirebon.
Masjid Agung Cirebon (Sang Cipta Rasa) Sekarang |
Lambat laun, Masjid Agung Cirebon kemudian menjadi sepi, ditinggal oleh para Jama’ahnya, mendapati hal semacam itu Gedeng Anis bahagia hatinya, sebab kini Cirebon tidak lagi dianggap sebagai Negara bawahan yang membahayakan Mataram.
Dilain pihak, Panembahan Ratu merasa sedih hatinya, melihat kondisi Masjid yang semacam itu, meskipun demikian beliau waktu itu tidak dapat berbuat apa-apa karena tidak mampu menanggulanginya.
Ruang Dalam Masjid Agung Cirebon |
Selepas menghadap Nyi Tegal-Pengalang-ngalang dan mengutarakan maksud dan tujuannya, Panembahan Ratu akhirnya pulang ke Cirebon besama neneknya untuk menangulangi guna-guna aneh yang menghantam masjid Agung Cirebon.
Sesampainya di Cirebon, Nyi Tegal Pengalang-ngalang kemudian langsung meninjau Masjid Agung Cirebon, mulanya ia mengamat-amati masjid itu dari luar, kemudian memasukinya, tanpa ada satu orangpun yang mengikutinya.
Setelah beberapa lama didalam masjid, Nyi Tegal Pengalang-ngalang rupanya melantunkan Adzan dengan pekikan yang sangat keras, bersamaan dengan dilantunkanya Adzan itu, terjadilah peristiwa aneh, sebab kubah masjid yang dipasangi guna-guna bruang adus itu meledak, memercikan bara api yang dahsyat hingga dentumannya mengagetkan seisi istana. Selepas peristiwa itu keadaanpun kembali seperti sediakala.
Baca Juga: Sejarah Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon
Cerita ngarang, cerbon bawahan Mataram.. Bukan bawahan tp skutu krn ada ikatan emosional..klo cerbon di takhlukan, kerajaan/Kesultanan lain yg di tatar pasundan yg satu kturunan dr pajajaran, akan bersatu mlawan mataram.. Krn dl jg Majapahit blm pernah menginvasi pasundan. Mataram paham itu. Makanya cm di jadi kan skutu..
BalasHapus