Akhir Kuasa Syarif Mekah
Keturunan Nabi Muhamad SAW baik dari jalur Hasan dan Husain sangat begitu dihormati oleh umat Islam baik oleh kalangan Suni maupun Syiah. Meskipun begitu, keturunan Nabi dari jalur keduanya banyak mengalami penindasan dan kesewenang-wenangan ketika dihadapkan pada soal kekuasaan.
Dalam tradisi Islam, Keturunan Nabi Muhamad dari jalur cucu pertamanya (Hasan) disebut atau dianugerahi gelar “Syarif”, sementara dari jalur cucu keduanya (Husain) digelari “Sayid/Habib”, berbeda dengan para Sayid/Habib yang dikemudian hari banyak memilih menjadi ulama, keturunan Nabi dari jalur Hasan ini lebih condong pada pemerintahan.
Keturunan Nabi dari jalur Hasan selepas tumbangnya Dinasti Umayah (750 M) diberikan hak istimewa oleh pemerintahan Islam dengan jabatan turun temurun sebagai Gubernur Hijaz yang kekuasaannya mencakup dua kota suci umat Islam, yaitu Mekah dan Madinah, pada perkembanganya karena kedudukan Gubernur berpusat di Kota Mekah, maka julukan yang diperuntukan baginya adalah “Syarif Mekah”.
Pada masa Dinasti Muawiyah (661-750 M), keturunan nabi baik dari jalur Hasan maupun Husain dicurigai akan melakukan pemberontakan, setidak-tidaknya dicurigai akan balas dendam dalam peristiwa tersungkurnya Ali dari tampuk kekuasaan serta terbunuhnya Husain dan beberapa keturunannya ditangan Rezim Muawiyah. Oleh karena itu, Dinasti Muawiyah semaksimal mungkin menekan para Syarif dan Sayid agar tidak menjadi penguasa didaerah kekuasaan Islam. Sikap semacam ini pada akhirnya berdampak pada tindakan-tindakan tak terpuji pada para Syarif dan Sayid.
Selepas 89 Tahun memerintah, Dinasti Muawiyah akhirnya tumbang juga, ditumbangkan oleh keluarga Nabi dari Jalur Abas (Paman Nabi), mulai selepas itu Islam diperintah oleh Dinasti Abasyiah, pada masa inilah kedudukan keturunan Nabi Muhamad dimuliakan sebagaimana mestinya. Bahkan Dinasti Abasyiah juga menganugrahkan pada “Syarif” hak istimewa, yaitu berhak menjadi Syarif Mekah, yaitu Penguasa/Gubernur Hijaz secara turun temurun.
Jabatan Syarif Mekah yang demikian itu berlanjut dari mulai Dinasti Abasiyah hingga Turki Ustmani dan bahkan ketika Hijaz menjadi Kesultanan mandiri selepas Turki Ustmani tercabik-cabik karena kalah dalam perang dunia satu. Di kemudian hari, ketika Rezim Saudi dengan wahabinya menguasai tanah Hijaz (1925 M) keadaan menjadi berubah, Syarif Mekah disingkirkan, sebagaimana disingkirkannya mereka di zaman Dinasti Muawiyah.
Kala itu, meskipun tampak terlihat gagah bak macan, Turki Ustmani tidak ubahnya seperti macan ompong, wilayah kekuasannya satu persatu memberontak dan memerdekakaan diri, sebabnya tidak lain karena hasutan Inggris dan sekutunya, sementara disisi lain, Turki Ustmani tidak dapat berbuat banyak karena sedang dirundung kesulitan.
Salah satu wilayah kekuasaan Turki Ustmani yang berhasil dihasut oleh Inggris untuk brontak dan merdeka adalah Hijaz. Inggris meyakinkan pada Syarif Mekah, bahwa jika Hijaz memerdekakan diri dari Turki Ustmani, mereka bersedia menjadi penjamin keamanannya. Tipuan dan adu domba ini akhirnya berhasil, maka mulai setelah itu tepatnya pada Tahun 1916 Masehi terbentuklah kerajaan Hijaz, dengan Syarif Mekah sebagai rajanya.
Inggris kala itu, menghendaki tanah Palestina diberikan kepada Zionis Yahudi, rencananya tanah Palestina diatasnya didirikan Negara Yahudi Israel. Terang saja Syarif Mekah keberatan, sebab kala itu Palestina dihuni dan diperintah orang Islam selama berabad-abad, sementara Zionis Yahudi pada hakikatnya adalah orang-orang Eropa keturunan Yahudi yang sudah berabad-abad meninggalkan Palestina, bagaimana mungkin tanah yang sudah dimiliki orang Palestina diperintah oleh pendatang. Begitulah kira-kira ketidak setujuan Syarif Mekah kala itu pada Inggris.
Usaha Inggris untuk mendapatkan persetujuan Syarif Mekah soal Negara Israel menemui titik buntu, selepas Syarif Mekah menolak mentah-mentah rencana Inggris meskipun ditawari subsidi dan pendanaan melimpah. Syarif Mekah kala itu lebih mementingkan bahaya yang mengancam umat Islam dikemudian hari ketimbang hanya memikirkan pribadinya.
Bagi Inggris, kedudukan Syarif Mekah sangat penting, mengingat Syarif Mekah adalah penguasa Islam yang pengaruhnya sangat kuat dikalangan penguasa-penguasa Islam kala itu, bahkan melebihi kemulyaan seorang Khalifah, karena ia keturunan Nabi Muhamad.
Penolakan Syarif Mekah pada rencana Inggris soal pendirian negara Israel, membuat Inggris menggunakan jalan lain, Inggris mulai berbalik memerangi Kerajaan Hijaz, tujuan utamanya mengakhiri kekuasaan Syarif Mekah. Namun Inggris tidak berani jika harus menggunakan tangan sendiri, dalam usahanya itu Inggris menggunakan tangan dari kalangan kaum mislimin yang gila kuasa, yaitu menggunakan tangan Bin Saud dan Proksi Sekte Wahabinya untuk merebut Hijaz.
Berbekal bantuan senjata dan keuangan dari Inggris serta didukung sekte Wahabi yang dikenal militan dan menganggap Islam yang dianut Syarif Mekah syarat akan kesyirikan, Ibnu Saud, Raja dari Kerajaan Najed itu akhirnya berhasil meruntuhkan kerajaan Hijaz untuk kemudian di atas tanahnya ia dirikan Kerajaan Saudi Arabia, maka selepas peristiwa itu, nasib keturunan Nabi (Syarif) yang selama beratus-ratus tahun memerintah Mekah dan Madinah berakhir, mereka tersingkir sebagaimana tersingkirnya mereka pada zaman dinasti Muawiyah.
Penulis : Bung Fei
Editor : Sejarah Cirebon
Baca Juga: Berdirinya Kerajaan Arab Saudi
Dalam tradisi Islam, Keturunan Nabi Muhamad dari jalur cucu pertamanya (Hasan) disebut atau dianugerahi gelar “Syarif”, sementara dari jalur cucu keduanya (Husain) digelari “Sayid/Habib”, berbeda dengan para Sayid/Habib yang dikemudian hari banyak memilih menjadi ulama, keturunan Nabi dari jalur Hasan ini lebih condong pada pemerintahan.
Keturunan Nabi dari jalur Hasan selepas tumbangnya Dinasti Umayah (750 M) diberikan hak istimewa oleh pemerintahan Islam dengan jabatan turun temurun sebagai Gubernur Hijaz yang kekuasaannya mencakup dua kota suci umat Islam, yaitu Mekah dan Madinah, pada perkembanganya karena kedudukan Gubernur berpusat di Kota Mekah, maka julukan yang diperuntukan baginya adalah “Syarif Mekah”.
Timbulnya Jabatan Syarif Mekah
Syarif Mekah berkuasa atas Hijaz tidak datang tiba-tiba, mulanya didahului oleh penindasan dan kesewenang-wenangan. Pembangkangan Muawiyah pada pemerintahan Ali Bin Abi Thalib, Khalifah keempat yang merupakan ayah dari cucu-cucu Nabi menjadikan Muawiyah sukses membentuk Dinasti pemerintahan baru dengan mengorbankan darah keturunan Nabi.Pada masa Dinasti Muawiyah (661-750 M), keturunan nabi baik dari jalur Hasan maupun Husain dicurigai akan melakukan pemberontakan, setidak-tidaknya dicurigai akan balas dendam dalam peristiwa tersungkurnya Ali dari tampuk kekuasaan serta terbunuhnya Husain dan beberapa keturunannya ditangan Rezim Muawiyah. Oleh karena itu, Dinasti Muawiyah semaksimal mungkin menekan para Syarif dan Sayid agar tidak menjadi penguasa didaerah kekuasaan Islam. Sikap semacam ini pada akhirnya berdampak pada tindakan-tindakan tak terpuji pada para Syarif dan Sayid.
Selepas 89 Tahun memerintah, Dinasti Muawiyah akhirnya tumbang juga, ditumbangkan oleh keluarga Nabi dari Jalur Abas (Paman Nabi), mulai selepas itu Islam diperintah oleh Dinasti Abasyiah, pada masa inilah kedudukan keturunan Nabi Muhamad dimuliakan sebagaimana mestinya. Bahkan Dinasti Abasyiah juga menganugrahkan pada “Syarif” hak istimewa, yaitu berhak menjadi Syarif Mekah, yaitu Penguasa/Gubernur Hijaz secara turun temurun.
Syarif Mekah dimulyakan dari Dinasti ke Dinasti
Predikat sebagai keturunan Nabi yang mesti dimulyakan pada para Syarif dan Sayid terus berlanjut selama beratus-ratus tahun, jabatan Syarif Mekah tetap diberikan pada keturunan Nabi dari jalur Hasan, meskipun di wilayah kekuasaan Islam lain dari dinasti ke dinasti Gubernur diangkat berdasarkan penunjukan oleh Khalifah.Jabatan Syarif Mekah yang demikian itu berlanjut dari mulai Dinasti Abasiyah hingga Turki Ustmani dan bahkan ketika Hijaz menjadi Kesultanan mandiri selepas Turki Ustmani tercabik-cabik karena kalah dalam perang dunia satu. Di kemudian hari, ketika Rezim Saudi dengan wahabinya menguasai tanah Hijaz (1925 M) keadaan menjadi berubah, Syarif Mekah disingkirkan, sebagaimana disingkirkannya mereka di zaman Dinasti Muawiyah.
Syarif Mekah ditipu Inggris
Perang dunia I (1914-1918) membuat Turki Ustmani oleng, Kekhalifahan Islam yang dimasa kejayaanya menjadi super power dunia itu tercabik-cabik selepas mendapati kekalahan demi kelahan dalam perang dunia I.Kala itu, meskipun tampak terlihat gagah bak macan, Turki Ustmani tidak ubahnya seperti macan ompong, wilayah kekuasannya satu persatu memberontak dan memerdekakaan diri, sebabnya tidak lain karena hasutan Inggris dan sekutunya, sementara disisi lain, Turki Ustmani tidak dapat berbuat banyak karena sedang dirundung kesulitan.
Salah satu wilayah kekuasaan Turki Ustmani yang berhasil dihasut oleh Inggris untuk brontak dan merdeka adalah Hijaz. Inggris meyakinkan pada Syarif Mekah, bahwa jika Hijaz memerdekakan diri dari Turki Ustmani, mereka bersedia menjadi penjamin keamanannya. Tipuan dan adu domba ini akhirnya berhasil, maka mulai setelah itu tepatnya pada Tahun 1916 Masehi terbentuklah kerajaan Hijaz, dengan Syarif Mekah sebagai rajanya.
Akhir Kuasa Syarif Mekah
Hubungan kerajaan Hijaz dan Inggris selama beberapa tahun berjalan baik, akan tetapi selepas dicaploknya Palestina oleh Inggris dari kekuasan Turki Ustmani keadaan menjadi berubah 180 drajat.Inggris kala itu, menghendaki tanah Palestina diberikan kepada Zionis Yahudi, rencananya tanah Palestina diatasnya didirikan Negara Yahudi Israel. Terang saja Syarif Mekah keberatan, sebab kala itu Palestina dihuni dan diperintah orang Islam selama berabad-abad, sementara Zionis Yahudi pada hakikatnya adalah orang-orang Eropa keturunan Yahudi yang sudah berabad-abad meninggalkan Palestina, bagaimana mungkin tanah yang sudah dimiliki orang Palestina diperintah oleh pendatang. Begitulah kira-kira ketidak setujuan Syarif Mekah kala itu pada Inggris.
Usaha Inggris untuk mendapatkan persetujuan Syarif Mekah soal Negara Israel menemui titik buntu, selepas Syarif Mekah menolak mentah-mentah rencana Inggris meskipun ditawari subsidi dan pendanaan melimpah. Syarif Mekah kala itu lebih mementingkan bahaya yang mengancam umat Islam dikemudian hari ketimbang hanya memikirkan pribadinya.
Syarif Husain-Syarif Mekah Terakhir |
Penolakan Syarif Mekah pada rencana Inggris soal pendirian negara Israel, membuat Inggris menggunakan jalan lain, Inggris mulai berbalik memerangi Kerajaan Hijaz, tujuan utamanya mengakhiri kekuasaan Syarif Mekah. Namun Inggris tidak berani jika harus menggunakan tangan sendiri, dalam usahanya itu Inggris menggunakan tangan dari kalangan kaum mislimin yang gila kuasa, yaitu menggunakan tangan Bin Saud dan Proksi Sekte Wahabinya untuk merebut Hijaz.
Berbekal bantuan senjata dan keuangan dari Inggris serta didukung sekte Wahabi yang dikenal militan dan menganggap Islam yang dianut Syarif Mekah syarat akan kesyirikan, Ibnu Saud, Raja dari Kerajaan Najed itu akhirnya berhasil meruntuhkan kerajaan Hijaz untuk kemudian di atas tanahnya ia dirikan Kerajaan Saudi Arabia, maka selepas peristiwa itu, nasib keturunan Nabi (Syarif) yang selama beratus-ratus tahun memerintah Mekah dan Madinah berakhir, mereka tersingkir sebagaimana tersingkirnya mereka pada zaman dinasti Muawiyah.
Penulis : Bung Fei
Editor : Sejarah Cirebon
Baca Juga: Berdirinya Kerajaan Arab Saudi
Posting Komentar untuk "Akhir Kuasa Syarif Mekah"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.