Empu Sedah dan Kakawin Baratayuda
Empu Sedah eksistensinya tidak dapat dilepaskan dengan Naskah Kakawin Baratayuda. Sebab memang Empu Sedah adalah penulis Kakawin Baratayuda. Menurut buku-buku sejarah yang beredar Empu Sedah adalah salah satu Pujangga Kerajaan Kediri yang hidup ketika Kediri diperintah oleh Prabu Jayabaya.
Empu Sedah menguasai sastra bahasa Sansekerta juga menguasai sastra bahasa Jawa dengan baik, kepandaiannya dalam menguasai sastra bahasa Sansekerta dan Jawa mengantarkannya terpilih sebagai seorang yang diprintah Raja untuk menggubah kisah perang Bratayuda yang semula berbahasa Sansekerta menjadi karya sastra baru dalam bahasa Jawa Kuno.
Istilah Baratayuda mengacu pada pristiwa perang Barata di India yang melibatkan pihak Pandawa dan Kurawa. Perang tersebut dimenangkan oleh pihak Pandawa sebagai pihak yang benar. Antara Pandawa dan Kurawa sebetulnya satu keluarga, yaitu sama-sama keturunan Raja di Astinapura.
Proyek penggubahan Kakawin Bratayuda adalah ambisi Prabu Jayabaya untuk membangga-banggakan dirinya dan raja-raja Kediri pendahulunya. Prabu Prawijaya memerintah Kediri pada sekitar Tahun 1135 hingga 1157 Masehi. Pada masa pemerintahannya Kediri berhasil menaklukan kerajaan Jenggala.
Sebagaimana diketahui bahwa Jenggala dan Kediri (Panjalu) pada mulanya merupakakn satu kerajaan yang disebut Kerajaan Kahuripan. Ketika Prabu Airlangga dari Kahuripan turun dari tahta kedua anak laki-lakinya sama-sama menuntut tahta, sehingga mau tidak mau Kahuripan akhirnya dibelah menjadi dua, hingga menjadi Kerajaan Kediri dan Jenggala.
Selepas kemangkatan Prabu Airlangga, Jenggala dan Panjalu terlibat persaingan sehingga menyebabkan kedua kerajaan yang sebetulnya kakak beradik tersebut berperang. Perang terjadi berlarut-larut dari Raja pertama hingga masa setelahnya. Pada masa Kediri diperintah oleh Prabu Jayabaya, Jenggala dapat dikalahkan dan digabungkan kedalam wilayah Kediri.
Peristiwa semacam itu membuat Prabu Jayabaya mencitrakan diri sebagai golongan Pandawa yang memengkan pertempuran antar keluarga dalam memperebutkan kekuasaan, dari itulah ia kemudian menugaskan Empu Bharada untuk menggubah cerita Baratayuda kedalam karya sastra Jawa. Tujuann utamanya adalah legitimasi kemenangan Jayabaya atas Jenggala.
Penulisan kakawin Baratayuda yang dilakukan Mpu Sedah tidak sampai rampung, karena Mpu Sedah dikemudian hari dipecat oleh Prabu Jayabaya karena dituduh mempunyai hubungan gelap dengan Paramesywari Kediri. Selain dipecat Mpu Sedah juga dihukum mati atas perbuatannya.
Selepas kematian Empu Sedah, untuk beberapa waktu proyek penggubahan Kakawin Baratayuda terhenti, proyek penggubahan kembali berjalan dan dapat diselesaikan ketika Prabu Brawijaya berhasil menemukan pengganti Empu Sedah, penggantinya sama cerdasnya dengan Empu Sedah. Orang yang melanjutkan penggubahan kakawin Baratayuda tersebut dikenal dengan nama Empu Panuluh.
Baca Juga: Kerajaan Kahuripan Terbelah Dua
Empu Sedah menguasai sastra bahasa Sansekerta juga menguasai sastra bahasa Jawa dengan baik, kepandaiannya dalam menguasai sastra bahasa Sansekerta dan Jawa mengantarkannya terpilih sebagai seorang yang diprintah Raja untuk menggubah kisah perang Bratayuda yang semula berbahasa Sansekerta menjadi karya sastra baru dalam bahasa Jawa Kuno.
Istilah Baratayuda mengacu pada pristiwa perang Barata di India yang melibatkan pihak Pandawa dan Kurawa. Perang tersebut dimenangkan oleh pihak Pandawa sebagai pihak yang benar. Antara Pandawa dan Kurawa sebetulnya satu keluarga, yaitu sama-sama keturunan Raja di Astinapura.
Proyek penggubahan Kakawin Bratayuda adalah ambisi Prabu Jayabaya untuk membangga-banggakan dirinya dan raja-raja Kediri pendahulunya. Prabu Prawijaya memerintah Kediri pada sekitar Tahun 1135 hingga 1157 Masehi. Pada masa pemerintahannya Kediri berhasil menaklukan kerajaan Jenggala.
Sebagaimana diketahui bahwa Jenggala dan Kediri (Panjalu) pada mulanya merupakakn satu kerajaan yang disebut Kerajaan Kahuripan. Ketika Prabu Airlangga dari Kahuripan turun dari tahta kedua anak laki-lakinya sama-sama menuntut tahta, sehingga mau tidak mau Kahuripan akhirnya dibelah menjadi dua, hingga menjadi Kerajaan Kediri dan Jenggala.
Selepas kemangkatan Prabu Airlangga, Jenggala dan Panjalu terlibat persaingan sehingga menyebabkan kedua kerajaan yang sebetulnya kakak beradik tersebut berperang. Perang terjadi berlarut-larut dari Raja pertama hingga masa setelahnya. Pada masa Kediri diperintah oleh Prabu Jayabaya, Jenggala dapat dikalahkan dan digabungkan kedalam wilayah Kediri.
Peristiwa semacam itu membuat Prabu Jayabaya mencitrakan diri sebagai golongan Pandawa yang memengkan pertempuran antar keluarga dalam memperebutkan kekuasaan, dari itulah ia kemudian menugaskan Empu Bharada untuk menggubah cerita Baratayuda kedalam karya sastra Jawa. Tujuann utamanya adalah legitimasi kemenangan Jayabaya atas Jenggala.
Penulisan kakawin Baratayuda yang dilakukan Mpu Sedah tidak sampai rampung, karena Mpu Sedah dikemudian hari dipecat oleh Prabu Jayabaya karena dituduh mempunyai hubungan gelap dengan Paramesywari Kediri. Selain dipecat Mpu Sedah juga dihukum mati atas perbuatannya.
Selepas kematian Empu Sedah, untuk beberapa waktu proyek penggubahan Kakawin Baratayuda terhenti, proyek penggubahan kembali berjalan dan dapat diselesaikan ketika Prabu Brawijaya berhasil menemukan pengganti Empu Sedah, penggantinya sama cerdasnya dengan Empu Sedah. Orang yang melanjutkan penggubahan kakawin Baratayuda tersebut dikenal dengan nama Empu Panuluh.
Baca Juga: Kerajaan Kahuripan Terbelah Dua
Posting Komentar untuk "Empu Sedah dan Kakawin Baratayuda"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.