Adityawarman Pendiri Kerajaan Malayapura-Pagaruyung
Adityawarman adalah Raja sekaligus pendiri Kerajaan Malayapura. Adityawarman diyakini sebagai penganut agama Tantrayana, yaitu suatu aliran Sinkretisme Hindu Siwa dan Budha. Secara genetik Raja Adityawarman adalah Raja berdarah Jawa dan Melayu.
Selain dikenal sebagai Raja Malayapura, Adityawarman juga sering disebut-sebut sebagai Raja dari Kerajaan Pagaruyung hal tersebut dikarenakan Malayapura dizamannya beribu Kota di Pagaruyung. Nama Pagaruyung kemudian lebih populer dibandingkan dengan nama Kerajaan Malayapura.
Menurut Pararaton dan Kidung Panji Wijayakrama, Adityawarman yang juga disebut Tuhan Janaka dengan gelar Warmadewa lahir dari seorang Ibu yang bernama Dara Jingga. Pendapat ini didukung oleh Negara Kertagama yang menyebutkan Raden Wijaya mengambil Dara Petak sebagai permaisuri dan Dara Jingga sira alaki dewa, yaitu bersuamikan kepada seorang "dewa" (bangsawan).
Selain dikenal sebagai Raja Malayapura, Adityawarman juga sering disebut-sebut sebagai Raja dari Kerajaan Pagaruyung hal tersebut dikarenakan Malayapura dizamannya beribu Kota di Pagaruyung. Nama Pagaruyung kemudian lebih populer dibandingkan dengan nama Kerajaan Malayapura.
Kelahiran Adityawarman
Kelahiran Adityawaman masih menjadi misteri, sebab bukti-bukti sejarah yang ditemukan saling bertentangan. Menurut Prasasti Kuburajo Adityawarman adalah putra dari Adwayawarman, sedangkan menurut Prasasti Bukit Gombak disebutkan bahwa Adityawarman adalah putra dari Adwayadwaja.Menurut Pararaton dan Kidung Panji Wijayakrama, Adityawarman yang juga disebut Tuhan Janaka dengan gelar Warmadewa lahir dari seorang Ibu yang bernama Dara Jingga. Pendapat ini didukung oleh Negara Kertagama yang menyebutkan Raden Wijaya mengambil Dara Petak sebagai permaisuri dan Dara Jingga sira alaki dewa, yaitu bersuamikan kepada seorang "dewa" (bangsawan).
Sebagian sejarawan memaknai kata “sira alaki dewa” sebagai Raden Wijaya, oleh karena itu Adityawarman dianggap sebagai anak Raden Wijaya dengan Dara Jingga.
Kedatangan Dara Jingga bersama saudarinya Dara Petak ke Jawa selepas Kerajaan Singasari sukses melakukan Ekspedisi Pamalayu di Kerajaan Dharmasraya.
Kedatangan Dara Jingga bersama saudarinya Dara Petak ke Jawa selepas Kerajaan Singasari sukses melakukan Ekspedisi Pamalayu di Kerajaan Dharmasraya.
Keduanya dibawa tentara Singsari yang tergabung dalam tim Ekspedisi Pamalayu sebagai tanda takluk Kerajan Dhamasraya pada Kerajaan Singasari, keduanya bersama tentara Singasari tiba di Jawa pada tahun 1293.
Sementra itu, menurut pendapat lain, ayah Adityawarman yang disebutkan dalam prasati Bukit Gombak bernama Adwayadwaja identik dengan nama salah satu pembesar Kerajaan Singasari yang bernama Rakryän Mahåmantri Dyah Adwayabrahma yang pada tahun 1286 mengantar Arca Amoghapasa untuk dipahatkan di Dharmasraya sebagai hadiah dari Raja Singhasari Kertanagara kepada Raja Melayu Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa.
Meskipun ada silang pendapat dikalangan para sejarawan mengenai ayah Adityawarman, semuanya sepakat bahwa Dara Jingga bersuamikan pejabat penting dari Jawa. Pendapat ini dibuktikan dengan adat yang timbul kemudian di lingkungan Kerajaan Pagaruyung, dimana dalam adat tersebut pewaris tahta Kerajaan ditentukan dari pihak Ibu bukan dari pihak ayah, adat ini kemudian digunakan beratus-ratus tahun setelahnya sebagai ciri khas adat di Minangkabau.
Pada saat menjadi seorang Wreddhamantri Adityawarman pernah menempatkan Arca Mañjuçri (salah satu sosok bodhisattva) di tempat pendarmaan Jina (Buddha) dan membangun candi Buddha (Candi Jago) di Bhumi Jawa untuk menghormati orang tua dan para kerabatnya. Temuan bukti sejarah ini juga dimaknai sebagai penguat bahwa ayah Adityawarman sebagai seorang berdarah Jawa.
Selain itu, Nama Adityawarman juga disebutkan dalam Prasati Blitar (1330), dalam Prasasti tersebut Adityawarman disebut sebagai “Sang Arya Dewaraja Mpu Aditya”. Sementara dalam Piagam Bendasari terdapat istilah tanda Rakryan Makabehan yang menyatakan urutan jabatan di Majapahit setelah raja, di mana disebutkan secara berurutan dimulai dengan jabatan Wreddamantri Garyya Dewaraja Empu Aditya, Sang Aryya Dhiraraja Empu Narayana, Rakyan Mapatih Ring Majapahit Empu Gajah Mada, dan seterusnya. Dengan demikian jelas terlihat bahwa kedudukan Adityawarman begitu sangat tinggi, bahkan ia melebihi kedudukan Patih Gajah Mada.
Memahami dari sumber-sumber sejarah seputar Adityawarman di atas, dapatlah dimengerti bahwa Adityawarman dimungkinkan sebagai kerabat Raja, maka juga pantas baginya jika menduduki pangkat yang tinggi sebagai Wreddhamantri.
Kemudian pada tahun 1347 M (Prasasti Amogphasa) Adityawarman mendirikan kerajaan baru bernama Malayapura dengan gelar Maharajadiraja Srimat Sri Udayadityawarma Pratāpaparākrama Rājendra Maulimāli Warmadewa pada tahun 1374 (Prasasti Sauraso I), sebagai kelanjutan kerajaan Melayu sebelumnya.
Sementra itu, menurut pendapat lain, ayah Adityawarman yang disebutkan dalam prasati Bukit Gombak bernama Adwayadwaja identik dengan nama salah satu pembesar Kerajaan Singasari yang bernama Rakryän Mahåmantri Dyah Adwayabrahma yang pada tahun 1286 mengantar Arca Amoghapasa untuk dipahatkan di Dharmasraya sebagai hadiah dari Raja Singhasari Kertanagara kepada Raja Melayu Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa.
Meskipun ada silang pendapat dikalangan para sejarawan mengenai ayah Adityawarman, semuanya sepakat bahwa Dara Jingga bersuamikan pejabat penting dari Jawa. Pendapat ini dibuktikan dengan adat yang timbul kemudian di lingkungan Kerajaan Pagaruyung, dimana dalam adat tersebut pewaris tahta Kerajaan ditentukan dari pihak Ibu bukan dari pihak ayah, adat ini kemudian digunakan beratus-ratus tahun setelahnya sebagai ciri khas adat di Minangkabau.
Adityawarman Mengabdi di Majapahit
Menurut Prasasti Manjusri (1343) Adityawarman pada masa pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi (Penguasa Majapahit ke 3 Pengganti Jayanagara) diangkat sebagai Wreddhamantri (Mentri Besar/Senior).Pada saat menjadi seorang Wreddhamantri Adityawarman pernah menempatkan Arca Mañjuçri (salah satu sosok bodhisattva) di tempat pendarmaan Jina (Buddha) dan membangun candi Buddha (Candi Jago) di Bhumi Jawa untuk menghormati orang tua dan para kerabatnya. Temuan bukti sejarah ini juga dimaknai sebagai penguat bahwa ayah Adityawarman sebagai seorang berdarah Jawa.
Selain itu, Nama Adityawarman juga disebutkan dalam Prasati Blitar (1330), dalam Prasasti tersebut Adityawarman disebut sebagai “Sang Arya Dewaraja Mpu Aditya”. Sementara dalam Piagam Bendasari terdapat istilah tanda Rakryan Makabehan yang menyatakan urutan jabatan di Majapahit setelah raja, di mana disebutkan secara berurutan dimulai dengan jabatan Wreddamantri Garyya Dewaraja Empu Aditya, Sang Aryya Dhiraraja Empu Narayana, Rakyan Mapatih Ring Majapahit Empu Gajah Mada, dan seterusnya. Dengan demikian jelas terlihat bahwa kedudukan Adityawarman begitu sangat tinggi, bahkan ia melebihi kedudukan Patih Gajah Mada.
Memahami dari sumber-sumber sejarah seputar Adityawarman di atas, dapatlah dimengerti bahwa Adityawarman dimungkinkan sebagai kerabat Raja, maka juga pantas baginya jika menduduki pangkat yang tinggi sebagai Wreddhamantri.
Adityawarman di Utus Majapahit untuk Menaklukan Sumatra
Pada tahun 1339 Adityawarman dikirim sebagai uparaja atau raja bawahan Majapahit ke wilayah Swarnnabhumi (Pulau Sumatera) untuk menjalankan beberapa misi penaklukkan pada kerajaan-kerajaan yang ada di pulau Sumatra.Kemudian pada tahun 1347 M (Prasasti Amogphasa) Adityawarman mendirikan kerajaan baru bernama Malayapura dengan gelar Maharajadiraja Srimat Sri Udayadityawarma Pratāpaparākrama Rājendra Maulimāli Warmadewa pada tahun 1374 (Prasasti Sauraso I), sebagai kelanjutan kerajaan Melayu sebelumnya.
Selain Malayapura, menurut prasasti Kuburajo bahwa Kerajaan yang didirikan Adityawarman juga bernama "Kanakamedini" (Swarnnadwipa)
Misi Adityawarman di Sumatra rupanya berhasil, ia mampu menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di Sumatra untuk digabungkan menjadi satu kerajaan besar dibawah komandonya, hal tersebut tergambar dari gelar yang disandangnya “Maharajadiraja Srimat Sri Udayadityawarma Pratāpaparākrama Rājendra Maulimāli Warmadewa”
Misi Adityawarman di Sumatra rupanya berhasil, ia mampu menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di Sumatra untuk digabungkan menjadi satu kerajaan besar dibawah komandonya, hal tersebut tergambar dari gelar yang disandangnya “Maharajadiraja Srimat Sri Udayadityawarma Pratāpaparākrama Rājendra Maulimāli Warmadewa”
Gelar itu secara tegas menjelaskan bahwa ia menjadi Raja dari dinasti-dinasti yang sebelumnya berkuasa di Sumatra, yaitu Dinasti Mauli=Sriwijaya/Dharmasraya dan Dinasti Rajendra=Dinasti Chola yang pernah memerintah Sriwijaya/Sumatra.
Batu Pasurek (prasasti) yang ditemukan di atas pusara Adityawarman bertuliskan aksara Jawa Kuno dengan bahasa sanskerta, berukuran lebar 25 Cm, tinggi 80 Cm dengan ketebalan 10 Cm serta berat sekitar 50 Kg, didalamnya terdapat tulisan yang menjelaskan kemakmuran Kerajaan Pagaruyuang dizamannya.
Selepas mangkatnya Adityawarman, yang menjabat sebagai Raja Kerajan Malayapura/Pagaruyung selanjutnya adalah Ananggawarman anak tertuanya.
Menurut Prasasti Batusangkar ( 1375), dan beberapa hikayat, Adityawarman memiliki 3 orang anak, yaitu Ananggawarman, Wijayawarman dan Putri Panjang Rambut.
Wafatnya Adityawarman
Adityawarman diyakini wafat pada tahun 1375 Masehi ketika ia masih menjabat sebagai Raja Malayapura/Pagaruyung. Menurut Van Hergost, Adityawarman dimakamkan di area yang dahulu dikenal sebagai tempat ditemukannya Batu Pasurek, dibawah batu tersebut itulah Adityawarman dikebumikan.Batu Pasurek (prasasti) yang ditemukan di atas pusara Adityawarman bertuliskan aksara Jawa Kuno dengan bahasa sanskerta, berukuran lebar 25 Cm, tinggi 80 Cm dengan ketebalan 10 Cm serta berat sekitar 50 Kg, didalamnya terdapat tulisan yang menjelaskan kemakmuran Kerajaan Pagaruyuang dizamannya.
Selepas mangkatnya Adityawarman, yang menjabat sebagai Raja Kerajan Malayapura/Pagaruyung selanjutnya adalah Ananggawarman anak tertuanya.
Menurut Prasasti Batusangkar ( 1375), dan beberapa hikayat, Adityawarman memiliki 3 orang anak, yaitu Ananggawarman, Wijayawarman dan Putri Panjang Rambut.
Ananggawarman dalam Prasasti Batusangkar yang bertarikh 1375 kelak menjadi raja ke-2 Malayapura, kemudian anak kedua, Wijayawarman kelak sebagai pengganti Anggawarman dan yang menjadi raja ke tiga adalah anak terakhirnya Putri Pajang Rambut II.
Baca Juga: Perang Padri, Perang Saudara Yang Berbuah Kehancuran Bagi Kesultanan Pagaruyung
Oleh: Anisa Anggraeni Saldin
Editor : Sejarah Cirebon
Baca Juga: Perang Padri, Perang Saudara Yang Berbuah Kehancuran Bagi Kesultanan Pagaruyung
Oleh: Anisa Anggraeni Saldin
Editor : Sejarah Cirebon
Dimana sejarah lengkap ini bisa dibaca min? Makasih
BalasHapus