Daftar Adipati dan Raja Mataram Islam
Wilayah yang disebut sebagai Kesultanan Mataram atau Kerajaan Mataram Islam pada abad ke 16 masih berbentuk hutan, meskipun wilayah tersebut pada abad ke 8-9 masehi menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Medang (Mataram Kuno).
Wilayah Mataram yang berupa hutan tersebut dibangun kembali oleh Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pamanahan. Keduanya mulanya tentara bayaran Kesultanan Pajang yang berhasil membunuh Arya Penangsang. Keduanya kemudian dihadiahkan hutan Mataram untuk kemudian dibangun Keadipatian, yang menjabat sebagai Adipati Mataram pertama adalah Ki Ageng Pamanahan, dikemudian hari pada masa Sutawijaya Mataram berhasil menjadi Kerajaan Islam merdeka bahkan menggantikan kedudukan Pajang.
Untuk lebih jelas mengenai Daftar Adipati serta Raja-Raja di Kerajaan Mataram Islam diuraikan pada penjelasan di bawah ini;
Mataram awalnya hanya sebuah kadipaten dibawah kesultanan Pajang, berpusat di “Bumi Mentaok”yang merupakan hadiah dari sultan Pajang, atas jasanya menumpas Arya Penangsang di Jipang. Penguasa pertama adalah pamanahan yang bergelar Ki Ageng Mataram.
Sepeninggal Ki Ageng Mataram kedudukan pemerintah diganti oleh anaknya, Danang Sutawijaya diangkat oleh Sultan Pajang untuk memimpin Mataram dengan gelar panembahan Senapati. Existensi Danang Sutawijaya di kesultanan Mataram, beliau mampu melepaskan diri dari pengaruh Pajang, bahkan akhirnya mampu berdiri sendiri sebagai suatu kerajaan mandiri menggantikan Pajang.
Walaupun beliau sudah diangkat menjadi sultan Mataram, Senopati tidak mau bergelar sultan dan memilih menyandang gelar Panembahan. Di masa pemerintahanya, beliau dapat menaklukan beberapa kerajaan dan menjadi kerajaan bawahanya atau naunganya.
Dibawah kekuasaan Panembahan Senopati, selain Pajang dan Demak yang sudah dikuasai Mataram, Dearah Pati juga tunduk secara damai. Pati saat itu dipimpin Adipati Pragola putra Ki Panjawi. Kakak Adipati Pragola yang bernama ratu Waskitajawi menjadi permaisuri utama di Mataram. Hal itu menaruh harapan kepada adipati Pragola bahwa Mataram kelas akan dipimpin keturunan kakaknya.
Pada tahun 1590, gabungan pasukan Mataram menyerang, Pati, Demak, dan Pajang bergerak menyerang Madiun. Adipati Madiun adalah Rangga Jumena (putra bungsu sultan Trenggana) yang telah mempersiapkan pasukan besar menghadang penyeranganya. Melalui strtegi perang yang bagus dan cerdik, Madiun berhasil di rebut. Rangga Jemuna melarikan diri ke Surabaya, sedangkan putrinya yang bernama Retno Dumilah diambil sebagai istri Senopati.
Pada tahun 1591, terjadi perbutan tahta di Kediri sepeninggal Bupatinya. Putra adipati yang sebelumnya bernama raden Senapati Kediri diusir oleh adpati baru bernama Ratujalu hasil pilihan Surabaya, Senapati Kediri kemudian diambil menjadi anak angkat oleh Panembahan Senopati Mataram dan dibantu merebut kembali tahta Kediri. Wilayah ini akhirnya tunduk juga kepada Mataram.
Pada tahun 1595, adipati Pasuruan pun berniat tunduk kepada Kesultanan Mataram namun niat nya dihalang-halangi oleh panglimanya, yang bernama Rangga Kaniten. Akhirnya dalam perang tanding, Rangga Kaniten dikalahkan oleh panembahan Senapati. Rangga Kniten kemudian dibunuh sendiri oleh adipati Pasuruhan, yang kemudian menyatakan tunduk kepada Mataram.
Pada tahun 1600, sekutu kuat Mataram, adipati Pragola dari Pati yang kecewa karena Panembahan Senapati menikah dan mengangkat Retno Dumilah putri Madiun sebagai premaisuri kedua Senapati, adipati pragola memberontak, Pasukan Pati berhasil merebut beberapa wilayah utara Mataram.
Perang kemudian terjadi di dekat sungai Dengkeng dimana pasukan Mataram yang langsung dipimpin oleh Panembahan Senapati sendiri berhasil mengahncurkan pasukan dari Pati.
Panembahan Senapati meninggal dunia pada tahun 1601, beliau dimakamkan di komplek Pasarean Mataram, Kotagede. Sebelum meninggal, beliau telah menunjuk Mas Jolang, putra dari Ratu Mas Waskitajawi (permaisuri pertama) dari Pati, sebagai penggantinya dengan gelar Panembahan Hanyakrawati.
Sepeninggal Panembahan Senapati kedudukan pemerintahanya diganti oleh anaknya dari permaisuri utama (Waskitajawi) yang bernama Mas Jolang dengan gelar Panembahan Hanyakrawati. Dimasa Hanyakrawati, terdapat pemberontakan dari kedua saudaranya. Pertama, Pangeran Puger (Pangeran Mas Kentol Kejuron).
Pada tahun 1602, pangeran puger tidak puas jika dirinya hanya menjadi adipati Demak. Akhirnya, pada tahun 1605 pangeran Puger ditangkap dan dibuang ke Kudus. Kedua, pemberontakan Pangeran Jayaraga (Pangeran Mas Barthotot), adik Hanyakrawati yang menjadi bupatu di Ponorogo.
Pada tahun 1607, pemberontakan ini dipadamkan oleh adik Hanyakrawati yang lain. Yakni, Pangeran Pringgalaya (Raden Mas Julik). Jayaraga akhirya di tanggkap dan dibuang di Nusakambangan.
Pada tahun 1610, Mataram melanjutkan usaha menaklukan Surabaya, musuh terkuat Mataram, Surabaya cukup kuat, serangan-serangan yang dilakukan hingga tahun 1613 hanya mampu memperlemah perekonomian Surabaya namun tidak mampun menjatuhkan kota ini. Serangan ini sempat menyebabkan pos-pos VOC di Gresik ikut terbakar. Sebagai permintaan maaf, Hanyakrawati mengizinkan VOC mendirikan pos dagang baru di Jepara. Beliau juga berusaha bersekutu dengan markas besar VOC di Ambon.
Prabu Hanyakrawati meninggal sewatu berburu kijang di Hutan Krapyak pada tahun 1613. Beliau kemudian digelari Anumerta Panembahan Seda ing Krapyak. Beliau menunjuk penerus selanjutnya Mas Rangsang, namun sebelum mengesahkan beliau terikat janji dengan istri pertama (Ratu Tulungayu), maka mas Wuryah pun dijadikan adipati terlebih dahulu dengan gelar adipati Martopuro selama satu hari. Setelahnya Mas Rangsang.
Pengangkatanya hanya sebuah formalitas, karena pengangkatanya hanya untuk membayar janji. dikarenakan prabu Hanyakrawati terikat janji dengan istri pertamanya yakni Ratu Tulungayu. Masa pemerintahanya hanya sehari, setelahnya diteruskan oleh Mas Rangsang.
Sepeninggalan prabu Hanyakrawati, Raden Mas Rangsang ditunjuk sebagai penerus Mataram, namun pemerintahanya terhalang sehari karena digantikan oleh Raden Mas Wuryah. Mas Rangsang menjadi penguasa Mataram dengan julukan terkenal Sultan Agung. Raden Mas Rangsang naik tahta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun. Setelah dua tahun kemudian, patih senior Ki Juru Martani wafat karena usia tua, dan kedudukanya digantikan oleh Tumenggung Singaranu,
Pada tahun 1614, Sultan Agung mulai memerintahkan pembangunan istana baru di desa Karta (5km sebelah barat daya Kotagede) dan mulai ditempati pada tahun 1618. Pada tahun 1614, sultan Agung menaklukan sekutu Surabaya yakni Lumajang. Pada tahun 1615, Sultan Agung menaklukan Wirasaba.
Surabaya mnecoba membalas dan adipati Pajang juga berniat mengkhianati namun masih ragu untu mengirim pasukan ke Surabaya. Pada tahun 1616,akhirnya Surabaya dapat ditaklukan oleh Mataram di desa Siwalan. Kemenangan Sultan Agung berlanjut di Lasem dan Pasuruan di tahun 1616.
Kemudian pada tahun 1617 Pajang memberontak namun berhasil ditumpas, adipati dan panglimanya menglarikan diri ke Surabaya. Melanjutkan keinginan ayahnya, Sultan Agung mengirim Tumenggung Bhareksa (Bupati Kendal) untuk menaklukan Sukadana (Kalimatan sebelah barat daya) tahun 1622. Dan dibawah pimpinan Pangeran Prasena yang bergelar Cakraningrat I menyatukan beberapa pasukan dari seluruh kadipaten pulau Madura, dengan direbutnya Sukadana dan Madura, Surabaya menjadi lemah, karena suplai panganan terputus sama sekali. Akhirnya pada tahun 1625, Pangeran Jayalengkra menyerah kepada Mataram yang dipimpin Tumenggung Mangun Oneng.
Hubungan pasang surut dengan VOC sejak tahun 1614 hingga 1921, saat itu April 1628 Kyai Rangga bupati Tegal dikirim sebagai duta ke Batavia untuk menyampaikan tawaran damai dengan syarat-syarat tertentu dari Mataram, tawaran ini di tolak VOC sehingga Sultan Agung menyatakan perang. Peperangan yang berlika-liku panjang dan Mataram banyak mengalami kekakalah, namun Sultan Agung pantang menyerah dan mengirim pasukan berkali-kali dan sempat berkerja sama dengan protugis namun beliau sadar bahwa Protugis sudah lemah. Peperanganya dimulai dari tahun 1628 dan diakhiri abad 17-an. Sultan Agung wafat pada 1645.
Sepeninggalan Sultan Agung, Mataram sebenarnya mengalami kemunduran. Penerus Sultan Agung tidak dapat menjaga warisan Mataram yang luas, pemerintahanya diteruskan Sunan Amangkurat Pertama, dianggap sebagai raja yang lalim.
Istana Plered dibangun oleh Amangkurat I tidak jauh dari Karta dan didiami sejak 1647 sebagai ibu kota Mataram. Amangkurat membuat perdamaiain dengan VOC, beliau juga menyingkirkan para pejabat senior semasa Sultan Agung dengan jalan mengirim mereka untuk berperang.
Alih-alih dikirim berperang, mereka malah dibunuh ditengah jalan, dan para pendukungnya pun di bantai abis. Pada tahun 1652, Amangkurat I memutus ekspor beras dan kayu ke Banten, hubungan diplomatik Makasar dengan Mataram pun diputus Amangkurat I.
Gegeran didalam istana kembali muncul, keselafahaman antara Amangkurat I dengan adipati Anom (putra mahkota), yaitu Raden Mas Rahmat. Dilatarbelakang salah faham Mas Rahmat yang mengira bahwa kekuasanya akan dipindakan ke Pangeran Singasari (Putra Amangkurat I lainya).
Pada tahun 1661 keduanya berusaha saling membunuh satu sama lain, hingga tak ada cara lain, Mas Rahmat menggunakan siasat menculik selirnya Rara Oyi. Akhirnya Amangkurat I membunuh mertuanya dan semua kerabat Rara Oyi yang dituduh menculik Rara Oyi untuk Mas Rahmat.
Mas Rahmat diampun dan dipaksa membunuh Rara Oyi oleh Amangkurat I. akhirnya Mas Rahmat bersekutu dengan pangeran Kajoran (Panembahan Rama), Trunajaya untuk menggulingkan tahta sunan. Hingga akhirnya Istnana Pleret berhasil direbut oleh Trunajaya.
Amangkurat I dan Mas Rahmat melarikan diri ke barat. Sunan akhirnya meninggal dan dimakamkan di Tegal Arum. Susuhunan Amangkurat I kemudian dikenal dengan nama anumerta sunan Tegal Arum.
Sepeninggal Amangkurat I, pemerintahan kemudian dilanjutkan oleh putranya yaitu Raden Mas Rahmat dan digelari Amangkurat II. Di masa pemerintahanya, Mataram secara resmi menandatangani persekutuan dengan VOC untuk melawan Trunojoyo.
Persekutuan ini dikenal dengan nama perjanjian Jepara yang diadakan pada september 1677. Isinya Amangkurat II harus menyerahkan pesisir utara Jawa jika VOC mampu memadamkan pemerontakan Trunojoyo. Akhirnya dengan segala upaya, Trunojoyo menyerahkan diri di Lereng Gunung Kelud pada 27 Desember 1679 kepada Kapitan Jongker. Kemudian Trunojoyo diserahkan kepada Amangkurat II. Pada 2 Januari 1680, Amangkurat II menghukum mati Trunojoyo didepan banyak orang.
Pada bulan September 1680 Amangkurat II membangun istana baru bernama Kertasura di hutan Wanakarta karena istana di pleren sudah diduduki adiknya yakni Pangeran Puger. Namun terjadi perang saudara karena Pangeran puger menolak bergabung dengan Amangkurat II hingga akhirnya setahun kemudian 1681 menyerah kalah dan bersedia tinggal di Kertasura.
Sepeninggal Amangkurat II, kekuasaan pemerintahan dilanjutkan oleh Amangkurat III. Namun naik tahta nya di tentang oleh Pangeran Puger. Kondisi tersebut dimamfaatkan oleh VOC dengan mendukung Pangeran Puger lalu mengangkatnya menjadi penguasa Mataram dengan gelar Pakubuwana I sedangkan Sunan Mas (Amangkurat III) ditangkap dan dibuang ke Srilangka pada 1708.
Mangkunegara naik tahta dengan dukungan VOC dan bergelar Amangkurat IV. Namun dalam masa pemerintahanya, terdapat konflik internal. Perebutan tahta oleh dua saudaranya Pangeran Purbaya dan Pangeran Blitar.
Keadaan semakin rumit ketika saudaranya, pangeran Arya Mataram mengungsi ke Pati dan mengangkat dirinya sebagai sunan penguasa Mataram. Sama seperti yang dilakukan saudara Amangkurat IV yang lain, di Panagara dan di Pasanta yang pergi bergabung dengan memberontak Surabaya. Dipanagara bahkan menyebut dirinya sebagai Erucakra. Amangkurat IV meninggal pada tahun 1727.
Pada 1742, Pakubuwana II harus membangun ibu kota Mataram yang baru, Surakarta. Kemelut dinasti pecah, beberapa pangeran dari keluarga sunan pada berebut tahta secara terbuka. Ketika Pakubuwana II meninggal, beliau menitipkan negeri Mataram kepada VOC agar VOC mendukung hak anak yang akan menggantikanya. Namun pada memberontak dan berperang. Hingga akhirnya perjanjian Giyanti pada tahun 1755, menyudahi keberadaan Mataram.
Penulis : Anisa Anggraeni
Editor : Sejarah Cirebon
Wilayah Mataram yang berupa hutan tersebut dibangun kembali oleh Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pamanahan. Keduanya mulanya tentara bayaran Kesultanan Pajang yang berhasil membunuh Arya Penangsang. Keduanya kemudian dihadiahkan hutan Mataram untuk kemudian dibangun Keadipatian, yang menjabat sebagai Adipati Mataram pertama adalah Ki Ageng Pamanahan, dikemudian hari pada masa Sutawijaya Mataram berhasil menjadi Kerajaan Islam merdeka bahkan menggantikan kedudukan Pajang.
Untuk lebih jelas mengenai Daftar Adipati serta Raja-Raja di Kerajaan Mataram Islam diuraikan pada penjelasan di bawah ini;
1. Ki Ageng Mataram-Ki Ageng Pamanahan
Ki Ageng Pamanahan lahir di Surataka, istrinya ialah Nyai Sabinah. Dari pernikahan tersebut melahirkan anak Sutawijaya. Orang tuanya Ki Ageng Henis, beliau di makamkan di Pasarean Matara, Yogyakarta. Menurut Bababd tanah Jawi, beliau adalah keturunan orang Sela yang hijrah ke Pajang. Dan pada tahun 1556 mendapat mandate dari sultan Adiwijaya untuk memimpin Mataram sebagi bupati. Diberi gelar Ki Ageng Mataram.Mataram awalnya hanya sebuah kadipaten dibawah kesultanan Pajang, berpusat di “Bumi Mentaok”yang merupakan hadiah dari sultan Pajang, atas jasanya menumpas Arya Penangsang di Jipang. Penguasa pertama adalah pamanahan yang bergelar Ki Ageng Mataram.
2. Danang Sutawijaya-Raden Ngabehi Lor ing Pasar-Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah tanah Jawa (1587-1601)
Danang Sutawijaya lahir tahun 1584, wafat 1601. Memiliki anak bernama Panembahan Hanyakrawati sebagai raja pertama, diberi gelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah. Di makamkan di Pasarean Mataram, Yogyakarta.Sepeninggal Ki Ageng Mataram kedudukan pemerintah diganti oleh anaknya, Danang Sutawijaya diangkat oleh Sultan Pajang untuk memimpin Mataram dengan gelar panembahan Senapati. Existensi Danang Sutawijaya di kesultanan Mataram, beliau mampu melepaskan diri dari pengaruh Pajang, bahkan akhirnya mampu berdiri sendiri sebagai suatu kerajaan mandiri menggantikan Pajang.
Walaupun beliau sudah diangkat menjadi sultan Mataram, Senopati tidak mau bergelar sultan dan memilih menyandang gelar Panembahan. Di masa pemerintahanya, beliau dapat menaklukan beberapa kerajaan dan menjadi kerajaan bawahanya atau naunganya.
Dibawah kekuasaan Panembahan Senopati, selain Pajang dan Demak yang sudah dikuasai Mataram, Dearah Pati juga tunduk secara damai. Pati saat itu dipimpin Adipati Pragola putra Ki Panjawi. Kakak Adipati Pragola yang bernama ratu Waskitajawi menjadi permaisuri utama di Mataram. Hal itu menaruh harapan kepada adipati Pragola bahwa Mataram kelas akan dipimpin keturunan kakaknya.
Pada tahun 1590, gabungan pasukan Mataram menyerang, Pati, Demak, dan Pajang bergerak menyerang Madiun. Adipati Madiun adalah Rangga Jumena (putra bungsu sultan Trenggana) yang telah mempersiapkan pasukan besar menghadang penyeranganya. Melalui strtegi perang yang bagus dan cerdik, Madiun berhasil di rebut. Rangga Jemuna melarikan diri ke Surabaya, sedangkan putrinya yang bernama Retno Dumilah diambil sebagai istri Senopati.
Pada tahun 1591, terjadi perbutan tahta di Kediri sepeninggal Bupatinya. Putra adipati yang sebelumnya bernama raden Senapati Kediri diusir oleh adpati baru bernama Ratujalu hasil pilihan Surabaya, Senapati Kediri kemudian diambil menjadi anak angkat oleh Panembahan Senopati Mataram dan dibantu merebut kembali tahta Kediri. Wilayah ini akhirnya tunduk juga kepada Mataram.
Pada tahun 1595, adipati Pasuruan pun berniat tunduk kepada Kesultanan Mataram namun niat nya dihalang-halangi oleh panglimanya, yang bernama Rangga Kaniten. Akhirnya dalam perang tanding, Rangga Kaniten dikalahkan oleh panembahan Senapati. Rangga Kniten kemudian dibunuh sendiri oleh adipati Pasuruhan, yang kemudian menyatakan tunduk kepada Mataram.
Pada tahun 1600, sekutu kuat Mataram, adipati Pragola dari Pati yang kecewa karena Panembahan Senapati menikah dan mengangkat Retno Dumilah putri Madiun sebagai premaisuri kedua Senapati, adipati pragola memberontak, Pasukan Pati berhasil merebut beberapa wilayah utara Mataram.
Perang kemudian terjadi di dekat sungai Dengkeng dimana pasukan Mataram yang langsung dipimpin oleh Panembahan Senapati sendiri berhasil mengahncurkan pasukan dari Pati.
Panembahan Senapati meninggal dunia pada tahun 1601, beliau dimakamkan di komplek Pasarean Mataram, Kotagede. Sebelum meninggal, beliau telah menunjuk Mas Jolang, putra dari Ratu Mas Waskitajawi (permaisuri pertama) dari Pati, sebagai penggantinya dengan gelar Panembahan Hanyakrawati.
3. Hanyakrawati-Raden Mas Jolang-Sri Sususuhan Adi Prabu Hanyakrawati Senapati ing- Ngalaga Mataram-Panembahan Seda Ing Krapyak (1601-1613)
Hanyakrawati raja kedua lahir di kec Kotagede, meninggal tahun 1613 di Krapyak. Orang tuanya ialah Sutawijaya, memiliki anak bernama Sultan Agung yang kelak menjadi penerus. Diberi gelar Ngalaga Mataram-Panembahan Seda Ing Krapyak.Sepeninggal Panembahan Senapati kedudukan pemerintahanya diganti oleh anaknya dari permaisuri utama (Waskitajawi) yang bernama Mas Jolang dengan gelar Panembahan Hanyakrawati. Dimasa Hanyakrawati, terdapat pemberontakan dari kedua saudaranya. Pertama, Pangeran Puger (Pangeran Mas Kentol Kejuron).
Pada tahun 1602, pangeran puger tidak puas jika dirinya hanya menjadi adipati Demak. Akhirnya, pada tahun 1605 pangeran Puger ditangkap dan dibuang ke Kudus. Kedua, pemberontakan Pangeran Jayaraga (Pangeran Mas Barthotot), adik Hanyakrawati yang menjadi bupatu di Ponorogo.
Pada tahun 1607, pemberontakan ini dipadamkan oleh adik Hanyakrawati yang lain. Yakni, Pangeran Pringgalaya (Raden Mas Julik). Jayaraga akhirya di tanggkap dan dibuang di Nusakambangan.
Pada tahun 1610, Mataram melanjutkan usaha menaklukan Surabaya, musuh terkuat Mataram, Surabaya cukup kuat, serangan-serangan yang dilakukan hingga tahun 1613 hanya mampu memperlemah perekonomian Surabaya namun tidak mampun menjatuhkan kota ini. Serangan ini sempat menyebabkan pos-pos VOC di Gresik ikut terbakar. Sebagai permintaan maaf, Hanyakrawati mengizinkan VOC mendirikan pos dagang baru di Jepara. Beliau juga berusaha bersekutu dengan markas besar VOC di Ambon.
Prabu Hanyakrawati meninggal sewatu berburu kijang di Hutan Krapyak pada tahun 1613. Beliau kemudian digelari Anumerta Panembahan Seda ing Krapyak. Beliau menunjuk penerus selanjutnya Mas Rangsang, namun sebelum mengesahkan beliau terikat janji dengan istri pertama (Ratu Tulungayu), maka mas Wuryah pun dijadikan adipati terlebih dahulu dengan gelar adipati Martopuro selama satu hari. Setelahnya Mas Rangsang.
4. Raden Mas Wuryah-Pangeran Adipati Mertapura (berkuasa sehari)
Raden Mas Wuryah lahir 1605 di kec Kotagede, meninggal tahun 1688 di Magelang. Orang tua Hanyakrawati, saudara kandung Sultan Agung.Pengangkatanya hanya sebuah formalitas, karena pengangkatanya hanya untuk membayar janji. dikarenakan prabu Hanyakrawati terikat janji dengan istri pertamanya yakni Ratu Tulungayu. Masa pemerintahanya hanya sehari, setelahnya diteruskan oleh Mas Rangsang.
5. Raden Mas Rangsang-Raden Mas Jatmika-Panembahan Hanyakrakusuma Prabu Handita Hanyakrakusuma-Susuhan Agung Hanyakrakusuma- Sultan Agung Senapati-ing-Ngalaga Abdurahman- Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma-Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram (1613-1645)
Raden Mas Rangsa sultan ke tiga bernama lengkap Raden Mas Jatmika-Panembahan Hanyakrakusuma Prabu Handita Hanyakrakusuma, lahir tahun 1593 di kec Kotagede, meninggal 1645 dan di makamkan di Imogiri. Memiliki anak Hamangkurat I.Sepeninggalan prabu Hanyakrawati, Raden Mas Rangsang ditunjuk sebagai penerus Mataram, namun pemerintahanya terhalang sehari karena digantikan oleh Raden Mas Wuryah. Mas Rangsang menjadi penguasa Mataram dengan julukan terkenal Sultan Agung. Raden Mas Rangsang naik tahta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun. Setelah dua tahun kemudian, patih senior Ki Juru Martani wafat karena usia tua, dan kedudukanya digantikan oleh Tumenggung Singaranu,
Pada tahun 1614, Sultan Agung mulai memerintahkan pembangunan istana baru di desa Karta (5km sebelah barat daya Kotagede) dan mulai ditempati pada tahun 1618. Pada tahun 1614, sultan Agung menaklukan sekutu Surabaya yakni Lumajang. Pada tahun 1615, Sultan Agung menaklukan Wirasaba.
Surabaya mnecoba membalas dan adipati Pajang juga berniat mengkhianati namun masih ragu untu mengirim pasukan ke Surabaya. Pada tahun 1616,akhirnya Surabaya dapat ditaklukan oleh Mataram di desa Siwalan. Kemenangan Sultan Agung berlanjut di Lasem dan Pasuruan di tahun 1616.
Kemudian pada tahun 1617 Pajang memberontak namun berhasil ditumpas, adipati dan panglimanya menglarikan diri ke Surabaya. Melanjutkan keinginan ayahnya, Sultan Agung mengirim Tumenggung Bhareksa (Bupati Kendal) untuk menaklukan Sukadana (Kalimatan sebelah barat daya) tahun 1622. Dan dibawah pimpinan Pangeran Prasena yang bergelar Cakraningrat I menyatukan beberapa pasukan dari seluruh kadipaten pulau Madura, dengan direbutnya Sukadana dan Madura, Surabaya menjadi lemah, karena suplai panganan terputus sama sekali. Akhirnya pada tahun 1625, Pangeran Jayalengkra menyerah kepada Mataram yang dipimpin Tumenggung Mangun Oneng.
Hubungan pasang surut dengan VOC sejak tahun 1614 hingga 1921, saat itu April 1628 Kyai Rangga bupati Tegal dikirim sebagai duta ke Batavia untuk menyampaikan tawaran damai dengan syarat-syarat tertentu dari Mataram, tawaran ini di tolak VOC sehingga Sultan Agung menyatakan perang. Peperangan yang berlika-liku panjang dan Mataram banyak mengalami kekakalah, namun Sultan Agung pantang menyerah dan mengirim pasukan berkali-kali dan sempat berkerja sama dengan protugis namun beliau sadar bahwa Protugis sudah lemah. Peperanganya dimulai dari tahun 1628 dan diakhiri abad 17-an. Sultan Agung wafat pada 1645.
6. Raden Mas Sayidin-Pangeran Arya Prabu Adi Mataram- Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Agung- Sunan Amangkurat I-Sunan Tegalarum (1646-1677)
Raden Mas Sayidin sultan ke empat lahir tahun 1619, meninggal 1677. Memiliki anak Pangeran Puger. Orang tuanya adalah Sultan Agung Hanyokrokusumo. Digelari Sunan Amangkurat I.Sepeninggalan Sultan Agung, Mataram sebenarnya mengalami kemunduran. Penerus Sultan Agung tidak dapat menjaga warisan Mataram yang luas, pemerintahanya diteruskan Sunan Amangkurat Pertama, dianggap sebagai raja yang lalim.
Istana Plered dibangun oleh Amangkurat I tidak jauh dari Karta dan didiami sejak 1647 sebagai ibu kota Mataram. Amangkurat membuat perdamaiain dengan VOC, beliau juga menyingkirkan para pejabat senior semasa Sultan Agung dengan jalan mengirim mereka untuk berperang.
Alih-alih dikirim berperang, mereka malah dibunuh ditengah jalan, dan para pendukungnya pun di bantai abis. Pada tahun 1652, Amangkurat I memutus ekspor beras dan kayu ke Banten, hubungan diplomatik Makasar dengan Mataram pun diputus Amangkurat I.
Gegeran didalam istana kembali muncul, keselafahaman antara Amangkurat I dengan adipati Anom (putra mahkota), yaitu Raden Mas Rahmat. Dilatarbelakang salah faham Mas Rahmat yang mengira bahwa kekuasanya akan dipindakan ke Pangeran Singasari (Putra Amangkurat I lainya).
Pada tahun 1661 keduanya berusaha saling membunuh satu sama lain, hingga tak ada cara lain, Mas Rahmat menggunakan siasat menculik selirnya Rara Oyi. Akhirnya Amangkurat I membunuh mertuanya dan semua kerabat Rara Oyi yang dituduh menculik Rara Oyi untuk Mas Rahmat.
Mas Rahmat diampun dan dipaksa membunuh Rara Oyi oleh Amangkurat I. akhirnya Mas Rahmat bersekutu dengan pangeran Kajoran (Panembahan Rama), Trunajaya untuk menggulingkan tahta sunan. Hingga akhirnya Istnana Pleret berhasil direbut oleh Trunajaya.
Amangkurat I dan Mas Rahmat melarikan diri ke barat. Sunan akhirnya meninggal dan dimakamkan di Tegal Arum. Susuhunan Amangkurat I kemudian dikenal dengan nama anumerta sunan Tegal Arum.
7. Raden Mas Rahmat-Sri Susuhunan Amangkurat II-Sunan Amral (1677-1703)
Raden Mas Rahmat sultan ke lima meninggal tahun 1703, dimakamkan di Imogiri. Orang tuanya Hamangkurat I, anak Hamangkurat III. Digelari Amangkurat II.Sepeninggal Amangkurat I, pemerintahan kemudian dilanjutkan oleh putranya yaitu Raden Mas Rahmat dan digelari Amangkurat II. Di masa pemerintahanya, Mataram secara resmi menandatangani persekutuan dengan VOC untuk melawan Trunojoyo.
Persekutuan ini dikenal dengan nama perjanjian Jepara yang diadakan pada september 1677. Isinya Amangkurat II harus menyerahkan pesisir utara Jawa jika VOC mampu memadamkan pemerontakan Trunojoyo. Akhirnya dengan segala upaya, Trunojoyo menyerahkan diri di Lereng Gunung Kelud pada 27 Desember 1679 kepada Kapitan Jongker. Kemudian Trunojoyo diserahkan kepada Amangkurat II. Pada 2 Januari 1680, Amangkurat II menghukum mati Trunojoyo didepan banyak orang.
Pada bulan September 1680 Amangkurat II membangun istana baru bernama Kertasura di hutan Wanakarta karena istana di pleren sudah diduduki adiknya yakni Pangeran Puger. Namun terjadi perang saudara karena Pangeran puger menolak bergabung dengan Amangkurat II hingga akhirnya setahun kemudian 1681 menyerah kalah dan bersedia tinggal di Kertasura.
8. Raden Mas Sutikna- Sri Susuhan Amangkurat Mas(1703-1705)
Raden Mas Sutikna meninggal tahun 1734, di Sri Langka. Orang tua Hamngkurat II, memiliki anak Simbar Buminoto Mandiraja.Sepeninggal Amangkurat II, kekuasaan pemerintahan dilanjutkan oleh Amangkurat III. Namun naik tahta nya di tentang oleh Pangeran Puger. Kondisi tersebut dimamfaatkan oleh VOC dengan mendukung Pangeran Puger lalu mengangkatnya menjadi penguasa Mataram dengan gelar Pakubuwana I sedangkan Sunan Mas (Amangkurat III) ditangkap dan dibuang ke Srilangka pada 1708.
9. Raden Mas Darajat-Pangeran Puger- Sri Susuhunan Pakubuwana I (1704-1719)
Raden Mas Darajat lahir 1648, mneinggal 1719 di Imogiri. Orang tua Hamngkurat I. anak Hamangkuran IV, Pangeran Purbaya, Blitar dan lain-lain.Sepeninggal Amangkurat III yang dibuang oleh Pangeran Puger. Pakubuwana I memerintah hingga 1719. Selama kekuasaanya Mataram relatif damai.10. Raden Mas Suryaputra- Sri Susuhunan Prabu Amangkurat I Jawa - Amangkurat IV (1719-1726)
Raden Mas Suryaputra lahir di kesunanan Kertasura, meninggal tahun 1726 di Imogiri. Anak Pakubuwana II, Hamengkubawana I, Arya Mangkunagara. Sepeninggal Pakubuwana I, pemerintahanya diteruskan oleh salah satu putranya yakni Mangkunegara.Mangkunegara naik tahta dengan dukungan VOC dan bergelar Amangkurat IV. Namun dalam masa pemerintahanya, terdapat konflik internal. Perebutan tahta oleh dua saudaranya Pangeran Purbaya dan Pangeran Blitar.
Keadaan semakin rumit ketika saudaranya, pangeran Arya Mataram mengungsi ke Pati dan mengangkat dirinya sebagai sunan penguasa Mataram. Sama seperti yang dilakukan saudara Amangkurat IV yang lain, di Panagara dan di Pasanta yang pergi bergabung dengan memberontak Surabaya. Dipanagara bahkan menyebut dirinya sebagai Erucakra. Amangkurat IV meninggal pada tahun 1727.
11. Raden Mas Prabasuyasa-Sri Susuhunan Pakubuwana II (1726-1749)
Raden Mas Prabasuyasa lahir tanggal 8 Desember 1711 di Kertasura, meninggal tahun 1749 di Surakarta. Memiliki anak Pakubuwana III. Gelar Pakubuwana II. Sepeninggal Amangkurat IV, pemerintahan digantikan oleh Sunan Pakubuwana II. Dalam masa pemerintahanya, masa damai berlangsung lama hingga tahun 1740. Sebelum akhirnya meletus peristiwa geger pembataian orang-orang Cina di Batavia. Geger tersebut hingga ke Mataram, Raden Mas Garendi yang dikenal sebagai sunan kuning, dengan bantuan orang-orang Cina pelarian menguasai Kartasura.Pada 1742, Pakubuwana II harus membangun ibu kota Mataram yang baru, Surakarta. Kemelut dinasti pecah, beberapa pangeran dari keluarga sunan pada berebut tahta secara terbuka. Ketika Pakubuwana II meninggal, beliau menitipkan negeri Mataram kepada VOC agar VOC mendukung hak anak yang akan menggantikanya. Namun pada memberontak dan berperang. Hingga akhirnya perjanjian Giyanti pada tahun 1755, menyudahi keberadaan Mataram.
Penulis : Anisa Anggraeni
Editor : Sejarah Cirebon
Posting Komentar untuk "Daftar Adipati dan Raja Mataram Islam"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.