Kisah Ibnu Taimiyah Dilempari Sandal
Ibnu Taimiyah adalah Ulama yang begitu diagungkan oleh pengikut Muhamad bin Abdul Wahab (1703-1792 M) yang belakangan dikenal dengan kelompok Salafi Wahabi, di kalangan mereka Ibnu Taimiyah (1263-1328 Masehi) dianggap selayaknya Imam Madhab. Selain Itu, Ibnu Taimiyah juga diagung-agungkan dikalangan ormas-ormas Islam yang terpengaruh ajaran Muhamad Abduh (1849-1905 M) dan Muhamad Rasyid Ridha (1865-1935M). Di Indonesia ormas Islam yang terpengaruh oleh ajaran keduanya adalah Muhamadiyah.
Meskipun dikenal sebagai Ulama segala bisa di kalangan para pengangumnya, ada peristiwa sejarah yang tidak banyak diketahui orang, Ibnu Taimiyah pernah dilempari sandal, dipukuli bahkan dipenjara, peristiwa tersebut terjadi tidak lama selepas Ibnu Taimiyah mengajarkan ajaran-ajaram mujasimahnya pada khalayak ramai. Kabar ini tercatat dalam kitab Daf’us Syubah Man Tasyabbaha Wa Tamarrad dan Kitab Rihlah Ibnu Bathuthah.
Kitab Tasyabbaha Wa Tamarrad adalah kitab karangan Taqiyuddin al Husaini Ad- Dimsyaqi (Meninggal 829 H/1426M), yaitu seorang Mufti dan Syaikhul Islam di Kota Damskus . Di dalam kitabnya ia mencatat peristiwa yang pernah menggemparkan Damskus, peristiwa itu tertulis pada halaman 41. Demikian isinya:
“Dikhabarkan dari Abu Hasan Ali ad- Dimsyaqi, yang ia terima dari ayahnya bahwa ayahnya menghadiri majlis Ibnu Taimiyah di masjid Damsyik. Ibnu Taimiyah memberi pelajaran dihadapan umum. Ketika ia sampai kepada pembacaan ayat ‘Tuhan istawa di atas Arsy’, ia mengatakan, ‘Tuhan duduk di atas Arsy seperti duduknya saya ini’. Saat itu, pendengar jadi ribut, karena Ibnu Taimiyah menyerupakan duduknya dengan duduknya Tuhan, sehingga dia dilempari dengan sandal, sepatu dan diturunkan dari kursi duduknya, ditampar dan dipukuli bersama-sama”.
Selain tercatat dikalangan penduduk Damaskus, kabar mengenai ucapan-ucapan ngawur Ibnu Taimiyah mengenai ajaran Islam juga di catat oleh orang asing yang kebetulan kala itu sedang mengunjungi Damskus. Salah satu orang asing yang mencatat peristiwa itu adalah Ibnu Batutah (1304-1369 M). Dalam kitabnya yang berjudul Rihlah Ibnu Bathuthah halaman 57 jilid 1. Demikian salah satu petikannya:
“Saya, saat itu sedang berada di Damsyik. Pada hari jum’at, Ibnu Taimiyah berkhutbah diatas mimbar masjid Damsyik. Diantara khutbahnya dikatakan, ‘Tuhan Allah turun kelangit dunia tiap-tiap malam, seperti turunnya saya ini, lalu ia turun dari mimbar’. Ketika itu, hadir seorang ulama mazhab lain, namanya Ibnu Zahra. Ahli fikih ini mendebat Ibnu Taimiyah, karena ia menyerupakan Tuhan dengan dirinya”. Namun, beberapa orang murid Ibnu Taimiyah memukul Ibnu Zahra ini dan membawanya kepada hakim/qadhi Izzuddin bin Muslim yang bermazhab Hanbali. Qadhi Izzuddin menghukum Ibnu Zahra beberapa hari dalam penjara. Ahli-ahli fikih yang lain, yang bermazhab mazhab Syafi’i dan Maliki, memprotes hukuman Qadhi Izzuddin ini dan mengajukan perkaranya kepada Raja besar (Malikul Muluk) bernama Saifuddin Tankiz. Raja ini orang baik, kata Ibnu Bathuthah. Dia memerintah Raja Nashir di Kairo, supaya Ibnu Taimiyah dibawa ke pengadilan tinggi, karena fatwa Ibnu Taimiyah dalam agama banyak yang salah baik dalam fikih maupun dalam ushuluddin".
Berdasarkan catatan peristiwa yang dikisahkan dalam kitab Daf’us Syubah Man Tasyabbaha Wa Tamarrad dan Kitab Rihlah Ibnu Bathuthah di atas jelas mengabarkan dua peristiwa berbeda namun dengan keributan yang sama, yaitu ribut dikarenakan Ibnu Taimiyah menyamakan sifat Allah dengan sifat mahluk (mujasimah).
Kitab Daf’us Syubah Man Tasyabbaha Wa Tamarrad menjelaskan Ibnu Taimiyah dilempari sandal bahkan dipukuli ketika menyamakan duduknya Allah dengan duduknya dia. Hal ini terjadi saat Ibnu Taimiyah memberikan kuliah/pengajian umum pada orang banyak.
Sementara itu, dalam Kitab Rihlah Ibnu Bathuthah, Ibnu Taymiyah diprotes oleh Ulama Madhab lain (diluar Madhab Hambali) karena menyatakan turunnya Allah sama seperti turunnya Ibnu Taimiyah dari Mimbar Jumat” Karena berada di lingkungan pengikutnya, Ibnu Taimiyah yang jelas-jelas berpendapat sesat tersebut di bela murid-muridnya, bahkan yang memprotes dianaya dan dijebloskan ke penjara melalui seorang Hakim Madhab Hambali yang tentunya melindungi Ibnu Taimiyah. Hal ini yang menurut catatan Ibnu Batutah sebagai pemantik protes besar-besaran dari kalangan Ulama Syafi’i dan Maliki hingga tembus ke pusat Kerajaan.
Di akhir cerita, protes dari mayoritas ulama Madhab, baik dari Madhab Syafi’i, Maliki dan madhab Hambali yang lurus menyebabkan Ibnu Taimiyah diseret ke pengadilan. Ibnu Taimiyah dijatuhi hukuman penjara di Benteng Damsukus karena ucapan-ucapanya yang dianggap menyesatkan. Ibnu Taimiyah dipenjara hingga wafat disana pada tahun 1328 Masehi.
Penulis : Bung Fei
Editor : Sejarah Cirebon
Meskipun dikenal sebagai Ulama segala bisa di kalangan para pengangumnya, ada peristiwa sejarah yang tidak banyak diketahui orang, Ibnu Taimiyah pernah dilempari sandal, dipukuli bahkan dipenjara, peristiwa tersebut terjadi tidak lama selepas Ibnu Taimiyah mengajarkan ajaran-ajaram mujasimahnya pada khalayak ramai. Kabar ini tercatat dalam kitab Daf’us Syubah Man Tasyabbaha Wa Tamarrad dan Kitab Rihlah Ibnu Bathuthah.
Kitab Tasyabbaha Wa Tamarrad adalah kitab karangan Taqiyuddin al Husaini Ad- Dimsyaqi (Meninggal 829 H/1426M), yaitu seorang Mufti dan Syaikhul Islam di Kota Damskus . Di dalam kitabnya ia mencatat peristiwa yang pernah menggemparkan Damskus, peristiwa itu tertulis pada halaman 41. Demikian isinya:
“Dikhabarkan dari Abu Hasan Ali ad- Dimsyaqi, yang ia terima dari ayahnya bahwa ayahnya menghadiri majlis Ibnu Taimiyah di masjid Damsyik. Ibnu Taimiyah memberi pelajaran dihadapan umum. Ketika ia sampai kepada pembacaan ayat ‘Tuhan istawa di atas Arsy’, ia mengatakan, ‘Tuhan duduk di atas Arsy seperti duduknya saya ini’. Saat itu, pendengar jadi ribut, karena Ibnu Taimiyah menyerupakan duduknya dengan duduknya Tuhan, sehingga dia dilempari dengan sandal, sepatu dan diturunkan dari kursi duduknya, ditampar dan dipukuli bersama-sama”.
Selain tercatat dikalangan penduduk Damaskus, kabar mengenai ucapan-ucapan ngawur Ibnu Taimiyah mengenai ajaran Islam juga di catat oleh orang asing yang kebetulan kala itu sedang mengunjungi Damskus. Salah satu orang asing yang mencatat peristiwa itu adalah Ibnu Batutah (1304-1369 M). Dalam kitabnya yang berjudul Rihlah Ibnu Bathuthah halaman 57 jilid 1. Demikian salah satu petikannya:
“Saya, saat itu sedang berada di Damsyik. Pada hari jum’at, Ibnu Taimiyah berkhutbah diatas mimbar masjid Damsyik. Diantara khutbahnya dikatakan, ‘Tuhan Allah turun kelangit dunia tiap-tiap malam, seperti turunnya saya ini, lalu ia turun dari mimbar’. Ketika itu, hadir seorang ulama mazhab lain, namanya Ibnu Zahra. Ahli fikih ini mendebat Ibnu Taimiyah, karena ia menyerupakan Tuhan dengan dirinya”. Namun, beberapa orang murid Ibnu Taimiyah memukul Ibnu Zahra ini dan membawanya kepada hakim/qadhi Izzuddin bin Muslim yang bermazhab Hanbali. Qadhi Izzuddin menghukum Ibnu Zahra beberapa hari dalam penjara. Ahli-ahli fikih yang lain, yang bermazhab mazhab Syafi’i dan Maliki, memprotes hukuman Qadhi Izzuddin ini dan mengajukan perkaranya kepada Raja besar (Malikul Muluk) bernama Saifuddin Tankiz. Raja ini orang baik, kata Ibnu Bathuthah. Dia memerintah Raja Nashir di Kairo, supaya Ibnu Taimiyah dibawa ke pengadilan tinggi, karena fatwa Ibnu Taimiyah dalam agama banyak yang salah baik dalam fikih maupun dalam ushuluddin".
Berdasarkan catatan peristiwa yang dikisahkan dalam kitab Daf’us Syubah Man Tasyabbaha Wa Tamarrad dan Kitab Rihlah Ibnu Bathuthah di atas jelas mengabarkan dua peristiwa berbeda namun dengan keributan yang sama, yaitu ribut dikarenakan Ibnu Taimiyah menyamakan sifat Allah dengan sifat mahluk (mujasimah).
Kitab Daf’us Syubah Man Tasyabbaha Wa Tamarrad menjelaskan Ibnu Taimiyah dilempari sandal bahkan dipukuli ketika menyamakan duduknya Allah dengan duduknya dia. Hal ini terjadi saat Ibnu Taimiyah memberikan kuliah/pengajian umum pada orang banyak.
Sementara itu, dalam Kitab Rihlah Ibnu Bathuthah, Ibnu Taymiyah diprotes oleh Ulama Madhab lain (diluar Madhab Hambali) karena menyatakan turunnya Allah sama seperti turunnya Ibnu Taimiyah dari Mimbar Jumat” Karena berada di lingkungan pengikutnya, Ibnu Taimiyah yang jelas-jelas berpendapat sesat tersebut di bela murid-muridnya, bahkan yang memprotes dianaya dan dijebloskan ke penjara melalui seorang Hakim Madhab Hambali yang tentunya melindungi Ibnu Taimiyah. Hal ini yang menurut catatan Ibnu Batutah sebagai pemantik protes besar-besaran dari kalangan Ulama Syafi’i dan Maliki hingga tembus ke pusat Kerajaan.
Makam Ibnu Taimiyah |
Penulis : Bung Fei
Editor : Sejarah Cirebon
Posting Komentar untuk "Kisah Ibnu Taimiyah Dilempari Sandal"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.