Sejarah Kesultanan Malaka 1414-1511
Berdirinya Kesultanan Malaka dikisahkan dalam beberpa legenda (hikayat) dan kemudian dituliskan dalam buku yang diberi judul Sulalat al-Salatin (Sejarah Melayu), dalam hikayat tersebut disebutkan bahwa Raja Bintan memerintahkan Bendaharanya (Wazir atau Perdana Menteri) untuk mencari lokasi kerajaan baru. Mereka menemukan tempat yang baik, yang ditandai dengan kejadian yang luar biasa, yaitu seekor kancil albino pemberani menyerang anjing pemburu mereka, dan menendangnya masuk ke dalam air. Di tengah ‘pulau’ itu tumbuh pohon ‘Malaka’ yang nantinya akan digunakan sebagai nama kerajaan baru tersebut.
Sumber legenda menyebutkan berdirinya Malaka digagas oleh Parameswara, Pangeran Palembang yang meninggalkan kerajaannya untuk melarikan diri dari serbuan tentara Majapahit antara tahun 1379 dan 1400.
Malaka terletak di lokasi yang sangat stategis di Sungai Malaka, dengan seluruh Semenanjung sebagai pedalamannya, dan di Selat Malaka, yang menjadi rute perdagangan antara Timur Tengah, Eropa dan India, serta Cina di timur sejak zaman dahulu kala. Pelabuhan alam dan penduduknya yang terdiri dari berbagai macam orang dari pulau-pulau lainnya, khususnya Jawa, Sumatra, Bugis, yang bekerja sama untuk membuatnya menjadi kota internasional dan perdagangan yang menarik.
Kedatangan orang India, Arab dan Cina, yang memilih untuk menetap karena tertarik dengan potensinya, menarik para pedagang lain untuk datang, sehingga dengan cepat menjadi pelabuhan yang sangat dibutuhkan untuk melakukan perdagangan. Kesuksesan di bidang perdagangan pasi akan meningkatkan kekuatan poliik dan wilayah.
Pelabuhan ini memperdagangkan produk dari seluruh Kepulauan Melayu, khususnya emas, rempah-rempah, rotan, kayu wangi dan hasil hutan lainnya. Rempah-rempah dari Kepulauan Melayu menjadi perdagangan yang menguntungkan di Eropa.
Wilayah Malaka membentang hingga ke Johor-Riau yang berada di selatan, Pahang (Inderapura, dalam Hikayat) dan Terengganu di timur, dan Selangor di utara. Siak dan Kampar di Sumatra juga menjadi daerah jajahannya. Hubungannya dengan negara Cina dan India sangat kuat, dan akibatnya menarik semakin banyak pedagang dari seluruh dunia yang dikenal.
Sulalat al-Salatin tidak terbatas hanya menjelaskan tentang hubungan poliik Malaka, tetapi juga sangat memperhaikan perkawinan poliik antara Malaka dan keluarga kerajaan dari kedua negara besar antara para pangeran Malaka dengan para putri kerajaan di India dan Cina.
Tujuh Sultan memerintah Malaka, dimulai dengan pendiri Malaka yaitu Parameswara, yang memeluk agama Islam tahun 1414 dan mendapatkan gelar Sultan Iskandar Shah (kira-kira tahun 1390-1424). Dia diganikan oleh Seri Maharaja (1424- 1444), Abu Shahid Shah (1444-1445), Muzafar Shah (1445- 1456), Mansur Shah (1456-1477) dan Alauddin Riayat Shah (1477-1488) dan terakhir Mahmud Shah (1488-1511), di Malaka, yang kemudian juga memerintah di Johor dan Kampar hingga tahun 1528.
Meskipun Malaka mencapai puncak kejayaan, tetapi perpecahan tersembunyi di dalam istana yang disebabkan oleh berbagai golongan bangsawan telah menyebabkan keruntuhannya. Tak dapat dielakkan lagi bahwa pelabuhan kaya seperi Malaka memiliki musuh di seberang Selat dan seluruh wilayah Asia Tenggara.
Siam telah berperang dengan Melayu selama beberapa dekade dan telah menyerang Malaka paling sedikit tiga kali. Kerajaan Majapahit yang besar tidak dapat mentoleransi kebangkitan Sriwijaya di Sumatra ataupun keturunannya di Malaka yang terletak di Semenanjung, tetapi ketika kekuatan Majapahit sendiri melemah, Malaka berkembang menjadi lebih kuat.
Raja terakhir yaitu Mahmud, melihat kedatangan awal bangsa Portugis, yang dipukul mundur dan diusir dari pelabuhan Malaka. Kedatangan Portugis berheni hanya sejenak karena pada tahun 1511, armada Portugis dalam jumlah yang lebih besar kembali dan menembaki benteng dan kota Malaka. Malaka runtuh, Sultan dan anggota istananya melarikan diri ke Johor dan kemudian ke Bintan dan Kampar. Kesultanan tersebut bertahan sekitar 120 tahun.
Baca Juga: Bernard H.M Vlekke: Prameswara Pendiri Malaka Berbangsa Jawa
Sumber legenda menyebutkan berdirinya Malaka digagas oleh Parameswara, Pangeran Palembang yang meninggalkan kerajaannya untuk melarikan diri dari serbuan tentara Majapahit antara tahun 1379 dan 1400.
Malaka terletak di lokasi yang sangat stategis di Sungai Malaka, dengan seluruh Semenanjung sebagai pedalamannya, dan di Selat Malaka, yang menjadi rute perdagangan antara Timur Tengah, Eropa dan India, serta Cina di timur sejak zaman dahulu kala. Pelabuhan alam dan penduduknya yang terdiri dari berbagai macam orang dari pulau-pulau lainnya, khususnya Jawa, Sumatra, Bugis, yang bekerja sama untuk membuatnya menjadi kota internasional dan perdagangan yang menarik.
Kedatangan orang India, Arab dan Cina, yang memilih untuk menetap karena tertarik dengan potensinya, menarik para pedagang lain untuk datang, sehingga dengan cepat menjadi pelabuhan yang sangat dibutuhkan untuk melakukan perdagangan. Kesuksesan di bidang perdagangan pasi akan meningkatkan kekuatan poliik dan wilayah.
Pelabuhan ini memperdagangkan produk dari seluruh Kepulauan Melayu, khususnya emas, rempah-rempah, rotan, kayu wangi dan hasil hutan lainnya. Rempah-rempah dari Kepulauan Melayu menjadi perdagangan yang menguntungkan di Eropa.
Wilayah Malaka membentang hingga ke Johor-Riau yang berada di selatan, Pahang (Inderapura, dalam Hikayat) dan Terengganu di timur, dan Selangor di utara. Siak dan Kampar di Sumatra juga menjadi daerah jajahannya. Hubungannya dengan negara Cina dan India sangat kuat, dan akibatnya menarik semakin banyak pedagang dari seluruh dunia yang dikenal.
Sulalat al-Salatin tidak terbatas hanya menjelaskan tentang hubungan poliik Malaka, tetapi juga sangat memperhaikan perkawinan poliik antara Malaka dan keluarga kerajaan dari kedua negara besar antara para pangeran Malaka dengan para putri kerajaan di India dan Cina.
Tujuh Sultan memerintah Malaka, dimulai dengan pendiri Malaka yaitu Parameswara, yang memeluk agama Islam tahun 1414 dan mendapatkan gelar Sultan Iskandar Shah (kira-kira tahun 1390-1424). Dia diganikan oleh Seri Maharaja (1424- 1444), Abu Shahid Shah (1444-1445), Muzafar Shah (1445- 1456), Mansur Shah (1456-1477) dan Alauddin Riayat Shah (1477-1488) dan terakhir Mahmud Shah (1488-1511), di Malaka, yang kemudian juga memerintah di Johor dan Kampar hingga tahun 1528.
Kota Malaka Zaman Portugis |
Siam telah berperang dengan Melayu selama beberapa dekade dan telah menyerang Malaka paling sedikit tiga kali. Kerajaan Majapahit yang besar tidak dapat mentoleransi kebangkitan Sriwijaya di Sumatra ataupun keturunannya di Malaka yang terletak di Semenanjung, tetapi ketika kekuatan Majapahit sendiri melemah, Malaka berkembang menjadi lebih kuat.
Raja terakhir yaitu Mahmud, melihat kedatangan awal bangsa Portugis, yang dipukul mundur dan diusir dari pelabuhan Malaka. Kedatangan Portugis berheni hanya sejenak karena pada tahun 1511, armada Portugis dalam jumlah yang lebih besar kembali dan menembaki benteng dan kota Malaka. Malaka runtuh, Sultan dan anggota istananya melarikan diri ke Johor dan kemudian ke Bintan dan Kampar. Kesultanan tersebut bertahan sekitar 120 tahun.
Baca Juga: Bernard H.M Vlekke: Prameswara Pendiri Malaka Berbangsa Jawa
ESA HILANG DUA TERBILANG
BalasHapusPATAH TUMBUH HILANG BERGANTI
TAKKAN MELAYU HILANG DI BUMI.
Palembang hilang singapura dan tanjung pura terbilang.
Singapura hilang malaka malaka terbilang.
Malaka hilang johor dan perak terbilang. Johor hilang siak indrapura,pahang, kelantan trwngganuslangor dan johor baru terbilang.