Biografi Tan Malaka Sang Revolusioner
Tan Malaka atau biasa dikenal dengan sebutan bapa madilog adalah salah satu dari 68 tokoh Founding fathers (pendiri bangsa) bangsa Indonesia.
Selama hidupnya ia gunakan untuk bergerilya melawan penjajah asing yang telah lama menancapkan kuku penjajahanya di bumi Nusantara, selain itu Tan Malaka juga di kenal sebagai tokoh pemikir dan filosof kiri-revolusioner.
Tan Malaka sebenarnya memiliki nama lain dengan gelar kebangsawanan, nama lengkapnya adalah Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka dengan sebutan Ibrahim, penamaan Tan Malaka sendiri ia dapat dari nama semi-bangsawan garis ibunda.
Jika dilihat penamaan Malaka yang terdapat embel-embel bangsawan mencirikan bahwa dirinya berasal dari elit lokal minang dengan keluarga bangsawan. Namun jika menilik kehidupan Tan Malaka tidak beda jauh dengan masyarakat pribumi pada umumnya.
Tan lahir di nagari Pandan Gadang, Suliki, Sumatera barat pada 2 Juni 1897 dan mangkat di desa Selopanggung, Kediri, Jawa timur pada 21 Februari 1949 tepat di umurnya yang menginjak 51 tahun akibat ditembak oleh TNI. Beliau adalah putra dari HM. Rasad seorang petani dengan ibunda Rangkayo Sinah seorang putri orang yang disegani didesanya.
Tan Malaka adalah seorang aktivis kemerdekaan Indonesia, Filsuf kiri, pemimpin partai Komunis Indonesia, pendiri partai murba dan pahlawan nasional Indonesia, serta ia juga dikenal sebagai tokoh pertama pengagas konsep teks tentang Indonesia sebagai Negara republik dengan karyanya yaitu Naar de Republik Indonesia (menuju republik Indonesia) pada tahun 1925 sebelum munculnya gagasan dari Hatta tentang Indonesia merdeka dan bung karno.
Berkat keningratanya beliau berhasil masuk ke sekolah Inlandsche Kweekschool Voor Onderwijers (sekolah guru kaum pribumi) pada 1908.
Sekolah Inlandsche merupakan satu satunya pendidikan yang ada di Sumatera saat itu, untuk masuknya pun terbilang sulit hanya anak-anak yang pantas atau memiliki kekuasaan lah yang dapat memasuki sekolah mewah ala penjajahan ini.
Masa sekolah, Tan Malaka termasuk siswa yang pintar menurut pengakuan salah seorang guru yakni G.H Horensma. Saat sekolah Tan sangat suka pelajaran B. Belanda, Olahraga sepakbola, setelah lulus pada 1913 Tan diberi dua kenikmatan gratis yang pertama kenikmatan sebuah gelar dan kedua dijodohkan dengan seorang gadis cantik namun sang filsuf-kiri itu hanya memilih gelar yakni gelar datuk dalam sebuah upacara tradisional pada 1913.
Karakterisasi Tan Malaka yang terbentuk sangat kritis itu disebabkan dari lingkungan daerahnya dan sifat kritisnya itu tambah berkembang saat dirinya kuliah di Belanda.
Minangkabau dikenal sebagai daerah di Indoenesia yang bidang pendidikanya sudah sangat maju saat itu dibanding daerah lainya, serta eksistensi keagamaanya sangat kuat dan kehidupan sehari-seharinya lebih menekankan agama dan sangat bersifat religius.
Minangkabau juga dikenal sebagai lumbungnya para intelektual aktivis yang kita ketahui para tokoh pergerakan banyak lahir dari bumi Minang seperti Moh Hatta, Hamka, M. Natsir, Moh. Yamin, Sutan Syahrir, agus salim, abdul Muis dan yang lainya.
Selain itu Minangkabau juga dikenal dengan basis pertarungan ideologinya, berbagai ideology dari yang berbasis agama Islam hingga sekuler semacam sosialisme dan komunisme banyak bermunculan di tanah Minang, meski dikenal sebagai basisnya Islam Minangkabau juga dikenal lahirnya gerakan kiri radikal yang berpusat di sekolah menengah di Padang Panjang yakni Sumatera Thawalib dan Diniyah.
Setelah menyelesaikan pendidikanya, Tan Malaka berniat melanjutkan pendidikanya ke Belanda berkat bantuan gurunya Horensma yang mengatur segala kebutuhan dan keungan keberangkatan Tan Malaka dari Minang ke Belanda.
Sesampainya disana baru beberapa hari Tan Malaka langsung jatuh sakit dengan menderita penyakit Pleuritis (semacam penyakit kaget beda iklim, budaya dll). Karena terbatasnya uang yang dipegang menjadikan dirinya tidak bisa berobat apalagi memanggil dokter ke tempatnya, gara-gara sakitnya itu pula menghambat dirinya dalam ujian menjadikan Tan Malaka gagal ujian akhir hingga dua kali. Tujuan kuliah di Belanda adalah dirinya ingin menjadi seorang guru.
Selama kuliah di Belanda, pengetahuanya tentang revolusi mulai meningkat sebab disana Tan berteman dengan teman-teman yang agak liar pemikiranya.
Tan Malaka sangat tertarik dengan komunisme dan sosialisme dan juga Tan gemar membaca buku karya-karya Karl Max, Fried Rich Enggels dan Vladmir Lenin. Ideology kiri inilah yang Tan pegang hingga akhir hayatnya.
Tan juga sangat suka dengan filosof godam Friedrich Nietzsche. Selain itu Tan pernah ditunjuk oleh Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) sebagai delegasi Indischee Vereeniging dalam kongres pemuda Indonesia dan pelajar di Deventer.
Pertemanan dan pertemuan inilah yang membuat sang revolusioner menginginkan perubahan di Negaranya sendiri dengan status dibawah naungan Belanda menjadi merdeka.
Penulis : Anisa Anggraeni Saldin
Selama hidupnya ia gunakan untuk bergerilya melawan penjajah asing yang telah lama menancapkan kuku penjajahanya di bumi Nusantara, selain itu Tan Malaka juga di kenal sebagai tokoh pemikir dan filosof kiri-revolusioner.
Tan Malaka sebenarnya memiliki nama lain dengan gelar kebangsawanan, nama lengkapnya adalah Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka dengan sebutan Ibrahim, penamaan Tan Malaka sendiri ia dapat dari nama semi-bangsawan garis ibunda.
Jika dilihat penamaan Malaka yang terdapat embel-embel bangsawan mencirikan bahwa dirinya berasal dari elit lokal minang dengan keluarga bangsawan. Namun jika menilik kehidupan Tan Malaka tidak beda jauh dengan masyarakat pribumi pada umumnya.
Tan lahir di nagari Pandan Gadang, Suliki, Sumatera barat pada 2 Juni 1897 dan mangkat di desa Selopanggung, Kediri, Jawa timur pada 21 Februari 1949 tepat di umurnya yang menginjak 51 tahun akibat ditembak oleh TNI. Beliau adalah putra dari HM. Rasad seorang petani dengan ibunda Rangkayo Sinah seorang putri orang yang disegani didesanya.
Tan Malaka adalah seorang aktivis kemerdekaan Indonesia, Filsuf kiri, pemimpin partai Komunis Indonesia, pendiri partai murba dan pahlawan nasional Indonesia, serta ia juga dikenal sebagai tokoh pertama pengagas konsep teks tentang Indonesia sebagai Negara republik dengan karyanya yaitu Naar de Republik Indonesia (menuju republik Indonesia) pada tahun 1925 sebelum munculnya gagasan dari Hatta tentang Indonesia merdeka dan bung karno.
Berkat keningratanya beliau berhasil masuk ke sekolah Inlandsche Kweekschool Voor Onderwijers (sekolah guru kaum pribumi) pada 1908.
Sekolah Inlandsche merupakan satu satunya pendidikan yang ada di Sumatera saat itu, untuk masuknya pun terbilang sulit hanya anak-anak yang pantas atau memiliki kekuasaan lah yang dapat memasuki sekolah mewah ala penjajahan ini.
Masa sekolah, Tan Malaka termasuk siswa yang pintar menurut pengakuan salah seorang guru yakni G.H Horensma. Saat sekolah Tan sangat suka pelajaran B. Belanda, Olahraga sepakbola, setelah lulus pada 1913 Tan diberi dua kenikmatan gratis yang pertama kenikmatan sebuah gelar dan kedua dijodohkan dengan seorang gadis cantik namun sang filsuf-kiri itu hanya memilih gelar yakni gelar datuk dalam sebuah upacara tradisional pada 1913.
Karakterisasi Tan Malaka yang terbentuk sangat kritis itu disebabkan dari lingkungan daerahnya dan sifat kritisnya itu tambah berkembang saat dirinya kuliah di Belanda.
Minangkabau dikenal sebagai daerah di Indoenesia yang bidang pendidikanya sudah sangat maju saat itu dibanding daerah lainya, serta eksistensi keagamaanya sangat kuat dan kehidupan sehari-seharinya lebih menekankan agama dan sangat bersifat religius.
Minangkabau juga dikenal sebagai lumbungnya para intelektual aktivis yang kita ketahui para tokoh pergerakan banyak lahir dari bumi Minang seperti Moh Hatta, Hamka, M. Natsir, Moh. Yamin, Sutan Syahrir, agus salim, abdul Muis dan yang lainya.
Selain itu Minangkabau juga dikenal dengan basis pertarungan ideologinya, berbagai ideology dari yang berbasis agama Islam hingga sekuler semacam sosialisme dan komunisme banyak bermunculan di tanah Minang, meski dikenal sebagai basisnya Islam Minangkabau juga dikenal lahirnya gerakan kiri radikal yang berpusat di sekolah menengah di Padang Panjang yakni Sumatera Thawalib dan Diniyah.
Setelah menyelesaikan pendidikanya, Tan Malaka berniat melanjutkan pendidikanya ke Belanda berkat bantuan gurunya Horensma yang mengatur segala kebutuhan dan keungan keberangkatan Tan Malaka dari Minang ke Belanda.
Sesampainya disana baru beberapa hari Tan Malaka langsung jatuh sakit dengan menderita penyakit Pleuritis (semacam penyakit kaget beda iklim, budaya dll). Karena terbatasnya uang yang dipegang menjadikan dirinya tidak bisa berobat apalagi memanggil dokter ke tempatnya, gara-gara sakitnya itu pula menghambat dirinya dalam ujian menjadikan Tan Malaka gagal ujian akhir hingga dua kali. Tujuan kuliah di Belanda adalah dirinya ingin menjadi seorang guru.
Selama kuliah di Belanda, pengetahuanya tentang revolusi mulai meningkat sebab disana Tan berteman dengan teman-teman yang agak liar pemikiranya.
Tan Malaka sangat tertarik dengan komunisme dan sosialisme dan juga Tan gemar membaca buku karya-karya Karl Max, Fried Rich Enggels dan Vladmir Lenin. Ideology kiri inilah yang Tan pegang hingga akhir hayatnya.
Tan juga sangat suka dengan filosof godam Friedrich Nietzsche. Selain itu Tan pernah ditunjuk oleh Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) sebagai delegasi Indischee Vereeniging dalam kongres pemuda Indonesia dan pelajar di Deventer.
Pertemanan dan pertemuan inilah yang membuat sang revolusioner menginginkan perubahan di Negaranya sendiri dengan status dibawah naungan Belanda menjadi merdeka.
Penulis : Anisa Anggraeni Saldin
Posting Komentar untuk "Biografi Tan Malaka Sang Revolusioner"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.