Perang Salib VII
Perang Salib VII (1248-1254) merujuk pada peristiwa pertempuran antara pasukan Salib dan Dinasti Ayubiyah yang disebabkan oleh penghianatan pasukan Salib. Setelah masa pemerintahan Yerusalem habis sebagaimana yang tertulis dalam perjanjian, pemerintahanya akan berakhir pada tahun 1244, namun sangat disayangkan Pasukan Salib di Yerusalem dan di dukung oleh Kerajaan Yerusalem enggan memberikan kota tersebut.
Penghianatan pasukan Salib mengakibatkan Al-Malik al- Shalih, Sultan Dinasti Ayyubiah menyerang Yerusalem dan merebutnya di pertengahan tahun 1244. Peristiwa tersebut didengar oleh Paus Inosentius IV, sehingga dia menyerukan Perang Salib dalam Konsili Lyon dan memutuskan Louis IX sebagai pemimpinnya.
Hasil Perang Salib VI meskipun memberikan dampak positif bagi Pasukan Salib karena pengakuan Islam terhadap pemerintahan Kristen di Yerusalenm dan sekitarnya, namun lagi-lagi prestasi yang sudah dihasilkan tidak dihargai oleh pemimpin Katolik di Roma, mereka tidak puas terhadap Perang Salib VI tersebut.
Alasannya adalah tujuan utama Perang Salib adalah Yerusalem dan juga mengamankan wilayah-wilayah sekitarnya karena Kristen lahir di daerah tersebut. Lewat diplomasi, Frederick II pada Perang Salib VI berhasil merebut Yerusalem melalui perjanjian dan kota tersebut dimiliki oleh Pasukan Salib selama 15 tahun. Penguasaan yang sementara tersebut juga tidak disukai oleh paus yang baru terpilih di tahun 1243 yaitu Paus Inosentius IV.
Peranan besar Frederick II dalam perjanjian damai Dengan Sultan al-Kamil pada Perang Salib VI mengakibatkan Kerajaan Suci Roma tidak dapat mengikuti Perang Salib VII. Karena Pasukan Salib masih dalam perjanjian damai. Ketika Paus memerintahkan perang, mungkin akan sedikit pengikutnya. Prancis yang pada waktu itu muncul sebagai kekuatan terkuat di Eropa melalui restu Kepausan di Roma, akhirnya berangkat ke Siprus dari Marseille.
Pasukan Salib dipimpin oleh Louis IX. Pasukan Salib hanya terdiri dari Kerajaan Prancis saja karena semua kerajaan di Eropa menolak Perang Salib VII. Mengapa seperti itu, karena tiga hal. Pertama, Pasukan Salib dengan alasan apapun tidak bisa merebut Yerusalem karena keduanya sudah sepakat perjanjian damai. kedua, pada saat Perang Salib VI, Pasukan Salib tidak membawa keuntungan atau hasil jarahan berupa emas mengakibatkan kurang minatnya kerajaan Eropa untuk ikut serta. Ketiga, Kerajaan-kerajaan di Eropa tidak memiliki hubungan diplomatik yang kuat dan harmonis.
Di Siprus, pasukan Salib melewati musim dingin terlebih dahulu sebelum melakukan pertempuran. Di Siprus, pasukan Salib dipimpin oleh Louis X melakukan perundingan dengan pemimpin di Kristen di wilayah timur. Hasilnya adalah pasukan Salib berlayar menuju arah selatan untuk kembali berperang dengan dinasti Ayyubiah.
Mengapa kembali dan memilih berperang dengan Dinasti Ayyubiah, karena pada saat itu Dinasti Ayyubiah dipimpin oleh sosok yang lemah, yaitu Sultan Turansyah. Alternatif sebelumnya adalah memerangi Kerajaan Bizantium yang berpusat di Nicaea dan menguatkan Kerajaan Latin Roma di Konstantinopel, dan opsi lain adalah membantu pemerintahan Kristen di Antiokhia untuk merebut kembali Kota Sidon Turki Seljuk. Akhirnya, opsi untuk berperang melawan Dinasti Ayyubiah pada masa pemerintahan Sultan Turansyah dipilih oleh pasukan Salib.
Pada tahun 1249, pasukan Salib mendarat di Damietta kota yang sebelumnya dijadikan medan laga Perang Salib V. Penyerangan terhadap Mesir harus dilakukan, karena dengan memenangkan pertempuran, kekayaan bumi Mesir dapat dimanfaatkan demi kepentingan pasukan Salib untuk membentuk Kerajaan Surga yang makmur dan stabil.
Damietta berhasil dikuasai dengan mudah, kemudian pasukan diarahkan menuju Kairo. Sebelum sampai ke Kairo, terjadi perang di Manshurah. Di Manshurah, pasukan Salib dapat dihancurkan oleh Pasukan Mamluk. Louis X yang datang ke Mesir dengan penuh kesombongan dan keoptimisan akan memenangkan pertempuran, akhirnya harus kalah di Pertempuran Manshurah yang terjadi pada 8-11 Februari 1250. Louis juga harus menaati perjanjian, yaitu tidak menyerang Dinasti Ayyubiah setelah Pertempuran Manshurah.
Pada April 1250, Louis IX kembali tidak menaati perjanjian perang. Ia kembali mengangkat pedang melawan Dinasti Ayyubiah di Fariskur. Pertempuran Fariskur begitu pahit bagi pasukan Salib, karena selain mayoritas pasukan Salib dari Prancis banyak yang tewas, Louis IX ditawan oleh Dinasti Ayyubiah. Louis IX dapat kembali ke Prancis jika ditebus sebanyak 400.000 dinar. Louis IX bersama tawanan perang lain dikirim ke Acre yang diakui Dinasti Ayyubiah sebagai daerah Kristen. Louis IX juga tidak bolch menginjakkan kakinya lagi di Mesir jika ingin tetap hidup. Kekalahan telak Louis IX di Mesir sekaligus mengakhiri Perang Salib VII.
Penulis : Anisa Anggraeni Saldin
Editor : Sejarah Cirebon
Penghianatan pasukan Salib mengakibatkan Al-Malik al- Shalih, Sultan Dinasti Ayyubiah menyerang Yerusalem dan merebutnya di pertengahan tahun 1244. Peristiwa tersebut didengar oleh Paus Inosentius IV, sehingga dia menyerukan Perang Salib dalam Konsili Lyon dan memutuskan Louis IX sebagai pemimpinnya.
Hasil Perang Salib VI meskipun memberikan dampak positif bagi Pasukan Salib karena pengakuan Islam terhadap pemerintahan Kristen di Yerusalenm dan sekitarnya, namun lagi-lagi prestasi yang sudah dihasilkan tidak dihargai oleh pemimpin Katolik di Roma, mereka tidak puas terhadap Perang Salib VI tersebut.
Alasannya adalah tujuan utama Perang Salib adalah Yerusalem dan juga mengamankan wilayah-wilayah sekitarnya karena Kristen lahir di daerah tersebut. Lewat diplomasi, Frederick II pada Perang Salib VI berhasil merebut Yerusalem melalui perjanjian dan kota tersebut dimiliki oleh Pasukan Salib selama 15 tahun. Penguasaan yang sementara tersebut juga tidak disukai oleh paus yang baru terpilih di tahun 1243 yaitu Paus Inosentius IV.
Peranan besar Frederick II dalam perjanjian damai Dengan Sultan al-Kamil pada Perang Salib VI mengakibatkan Kerajaan Suci Roma tidak dapat mengikuti Perang Salib VII. Karena Pasukan Salib masih dalam perjanjian damai. Ketika Paus memerintahkan perang, mungkin akan sedikit pengikutnya. Prancis yang pada waktu itu muncul sebagai kekuatan terkuat di Eropa melalui restu Kepausan di Roma, akhirnya berangkat ke Siprus dari Marseille.
Pasukan Salib dipimpin oleh Louis IX. Pasukan Salib hanya terdiri dari Kerajaan Prancis saja karena semua kerajaan di Eropa menolak Perang Salib VII. Mengapa seperti itu, karena tiga hal. Pertama, Pasukan Salib dengan alasan apapun tidak bisa merebut Yerusalem karena keduanya sudah sepakat perjanjian damai. kedua, pada saat Perang Salib VI, Pasukan Salib tidak membawa keuntungan atau hasil jarahan berupa emas mengakibatkan kurang minatnya kerajaan Eropa untuk ikut serta. Ketiga, Kerajaan-kerajaan di Eropa tidak memiliki hubungan diplomatik yang kuat dan harmonis.
Di Siprus, pasukan Salib melewati musim dingin terlebih dahulu sebelum melakukan pertempuran. Di Siprus, pasukan Salib dipimpin oleh Louis X melakukan perundingan dengan pemimpin di Kristen di wilayah timur. Hasilnya adalah pasukan Salib berlayar menuju arah selatan untuk kembali berperang dengan dinasti Ayyubiah.
Mengapa kembali dan memilih berperang dengan Dinasti Ayyubiah, karena pada saat itu Dinasti Ayyubiah dipimpin oleh sosok yang lemah, yaitu Sultan Turansyah. Alternatif sebelumnya adalah memerangi Kerajaan Bizantium yang berpusat di Nicaea dan menguatkan Kerajaan Latin Roma di Konstantinopel, dan opsi lain adalah membantu pemerintahan Kristen di Antiokhia untuk merebut kembali Kota Sidon Turki Seljuk. Akhirnya, opsi untuk berperang melawan Dinasti Ayyubiah pada masa pemerintahan Sultan Turansyah dipilih oleh pasukan Salib.
Pada tahun 1249, pasukan Salib mendarat di Damietta kota yang sebelumnya dijadikan medan laga Perang Salib V. Penyerangan terhadap Mesir harus dilakukan, karena dengan memenangkan pertempuran, kekayaan bumi Mesir dapat dimanfaatkan demi kepentingan pasukan Salib untuk membentuk Kerajaan Surga yang makmur dan stabil.
Damietta berhasil dikuasai dengan mudah, kemudian pasukan diarahkan menuju Kairo. Sebelum sampai ke Kairo, terjadi perang di Manshurah. Di Manshurah, pasukan Salib dapat dihancurkan oleh Pasukan Mamluk. Louis X yang datang ke Mesir dengan penuh kesombongan dan keoptimisan akan memenangkan pertempuran, akhirnya harus kalah di Pertempuran Manshurah yang terjadi pada 8-11 Februari 1250. Louis juga harus menaati perjanjian, yaitu tidak menyerang Dinasti Ayyubiah setelah Pertempuran Manshurah.
Pada April 1250, Louis IX kembali tidak menaati perjanjian perang. Ia kembali mengangkat pedang melawan Dinasti Ayyubiah di Fariskur. Pertempuran Fariskur begitu pahit bagi pasukan Salib, karena selain mayoritas pasukan Salib dari Prancis banyak yang tewas, Louis IX ditawan oleh Dinasti Ayyubiah. Louis IX dapat kembali ke Prancis jika ditebus sebanyak 400.000 dinar. Louis IX bersama tawanan perang lain dikirim ke Acre yang diakui Dinasti Ayyubiah sebagai daerah Kristen. Louis IX juga tidak bolch menginjakkan kakinya lagi di Mesir jika ingin tetap hidup. Kekalahan telak Louis IX di Mesir sekaligus mengakhiri Perang Salib VII.
Penulis : Anisa Anggraeni Saldin
Editor : Sejarah Cirebon
Posting Komentar untuk "Perang Salib VII"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.