Penemuan Naskah Kuno Tentang Tata Cara Memelihara Burung
Selama ini, naskah-naskah yang ditemukan di nusantara biasanya berisi tentang sejarah, ajaran agama dan hal-hal yang berkaitan dengan cabang-cabang ilmunya. Oleh karena itu penemuan naskah kuno di Cirebon yang didalamnya membahas mengenai tata cara memelihara burung dianggap sebagai sesuatu hal yang unik, mengingat jarang atau mungkin tidak ada naskah-naskah yang berasal dari nusantara yang membahas tentang itu.
Penemuan naskah Kuno yang membahas tata cara memelihara burung di Cirebon terungkap dalam acara “Pembahasan Draf Final Kegiatan Pengembangan Penyusunan Monograf/Katalog Naskah Keagamaan Cirebon II” kegiatan dilaksanakan oleh Balai Litbang Agama Jakarta bertempat di Hotel Sahira Butik Hotel Bogor dari 25-27 Juni 2019.
Dalam draf deskripsi naskah Keagamaan Cirebon II yang dialamnya berisi deskripsi naskah-naskah Cirebon koleksi Bambang Irianto, disebutkan bahwa ada salah satu naskah yang membahas mengenai burung.
Naskah tersebut, oleh penyusun katalog diberi judul Primbon Manuk (Primbun Burung), kode naskah 34/Pri/BLAJ-MBI/2016, naskah berjumlah 34 halaman, naskah berbahasa dan beraksara Jawa, gaya penulisan naskah berbentuk prosa, sementara kertas yang digunakan adalah kertas kuno eropa.
Ditinjau dari kondisinya, naskah kondisinya kusam, tidak memiliki sampul dengan kondisi jilidan sudah kendur dan di bagian lembaran terakhir jilidannya terlepas atau rusak.
Penemuan naskah Kuno yang membahas tata cara memelihara burung di Cirebon terungkap dalam acara “Pembahasan Draf Final Kegiatan Pengembangan Penyusunan Monograf/Katalog Naskah Keagamaan Cirebon II” kegiatan dilaksanakan oleh Balai Litbang Agama Jakarta bertempat di Hotel Sahira Butik Hotel Bogor dari 25-27 Juni 2019.
Dalam draf deskripsi naskah Keagamaan Cirebon II yang dialamnya berisi deskripsi naskah-naskah Cirebon koleksi Bambang Irianto, disebutkan bahwa ada salah satu naskah yang membahas mengenai burung.
Para Peneliti dan Fiolog Dalam Acara Penyusunan Monograf/Katalog Naskah Keagamaan Cirebon II |
Ditinjau dari kondisinya, naskah kondisinya kusam, tidak memiliki sampul dengan kondisi jilidan sudah kendur dan di bagian lembaran terakhir jilidannya terlepas atau rusak.
Di halaman 32, 33 dan 34 sobek sehingga ada beberapa tulisan yang tidak terbaca. Naskah tidak memiliki iluminasi, ilustrasi, watermark, garis tebal (chain lines), garis tipis (laid lines), nama pengarang atau penyalin, tahun penyalinan dan juga penomoran.
Jumlah baris perhalaman naskah ada yang paling sedikit berjumlah 3 yaitu di halaman 12 baris dan terbanyak 19 baris di halaman 17. Di dalam Naskah terdapat bagian halaman yang kosong yaitu di halaman 3 dan 13. Naskah ini juga terdapat aksara Arab pada halaman 7 baris ke 9 berbunyi “pasir” dan halaman 9 baris ke 3 berbunyi “rara maget”. Tinta yang digunakan berwarna hitam dan merah.
Ditinjau dari isinya naskah primbon manuk berisikan tentang tata cara merawat burung peliharaan agar bisa berkicau lebih indah serta juga mengandung teknik-teknik agar burung kicauannya tetap keras seperti ketika berkicau di alam liar, selain itu didalamnya juga terdapat bahasan mengenai watak dan perwatakan burung sekaligus pemaparan manfaatnya bagi yang memelihara burung tersebut. Teks pada naskah ini dapat dikategorikan sebagai teks primbon.
Petikan awal teks (hlm. 1): “...Iki basaning hanglo manuk. Cauna ta laluku hapa nika kongkonan, rokdaya kona rokang. Hikiparanti ngidengi manuk gambri tutas habané kaya lagi hana ngalas wongkono. Kudhesti hasta kanaka, serut siwalan tunggal. Hasal ira saking nabi papanutan, sawarga nira hing panasaran. Sangaliweran haliweran. Sang raja ramé muniya, sang raja sihana hing kéné, hiya hisun panutan ira, hiya hisun pangéran nira.Panuli tiniyupaken ping telu.Hiki paranti nginumi manuk...”.
Terjamah : [...Ini caranya mengkerik lidah burung. Mantra: Cauna ta laluku hapa nika kongkonan, rokdaya kona rokang.” Ini alat mengkudang atau melatih burung supaya keras dan bagus suaranya seperti ketika berada di hutan. Mantra: Kudhesti hasta kanaka, serut siwalan tunggal. Hasal ira saking nabi papanutan, sawarga nira hing panasaran. Sangaliweran haliweran. Sang raja ramé muniya, sang raja sihana hing kéné, hiya hisun panutan ira, hiya hisun pangéran nira. Lalu ditiupkan sebanyak 3 kali. Ini cara memberi minum burung...].
Petikan akhir teks (hlm. 22): “...Katemu papatang, bramana luhur, harané, laksané ge ... Dhénana manuk, cangke ... Kang saparo brama lulut. Haranéh nekakaken lalara...”.
Terjamah: [...Bagian ke empat, Bramana Luhur, namanya seperti ge (ni). Jika ada burung, mulut yang sebagian merah muda. Artinya mendatangkan penyakit...].
Penulis: Bung Fei
Editor : Sejarah Cirebon
Jumlah baris perhalaman naskah ada yang paling sedikit berjumlah 3 yaitu di halaman 12 baris dan terbanyak 19 baris di halaman 17. Di dalam Naskah terdapat bagian halaman yang kosong yaitu di halaman 3 dan 13. Naskah ini juga terdapat aksara Arab pada halaman 7 baris ke 9 berbunyi “pasir” dan halaman 9 baris ke 3 berbunyi “rara maget”. Tinta yang digunakan berwarna hitam dan merah.
Ditinjau dari isinya naskah primbon manuk berisikan tentang tata cara merawat burung peliharaan agar bisa berkicau lebih indah serta juga mengandung teknik-teknik agar burung kicauannya tetap keras seperti ketika berkicau di alam liar, selain itu didalamnya juga terdapat bahasan mengenai watak dan perwatakan burung sekaligus pemaparan manfaatnya bagi yang memelihara burung tersebut. Teks pada naskah ini dapat dikategorikan sebagai teks primbon.
Petikan awal teks (hlm. 1): “...Iki basaning hanglo manuk. Cauna ta laluku hapa nika kongkonan, rokdaya kona rokang. Hikiparanti ngidengi manuk gambri tutas habané kaya lagi hana ngalas wongkono. Kudhesti hasta kanaka, serut siwalan tunggal. Hasal ira saking nabi papanutan, sawarga nira hing panasaran. Sangaliweran haliweran. Sang raja ramé muniya, sang raja sihana hing kéné, hiya hisun panutan ira, hiya hisun pangéran nira.Panuli tiniyupaken ping telu.Hiki paranti nginumi manuk...”.
Terjamah : [...Ini caranya mengkerik lidah burung. Mantra: Cauna ta laluku hapa nika kongkonan, rokdaya kona rokang.” Ini alat mengkudang atau melatih burung supaya keras dan bagus suaranya seperti ketika berada di hutan. Mantra: Kudhesti hasta kanaka, serut siwalan tunggal. Hasal ira saking nabi papanutan, sawarga nira hing panasaran. Sangaliweran haliweran. Sang raja ramé muniya, sang raja sihana hing kéné, hiya hisun panutan ira, hiya hisun pangéran nira. Lalu ditiupkan sebanyak 3 kali. Ini cara memberi minum burung...].
Petikan akhir teks (hlm. 22): “...Katemu papatang, bramana luhur, harané, laksané ge ... Dhénana manuk, cangke ... Kang saparo brama lulut. Haranéh nekakaken lalara...”.
Terjamah: [...Bagian ke empat, Bramana Luhur, namanya seperti ge (ni). Jika ada burung, mulut yang sebagian merah muda. Artinya mendatangkan penyakit...].
Penulis: Bung Fei
Editor : Sejarah Cirebon
Posting Komentar untuk "Penemuan Naskah Kuno Tentang Tata Cara Memelihara Burung"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.