Pangeran Wangsakerta Cirebon
Pangeran Wangsakerta hidup ketika Cirebon diguncang gonjang-ganjing karena terjepit diantara kekuatan besar di pulau Jawa yang saling menancapkan pengaruhnya masing-masing, yaitu Kesultanan Mataram di Timur serta Kesultanan Banten dan VOC Belanda di barat. Cirebon yang kala itu sedang rapuh diperebutkan oleh ketiga kekuatan tersebut.
Pangeran Wangsakerta dalam catatan Naskah Mertasinga adalah anak Panembahan Girilaya Sultan Cirebon ke tiga. Panembahan Girilaya mempunyai dua orang Permaisuri yaitu (1) Rara Kerta yang melahirkan Pangeran Sepuh atau Pangeran Mertawijaya (2) Ratu Mas Kirani yang melahirkan Pangeran Emas atau Pangeran Wangsakerta dan Pangeran Anomsada atau Pangeran Kertawijaya.
Pangeran Wangsakerta begitu terkenal karena namanya tercantum sebagai daftar pustaka di dalam Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari Karya Pangeran Arya Carbon atau Pangeran Karangrangen yang ditulis pada Tahun 1720. Kalimat terakhir naskah tersebut memberitakan, bahwa naskah tersebut disusun oleh Pangeran Arya Carbon berdasarkan naskah Pustaka Nagara Kretabhumi karya Pangeran Wangsakerta.
Dari Kabar yang tercantum dalam Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari juga diketahui bahwa selama hidupnya Pangeran Wangsakerta menghasilkan karya tulis yang diberi nama Naskah Pustaka Nagara Kretabhumi. Meskipun demikian naskah karya Pangeran Wangsakerta tersebut ternyata sudah hilang, dan tidak ditemukan di Keraton Cirebon.
Berlalunya waktu, ketika Naskah Pustaka Nagara Kretabhumi salinannya ditemukan, nama Pangeran Wangsakerta kembali mencuat, mengingat isi dari naskah Pustaka Nagara Kretabhumi mencengangkan banyak pihak. Isinya dianggap sangat valid, penyusunannya seperti penyusunan buku-buku moderen, disertai kata sambutan, isi buku dan referensi yang digunakanpun dicantumkan. Sebagian orang menganggap bahwa naskah Pustaka Nagara Kretabhumi yang telah ditemukan adalah naskah palsu, sementara sebagian lainnya menganggap asli.
Pangeran Wangsakerta dalam catatan Naskah Mertasinga adalah anak Panembahan Girilaya Sultan Cirebon ke tiga. Panembahan Girilaya mempunyai dua orang Permaisuri yaitu (1) Rara Kerta yang melahirkan Pangeran Sepuh atau Pangeran Mertawijaya (2) Ratu Mas Kirani yang melahirkan Pangeran Emas atau Pangeran Wangsakerta dan Pangeran Anomsada atau Pangeran Kertawijaya.
Pangeran Wangsakerta begitu terkenal karena namanya tercantum sebagai daftar pustaka di dalam Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari Karya Pangeran Arya Carbon atau Pangeran Karangrangen yang ditulis pada Tahun 1720. Kalimat terakhir naskah tersebut memberitakan, bahwa naskah tersebut disusun oleh Pangeran Arya Carbon berdasarkan naskah Pustaka Nagara Kretabhumi karya Pangeran Wangsakerta.
Dari Kabar yang tercantum dalam Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari juga diketahui bahwa selama hidupnya Pangeran Wangsakerta menghasilkan karya tulis yang diberi nama Naskah Pustaka Nagara Kretabhumi. Meskipun demikian naskah karya Pangeran Wangsakerta tersebut ternyata sudah hilang, dan tidak ditemukan di Keraton Cirebon.
Berlalunya waktu, ketika Naskah Pustaka Nagara Kretabhumi salinannya ditemukan, nama Pangeran Wangsakerta kembali mencuat, mengingat isi dari naskah Pustaka Nagara Kretabhumi mencengangkan banyak pihak. Isinya dianggap sangat valid, penyusunannya seperti penyusunan buku-buku moderen, disertai kata sambutan, isi buku dan referensi yang digunakanpun dicantumkan. Sebagian orang menganggap bahwa naskah Pustaka Nagara Kretabhumi yang telah ditemukan adalah naskah palsu, sementara sebagian lainnya menganggap asli.
Berdasarkan isi dari beberapa naskah karya Pangeran Wangsakerta yang telah ditemukan kemudian diketahui juga bahwa nama lain dari Pangeran Wangsakerta adalah Abdul Kamil Mohammad Nasaruddin, Panembahan Carbon atau Panembahan Ageung Gusti Carbon dan Panembahan Tohpati.
Selain tercantum dalam Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari serta beberapa naskah karya Pangeran Wangsakerta sendiri rupanya nama Wangsakerta juga tercantum dalam arsip VOC Belanda. Tepatnya tercantum dalam naskah perjanjian Cirebon -VOC Belanda yang ditetapkan pada Tanggal 7 Januari 1681.
Perjanjian Cirebon-VOC Belanda pada 7 Januari 1681 berisi perjanjian persahabatan yang intinya Cirebon pada tahun tersebut menjadi Kerajaan protektorat VOC Belanda, yaitu kerajaan yang kedudukannya sebagai mitra VOC Belanda yang mendapatkan keamanan dan perlindungan Belanda.
Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Sultan Kesepuhan pertama Pangeran Syamsyudin Mertawijaya, Sultan Kanoman pertama Sultan Badrudin Kertawijaya, Panembahan Ageng Gusti Cirebon atau Pangeran Wangsakerta, kemudian semua pejabat tinggi negri Cirebon yang disebut jaksa Pepitu, yakni: Raksanagara, Purbanagara, Anggadireksa, Anggadiprana, Singanagara, dan Nayapati. Penandatangan dari pihak Belanda adalah: Jackob van Dijk dan Jochem Michieles. Peristiwa ini berlangsung di keraton Kesepuhan.
Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa Pangeran Wangsakerta hidup ketika Cirebon dalam kondisi Rapuh. Pada masa Panembahan Girilaya memerintah (1649-1662), Cirebon merupakan kerajaan bawahan Mataram. Akan tetapi karena dianggap tidak loyal oleh Amangkurat I Panembahan Girilaya dan kedua Putranya Pangeran Mertawijaya dan Pangeran Kertawijaya ditahan di Kesultaan Mataram ketika berkunjung ke sana. Amangkurat I menghendaki Cirebon dibubarkan.
Baca Juga: Mertawijaya dan Kertawijaya, Calon Raja Cirebon Yang Disekap Raja Mataram
Pangeran Wangsakerta yang lolos dari upaya Penahanan Mataram kemudian tampil sebagai pejabat pengganti Sultan dengan pangkat Panembahan Carbon. Tampilnya Pangeran Wangsakerta sebagai penguasa baru Cirebon rupanya tidak di usik oleh Mataram karena pada waktu itu Amangkurat I diguncang pemberontakan Trunojoyo yang pada akhirnya menggulingkannya dari tahta.
Setelah kesultanan Mataram runtuh karena pemberontakan dan perpecahan, Banten dibawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa membawa pulang Pangeran Sepuh dan Pangeran Anomsada ke Cirebon. Setibanya di Cirebon keduanya akhirnya sama-sama diangkat menjadi Sultan Cirebon.
Pengangkatan kedua Pangeran yang baru saja diloloskan dari tahanan Mataram menjadi Sultan menandai terpecahnya Cirebon menjadi dua kerajaan, yaitu Kasepuhan dan Kanoman. Sementara di sisi lain Pangeran Wangsakerta yang sebelumnya menjadi Penguasa Cirebon juga tetap dijadikan penguasa Cirebon meskipun tanpa Istana, Pangeran Wangsakerta diberikan wilayah kekuasaan yang terpisah dari kedua saudaranya, selain itu Pangeran Wangsakerta juga dipercaya sebagai asisten Pangeran Sepuh.
Cirebon dalam pengaruh dan perlindungan Banten tidak lama, sebab selepas itu Banten digoyang perebutan tahta, Sultan Ageng Tirtayasa digulingkan oleh anaknya Sultan Haji melalui bantuan VOC Belanda. Kondisi perpolitikan yang semacam itu akhirnya menyebabkan tiga penguasa Cirebon yaitu Pangeran Sepuh, Pangeran Wangsakerta dan Pangeran Anomsada mengadakan perjanjian persahabatan dengan VOC Belanda pada 7 Januari 1681. Cirebon dibawah protektorat VOC Belanda pada akhirnya mendamaikan suasana perpolitikan di Cirebon yang sebelumnya dirundung ketidak pastian karena perpecahan dari dalam dan kemungkinan serangan dari luar.
Selepas perjanjian 7 Januari 1681 kiprah Pangeran Wangsakerta tidak diketahui lagi, tahun kewafatan dan dimana kuburnyapun terbilang masih gelap. Hanya saja dari naskah-naskah karya-karyanya yang ditemukan diketahui bahwa Pangeran Wangsakerta pernah mengadakan seminar Internasional yang diselenggarakan di Keraton Kesepuhan untuk menyusun sebuah buku sejarah tentang Nusantara, Sunda, Jawa dan sejarah-sejarah lainnya, dalam seminar internasional yang dihadiri utusan dari berbagai kerjaan nusantara itu kelak melahirkan kitab-kitab yang kemudian dikenal dengan nama “Naskah Wangsakerta”.
Selain tercantum dalam Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari serta beberapa naskah karya Pangeran Wangsakerta sendiri rupanya nama Wangsakerta juga tercantum dalam arsip VOC Belanda. Tepatnya tercantum dalam naskah perjanjian Cirebon -VOC Belanda yang ditetapkan pada Tanggal 7 Januari 1681.
Perjanjian Cirebon-VOC Belanda pada 7 Januari 1681 berisi perjanjian persahabatan yang intinya Cirebon pada tahun tersebut menjadi Kerajaan protektorat VOC Belanda, yaitu kerajaan yang kedudukannya sebagai mitra VOC Belanda yang mendapatkan keamanan dan perlindungan Belanda.
Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Sultan Kesepuhan pertama Pangeran Syamsyudin Mertawijaya, Sultan Kanoman pertama Sultan Badrudin Kertawijaya, Panembahan Ageng Gusti Cirebon atau Pangeran Wangsakerta, kemudian semua pejabat tinggi negri Cirebon yang disebut jaksa Pepitu, yakni: Raksanagara, Purbanagara, Anggadireksa, Anggadiprana, Singanagara, dan Nayapati. Penandatangan dari pihak Belanda adalah: Jackob van Dijk dan Jochem Michieles. Peristiwa ini berlangsung di keraton Kesepuhan.
Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa Pangeran Wangsakerta hidup ketika Cirebon dalam kondisi Rapuh. Pada masa Panembahan Girilaya memerintah (1649-1662), Cirebon merupakan kerajaan bawahan Mataram. Akan tetapi karena dianggap tidak loyal oleh Amangkurat I Panembahan Girilaya dan kedua Putranya Pangeran Mertawijaya dan Pangeran Kertawijaya ditahan di Kesultaan Mataram ketika berkunjung ke sana. Amangkurat I menghendaki Cirebon dibubarkan.
Baca Juga: Mertawijaya dan Kertawijaya, Calon Raja Cirebon Yang Disekap Raja Mataram
Pangeran Wangsakerta yang lolos dari upaya Penahanan Mataram kemudian tampil sebagai pejabat pengganti Sultan dengan pangkat Panembahan Carbon. Tampilnya Pangeran Wangsakerta sebagai penguasa baru Cirebon rupanya tidak di usik oleh Mataram karena pada waktu itu Amangkurat I diguncang pemberontakan Trunojoyo yang pada akhirnya menggulingkannya dari tahta.
Setelah kesultanan Mataram runtuh karena pemberontakan dan perpecahan, Banten dibawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa membawa pulang Pangeran Sepuh dan Pangeran Anomsada ke Cirebon. Setibanya di Cirebon keduanya akhirnya sama-sama diangkat menjadi Sultan Cirebon.
Pengangkatan kedua Pangeran yang baru saja diloloskan dari tahanan Mataram menjadi Sultan menandai terpecahnya Cirebon menjadi dua kerajaan, yaitu Kasepuhan dan Kanoman. Sementara di sisi lain Pangeran Wangsakerta yang sebelumnya menjadi Penguasa Cirebon juga tetap dijadikan penguasa Cirebon meskipun tanpa Istana, Pangeran Wangsakerta diberikan wilayah kekuasaan yang terpisah dari kedua saudaranya, selain itu Pangeran Wangsakerta juga dipercaya sebagai asisten Pangeran Sepuh.
Cirebon dalam pengaruh dan perlindungan Banten tidak lama, sebab selepas itu Banten digoyang perebutan tahta, Sultan Ageng Tirtayasa digulingkan oleh anaknya Sultan Haji melalui bantuan VOC Belanda. Kondisi perpolitikan yang semacam itu akhirnya menyebabkan tiga penguasa Cirebon yaitu Pangeran Sepuh, Pangeran Wangsakerta dan Pangeran Anomsada mengadakan perjanjian persahabatan dengan VOC Belanda pada 7 Januari 1681. Cirebon dibawah protektorat VOC Belanda pada akhirnya mendamaikan suasana perpolitikan di Cirebon yang sebelumnya dirundung ketidak pastian karena perpecahan dari dalam dan kemungkinan serangan dari luar.
Selepas perjanjian 7 Januari 1681 kiprah Pangeran Wangsakerta tidak diketahui lagi, tahun kewafatan dan dimana kuburnyapun terbilang masih gelap. Hanya saja dari naskah-naskah karya-karyanya yang ditemukan diketahui bahwa Pangeran Wangsakerta pernah mengadakan seminar Internasional yang diselenggarakan di Keraton Kesepuhan untuk menyusun sebuah buku sejarah tentang Nusantara, Sunda, Jawa dan sejarah-sejarah lainnya, dalam seminar internasional yang dihadiri utusan dari berbagai kerjaan nusantara itu kelak melahirkan kitab-kitab yang kemudian dikenal dengan nama “Naskah Wangsakerta”.
Posting Komentar untuk "Pangeran Wangsakerta Cirebon"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.