Palembang Menurut Catatan Ma-Huan, Sekertaris Cheng-Ho
Catatan tersebut ditulis oleh sekertaris Cheng-Ho yang bernama Ma-Huan. Catatan Ma-Huan salah satunya mengenai Kota Palembang terangkum dalam karya monumentalnya yang kelak diberi judul “Yi Ya Sheng Lan” atau “Pemandangan Indah di Seberang Samudera”.
Catatan Ma-Huan tentang kondisi Kota Palembang waktu itu dapat dijumpai dalam buku karya Kong Yuanzi yang berjudul “ Cheng Ho Muslim Tionghoa: Muslim Tionghoa, Misteri Perjalanan Muhibah Nusantara”. Sebab dalam buku tersebut sedikit banyak menampilkan teks terjamahan dari naskah Yi Ya Sheng Lan.
Ilustrasi Gambaran Ma-Huan Mendampingi Ceng-Ho |
Pelayaran dengan angin buritan dari Pulau Jawa ke Palembang memakan waktu 8 hari 8 malam. Palembang dahulu wilayah Kerajaan Sriwijaya. Di sebelah timurnya adalah Pulau Jawa, sedangkan sebelah barat adalah Malaka.
Di sebelah selatan dan utara terdapat gunung yang tinggi dan laut luas. Pada saat tiba di pelabuhan Palembang, kapal harus ditambahkan pada tonggak di pantai di mana terdapat banyak menara batu bata. Jika hendak memasuki pelabuhan, perlu menggunakan kapal kecil. Pada waktu itu Palembang dikuasai oleh kerajaan Jawa (Majapahit).
Di Palembang terdapat banyak perantau Tionghoa yang mengungsi dari Provinsi Guangdong dan Quanzhou (Fujian Selatan) Tiongkok. “satu musim menanam padi, tiga musim memungut panen emas”, demikian pepatah orang yang memuji kesuburan tanah Palembang.
Wilayah ini sebagian besar adalah air, tanahnya sedikit. Orang-orang pandai bertempur dalam air. Tokoh-tokoh terkemuka tinggal di darat, sedangkan rakyat kecil berumah di atas rakit yang tertambat pada tonggak di pantai. Setiap hari air pasang dua kali, pagi dan malam.
Orang yang berumah di atas rakit tidak terganggu oleh pasang surutnya air, sehingga penghuninya hidup tentram. Di samping itu juga memudahkan pemindahan rumah dengan cara melepas tambatan rakitnya.
Ilustrasi Gambarang Palembang Tempo Dulu |
Kebiasaan dan adat istiadat orang Palembang sama dengan orang Jawa. Palembang menghasilkan berbagai wangi-wangian, antara lain semacam kemenyan yang tidak terdapat di Tiongkok dan Negara lainnya. Kemenyan istimewa itu bukan main harumnya.
Di tempat itu terdapat burung baceros sebesar bebek. Bulunya hitam, lehernya panjang, dan paruhnya meruncing. Tengkoraknya beberapa millimeter tebalnya. Bagian atas tengkoraknya berwarna merah di luar dan kuning di dalam sehingga amat sedap di mata dan dapat dipakai sebagai pegangan keris.
Selain itu, terdapat pula ayam casoari (cassowary)- sejenis ayam kalkun. Di pegunungan Palembang terdapat tapir yang bentuknya seperti babi raksasa. Tinggi badannya kira-kira satu meter. Adapun ternak, unggas, sayur-mayur, dan buah-buahan, yang ada di Pulau Jawa umumnya terdapat pula di Palembang.
Barang-barang yang senang dibeli oleh penduduk setempat antara lain manik-manik yang berwarna-warni, “ding” perunggu (semacam alat pemasak kuno yang berpegangan dua dan berkaki tiga, atau empat), porselen biru bercampur putih, kain sutera beraneka warna, dan lain-lain.
Orang-orang senang senang berjudi dengan main catur atau sabung ayam. Uang kepengan Cina berlaku pula di pasar. Dan kainpun dijadikan sebagai pengganti uang.Begitulah catatan Ma-Huan mengnai kondisi Palembang waktu itu, dari gambaran tersebut dapatlah dimengerti bahwa Palembang pada masa itu merupakan bagian kekuasaan Raja Jawa (Majapahit), Kondisi Kota Palembang digambarkan sebagai kota Air, meskipun begitu wilayahnya luas mencakup Pegunungan. Sementara dari sisi budaya, rupanya waktu itu Palembang disamakan dengan Jawa. Palembang juga digambarkan kaya akan flaura dan fauna, sementara penduduknya digambarkan suka bermain judi.
Baca Juga: Misteri Keberadaan Makam Cheng Ho
Penulis: Bung Fei
Editor : Sejarah Cirebon
Jelas alam dan margasatwa di Palembang sudah jauh berbeda di masa sekarang.
BalasHapus