Sejarah Desa Leuweunghapit Kec Ligung Kab Majalengka
Desa Leuweunghapit merupakan salah satu desa yang terletak di kecamatan Ligung, wilayah Majalengka utara. Terdapat dua versi yang berkaitan dengan sejarah asal usul nama desa Leuweunghapit ini.
Agama Islam berkembang di wilayah Majalengka utara pada abad ke-16 M. Dalam perkembang ajaran Islam di wilayah ini terdapat tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh, diantaranya pada saat itu sultan Cirebon menugaskan Waridah (Buyut Sambeng) dengan dibantu oleh dua anaknya yang bernama Asilah bergelar Ki Bagus Urang dan adiknya Masilah bergelar Buyut Sidum, untuk menyebarkan ajaran Islam diwilayah Majalengka Utara.
Dalam perjalanan mensyiarkan ajaran agama Islam, Masilah menikahi putri dari kakaknya sendiri (Ki Bagus Urang) yang bernama Asilah. Dari pernikahan Masilah dan Asilah dikaruniai seorang anak dinamai Nyi Mas Sidum, yang memiliki garis keturunan ke-8 dari Prabu Siliwangi (Raja Pajajaran). Nyi Mas Sidum memilih untuk tinggal menetap di desa Ligung.
Nyi Mas Sidum bertemu dengan Dipayuda yang merupakan keturunan pertama dari Demang Centong (Demang Leuwimunding) yang sedang mensyiarkan agama Islam. Dari pertemuan keduanya muncul rasa suka, hingga akhirnya terjadi pernikahan.
Dipayuda dan Nyi Mas Sidum dalam masa pernikahannnya melakukan pengembaraan kewilayah timur, kemudian singgah di hutan belantara (Leuweunghapit).
Muncul keinginan mereka untuk mendiami hutan belantara tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka membuat sebuah sumur yang diberi nama dalam bahasa jawa yakni sumur mendung. Karena, ketika pembuatan sumur tersebut keadaan sedang mendung, gumpalan awan dilangit sangat tebal sampai tidak ada satu celah-celah untuk matahari menyinari.
Nyi Mas Sidum dan Dipayuda menetap lama di wilayah Leuweunghapit hingga mempunyai dua keturunan yang bernama Nurkim dan Narimah. Seiring berjalannya waktu, wilayah ini semakin ramai terdapat sekelompok masyarakat pekerja dibawah pemerintahan Belanda yang berprofesi sebagai pembongkar hutan membuat bedengan-bedengan sebagai tempat tinggal mereka.
Lambat laun, wilayah hutan belantara ini semakin ramai, banyak yang menetap dan berkeluarga. Hingga pada abad ke-18 M adanya seorang pemimpin/ tetua (kepala desa) bernama Boa Awal, yang menjadi kepala desa pertama di wilayah Leuweunghapit.
Arti nama Leuweunghapit versi pertama, disimpulkan dari uraian diatas adalah Leuweunghapit berasal dari dua kata yakni leuweung dan hapit. Leuweung memiliki arti hutan, sedangkan hapit berarti terjepit/terkelilingi.
Jadi, Leuweunghapit adalah suatu wilayah yang dikelilingi oleh hutan belantara. Menurut versi kedua desa Leuweunghapit berasal dari kata dalung dan apit yang diambil dari kata capit. Yang kemudian disatukan menjadi /Lungapit. Tercipta dari suatu peristiwa sekelompok masyarakat yang akan melaksanakan hajatan. Pada waktu itu, diadakan tontonan untuk semua kalangan “wayang kulit”. Ketika pagelaran akan segera dimulai secara tiba-tiba dalung dan capitnya hilang.
Penulis: Dewi Salamatu Hamidah
Editor : Sejarah Cirebon
Agama Islam berkembang di wilayah Majalengka utara pada abad ke-16 M. Dalam perkembang ajaran Islam di wilayah ini terdapat tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh, diantaranya pada saat itu sultan Cirebon menugaskan Waridah (Buyut Sambeng) dengan dibantu oleh dua anaknya yang bernama Asilah bergelar Ki Bagus Urang dan adiknya Masilah bergelar Buyut Sidum, untuk menyebarkan ajaran Islam diwilayah Majalengka Utara.
Dalam perjalanan mensyiarkan ajaran agama Islam, Masilah menikahi putri dari kakaknya sendiri (Ki Bagus Urang) yang bernama Asilah. Dari pernikahan Masilah dan Asilah dikaruniai seorang anak dinamai Nyi Mas Sidum, yang memiliki garis keturunan ke-8 dari Prabu Siliwangi (Raja Pajajaran). Nyi Mas Sidum memilih untuk tinggal menetap di desa Ligung.
Nyi Mas Sidum bertemu dengan Dipayuda yang merupakan keturunan pertama dari Demang Centong (Demang Leuwimunding) yang sedang mensyiarkan agama Islam. Dari pertemuan keduanya muncul rasa suka, hingga akhirnya terjadi pernikahan.
Dipayuda dan Nyi Mas Sidum dalam masa pernikahannnya melakukan pengembaraan kewilayah timur, kemudian singgah di hutan belantara (Leuweunghapit).
Muncul keinginan mereka untuk mendiami hutan belantara tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka membuat sebuah sumur yang diberi nama dalam bahasa jawa yakni sumur mendung. Karena, ketika pembuatan sumur tersebut keadaan sedang mendung, gumpalan awan dilangit sangat tebal sampai tidak ada satu celah-celah untuk matahari menyinari.
Nyi Mas Sidum dan Dipayuda menetap lama di wilayah Leuweunghapit hingga mempunyai dua keturunan yang bernama Nurkim dan Narimah. Seiring berjalannya waktu, wilayah ini semakin ramai terdapat sekelompok masyarakat pekerja dibawah pemerintahan Belanda yang berprofesi sebagai pembongkar hutan membuat bedengan-bedengan sebagai tempat tinggal mereka.
Lambat laun, wilayah hutan belantara ini semakin ramai, banyak yang menetap dan berkeluarga. Hingga pada abad ke-18 M adanya seorang pemimpin/ tetua (kepala desa) bernama Boa Awal, yang menjadi kepala desa pertama di wilayah Leuweunghapit.
Arti nama Leuweunghapit versi pertama, disimpulkan dari uraian diatas adalah Leuweunghapit berasal dari dua kata yakni leuweung dan hapit. Leuweung memiliki arti hutan, sedangkan hapit berarti terjepit/terkelilingi.
Jadi, Leuweunghapit adalah suatu wilayah yang dikelilingi oleh hutan belantara. Menurut versi kedua desa Leuweunghapit berasal dari kata dalung dan apit yang diambil dari kata capit. Yang kemudian disatukan menjadi /Lungapit. Tercipta dari suatu peristiwa sekelompok masyarakat yang akan melaksanakan hajatan. Pada waktu itu, diadakan tontonan untuk semua kalangan “wayang kulit”. Ketika pagelaran akan segera dimulai secara tiba-tiba dalung dan capitnya hilang.
Penulis: Dewi Salamatu Hamidah
Editor : Sejarah Cirebon
Posting Komentar untuk "Sejarah Desa Leuweunghapit Kec Ligung Kab Majalengka"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.