Lahirnya Transmigrasi Di Indonesia
Lahirnya Transmigrasi atau kegiatan memindahkan penduduk secara besar-besaran ke suatu wilayah yang masih tidak berpenghuni dimulai sejak Indonesia di jajah Belanda, konsepnya sudah dirancang sejak Tahun 1890 meskipun implementasinya baru dilaksanakan pada Tahun 1901.
Timbulnya gagasan untuk menerapkan Transmigrasi di Indonesia berkaitan dengan perpolitiakan di Belanda, Tahun 1890-1890 Partai Buruh di Belanda menjadi pemenang Pemilu menyingkirkan lawannya yang berkuasa sejak lama, sehinga kebijakan politik yang diambil Pemerintah Belanda di wilayah jajahan termasuk didalamnya pada Indonesia berubah drastis, dari yang semula mengangap wilayah jajahan hanya sebagai sapi perah, berubah sedikit manusiawi. Mereka menghendaki agar orang-orang diwilayah jajahan hendaknya diberi balas budi karena turut memakmurkan Belanda dari kekayaan yang diambil dari wilayah jajahan.
Gagasan pemberian balas budi untuk orang-orang dan daerah jajahan Belanda tersebut digagas oleh seorang Belanda bernama Mr Van Deventer pada tahun 1890, mulanya gagasan balas budi ini diacuhkan oleh Pemerintah Belanda, namun karena kuatnya tuntutan dari orang-orang progresif yang berasal dari Partai buruh akhirnya gagasan dan tuntutan tersebut diterima pada Tahun 1901.
Dalam sejarah disebutkan bahwa tuntutan pemberian balas budi untuk wilayah jajahan Belanda di Indonesia itu disebut dengan Politik Balas Budi atau Politik Etika. Balas budi yang diberikan Belanda pada wilayah jajahan tidak berupa uang langsung, melainkan dalam bentuk jasa, dimana jasa tersebut diatur sedemikian rupa agar orang-orang di wilayah jajahan dapat hidup makmur.
Sebelum tahun 1901, kondisi rakyat pribumi amat memprihatinkan tingkat buta huruf tinggi, tingkat pengaguran membludag, kemiskinan meraja lela walaupun disisi lain para Pejabat Kolonial bergelimang harta. Konsep Balas Budi yang dirancang Mr Van Deventer dirumuskan dalam 3 rumusan, yaitu edukasi, irigasi dan transmigrasi.
Edukasi yang diterapkan sebagai politik balas Budi adalah pendidikan ala barat, pribumi diperbolehkan sekolah di sekolah-sekolah ala barat yang dibuat pemerintah Belanda secara khusus.
Irigasi yang diterapkan sebagai politik balas Budi adalah pengambil alihan tanggungjawab irigasi untuk sawah-sawah rakyat dari yang semula tidak dikelola secara professional kemudian dikelola oleh Belanda dengan professional, caranya dengan membangun parit, bendungan dan lain sebagainya untuk keperluan irigasi pertanian rakyat jajahan.
Transmigrasi yang diterapkan sebagai politik balas Budi adalah memindahkan rakyat-rakyat miskin di daerah padat penduduk untuk ditempatkan ke wilayah yang kosong dengan diberikan hak untuk menggarap lahan-lahan kosong yang sebelumnya dipersiapkan pemerintah Belanda.
Pada prakteknya, meskipun politik balas budi yang diterapkan Belanda itu bertujuan untuk memakmurkan rakyatnya akan tetapi pada kenyatannya Belanda tetap juga memanfaatkan kondisi semacam itu untuk meraup keuntungan dan menindas.
Pribumi yang sudah sekolah di sekolah-sekolah Belanda dijadikan sebagai karyawan bergajih murah yang ditempatkan diperusahaan-perusahaan Belanda.
Sawah-sawah pribumi yang sudah bagus karena terdampak proyek irigasi dipaksa dijual dan disewakan pada para pengusaha, sehingga pemilik sawah akan mendapatkan sewanya saja, sementara keuntungan yang berlipat-lipat dari hasil pertanian yang melimpah dinikmati pengusaha dan pemerintah Belanda.
Para Transmigran yang mulanya direncanakan menempati tanah-tanah baru untuk kemakmurannya dibebani pekerjaan tambahan, sebab dilingkungan Transmigrasi Belanda memonopoli hasil pertanian serta mendirikan pabrik hasil pertanian dengan orang-orang transmigran sebagai karyawannya, mereka dipekerjakan upah yang sangat rendah.
Begitulah sejarah kemunculan transmigrasi di Indonesia, kemunculannya berbarengan dengan eduksi dan irigasi, ketiganya berasal butir-butir tuntutan politik balas budi yang dirancang oleh Mr Van Deventer.
Timbulnya gagasan untuk menerapkan Transmigrasi di Indonesia berkaitan dengan perpolitiakan di Belanda, Tahun 1890-1890 Partai Buruh di Belanda menjadi pemenang Pemilu menyingkirkan lawannya yang berkuasa sejak lama, sehinga kebijakan politik yang diambil Pemerintah Belanda di wilayah jajahan termasuk didalamnya pada Indonesia berubah drastis, dari yang semula mengangap wilayah jajahan hanya sebagai sapi perah, berubah sedikit manusiawi. Mereka menghendaki agar orang-orang diwilayah jajahan hendaknya diberi balas budi karena turut memakmurkan Belanda dari kekayaan yang diambil dari wilayah jajahan.
Gagasan pemberian balas budi untuk orang-orang dan daerah jajahan Belanda tersebut digagas oleh seorang Belanda bernama Mr Van Deventer pada tahun 1890, mulanya gagasan balas budi ini diacuhkan oleh Pemerintah Belanda, namun karena kuatnya tuntutan dari orang-orang progresif yang berasal dari Partai buruh akhirnya gagasan dan tuntutan tersebut diterima pada Tahun 1901.
Dalam sejarah disebutkan bahwa tuntutan pemberian balas budi untuk wilayah jajahan Belanda di Indonesia itu disebut dengan Politik Balas Budi atau Politik Etika. Balas budi yang diberikan Belanda pada wilayah jajahan tidak berupa uang langsung, melainkan dalam bentuk jasa, dimana jasa tersebut diatur sedemikian rupa agar orang-orang di wilayah jajahan dapat hidup makmur.
Sebelum tahun 1901, kondisi rakyat pribumi amat memprihatinkan tingkat buta huruf tinggi, tingkat pengaguran membludag, kemiskinan meraja lela walaupun disisi lain para Pejabat Kolonial bergelimang harta. Konsep Balas Budi yang dirancang Mr Van Deventer dirumuskan dalam 3 rumusan, yaitu edukasi, irigasi dan transmigrasi.
Edukasi yang diterapkan sebagai politik balas Budi adalah pendidikan ala barat, pribumi diperbolehkan sekolah di sekolah-sekolah ala barat yang dibuat pemerintah Belanda secara khusus.
Irigasi yang diterapkan sebagai politik balas Budi adalah pengambil alihan tanggungjawab irigasi untuk sawah-sawah rakyat dari yang semula tidak dikelola secara professional kemudian dikelola oleh Belanda dengan professional, caranya dengan membangun parit, bendungan dan lain sebagainya untuk keperluan irigasi pertanian rakyat jajahan.
Transmigrasi yang diterapkan sebagai politik balas Budi adalah memindahkan rakyat-rakyat miskin di daerah padat penduduk untuk ditempatkan ke wilayah yang kosong dengan diberikan hak untuk menggarap lahan-lahan kosong yang sebelumnya dipersiapkan pemerintah Belanda.
Pada prakteknya, meskipun politik balas budi yang diterapkan Belanda itu bertujuan untuk memakmurkan rakyatnya akan tetapi pada kenyatannya Belanda tetap juga memanfaatkan kondisi semacam itu untuk meraup keuntungan dan menindas.
Pribumi yang sudah sekolah di sekolah-sekolah Belanda dijadikan sebagai karyawan bergajih murah yang ditempatkan diperusahaan-perusahaan Belanda.
Sawah-sawah pribumi yang sudah bagus karena terdampak proyek irigasi dipaksa dijual dan disewakan pada para pengusaha, sehingga pemilik sawah akan mendapatkan sewanya saja, sementara keuntungan yang berlipat-lipat dari hasil pertanian yang melimpah dinikmati pengusaha dan pemerintah Belanda.
Para Transmigran yang mulanya direncanakan menempati tanah-tanah baru untuk kemakmurannya dibebani pekerjaan tambahan, sebab dilingkungan Transmigrasi Belanda memonopoli hasil pertanian serta mendirikan pabrik hasil pertanian dengan orang-orang transmigran sebagai karyawannya, mereka dipekerjakan upah yang sangat rendah.
Begitulah sejarah kemunculan transmigrasi di Indonesia, kemunculannya berbarengan dengan eduksi dan irigasi, ketiganya berasal butir-butir tuntutan politik balas budi yang dirancang oleh Mr Van Deventer.
Posting Komentar untuk "Lahirnya Transmigrasi Di Indonesia"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.