Riwayat Perang Bubat
Salah satu perang yang kisahnya masih lestari hingga kini adalah perang antara Mahapahit Vs Kerajaan Sunda yang terjadi di Bubat, sejenis lapangan luas yang berada di lingkungan dekat pusat pemerintahan Majapahit. Dalam sejarah perang ini dikenal dengan istilah “Perang Bubat”.
Riwayat mengenai perang bubat terdapat dalam beberapa naskah kuno yang ditemukan di Bali, yaitu Pararaton, Kidung Sunda dan Kidung Sundayana. Adapun sebab-sebeb meletusnya perang bubat menurut sumber-sumber tersebut terjadi akibat perselisihan antara Gajah Mada dengan Prabu Maharaja Linggabuana di Pesanggrahan bubat, sejnis tempat mukim sementara yang terdapat di alun-alun luas bernama bubat.
Menurut Pararaton, perang bubat terjadi pada tahun 1267 Saka yang bertepatan dengan 1357 Masehi, dengan demkian pada waktu itu Majaphit diprintah oleh Prabu Hayam Wuruk.
Sebagaimana diketahui ketika Hayam Wuruk memerintah, Gajah Mada menjabat sebagai Mahapatih Amangkubhumi (Perdana Mentri), jabatan ini diemban Gajah Mada sejak lama, yaitu sejak ibu Prabu Hayam Wuruk memerintah.
Menurut Pararaton, dahulu ketika baru dilantik menjadi Mahapatih, Gajah Mada pernah mengucapkan sumpah Palapa, yang salah satu isinya ingin menaklukan kerajaan Sunda. Akan tetapi hingga Hayam Wuruk memerintah cita-cita ini belum terlaksana.
Tak terlaksananya cita-cita Gajah Mada untuk menaklukan kerajaan Sunda menurut Pararaton adalah karena tentangan keluarga kerajaan, Tribwana Wijaya Tunggadewi melarang Gajah Mada menaklukan Sunda karena antara Majapahit dan Sunda mempunyai tali kekerabatan, Raden Wijaya pendiri Majapahit dianggap sebagai Raja berdarah Sunda.
Meskipun begitu, menurut Kidung Sundayana, Majapahit sebelum meletusnya perang bubat beberapa kali melakukan usaha penaklukan , salah satunya adalah serbuan yang dipimpin oleh Mantri Les dan Baleteng ke kerajaan Sunda, namun serbuan itu gagal bahkan berakhir dengan tewasanya kedua panglima perang Majapahit tersebut.
Memanasnya hubungan Majapahit-Sunda membuat Prabu Hayam Wuruk memutuskan mengikat tali perkawinan dengan putri kerajaan Sunda, harapannya hubungan dua kerajaan normal kembali sebagaimana zaman Raden Wijaya.
Manakala iring-iringan penganten wanita dari Sunda yang dipimpin langsung oleh Prabu Maharaja sampai ke Majapahit dan berkemah di Pesanggrahan bubat untuk mempersiapkan rombongan pengantin menuju Istana, terjadi peristiwa yang tidak diinginkan.
Gajah Mada memanfaatkan suasana tersebut sebagai ajang melampiaskan cita-citanya yang belum terlaksana, Gajah Mada menkan rombongan orang-orang Sunda agar sedia menyatakan takluk kepada Majapahit, terang saja tekanan tersebut ditolak.
Penolakan itulah yang kemudian menyebabkan meletusnya perang antara Majapahit Vs Sunda. Karena kalah Jumlah, rombongan pengantin Kerajaan Sunda menemui kekalahan, sementara di sisi lain, Putri dan Raja Sunda memilih bunuh diri di medan tempur ketimbang mengaku takluk pada Majapahit.
Tragedi yang terjadi di buabat, menurut Paraton, Kidung Sunda maupun Kidung Sundayana adalah murni keteledoran Gajah Mada, Hayam Wuruk ditempat sebagai Raja yang tidak tau menau mengenai permainan politik yang dilancarkan Gajah Mada, sehingga sang Raja dikabarkan bersedih hati bahkan Gajah Mada kemudian dikambing hitamkan sebagai biang kerok dari terbunuhnya Puri dan Raja Sunda bersama pengiringnya.
Baca Juga: Perang Bubat, Buah Kebodohan Hayam Wuruk
Selepas peristiwa ini, hubungan Sunda dan Majapahit benar-benar buruk, bahkan Kerajaan Sunda mengeluarkan titah agar orang Sunda jangan menikah dengan orang Majapahit. Menurut Shutermin yang didasarkan pada pemahamannya terhadap Prasasti Horren, menyatakan bahwa selepas terjadinya perang bubat Sunda melakukan serangan ke Majapahit.
Baca Juga: Serangan Kerajaan Sunda ke Majapahit Selepas Perang Bubat
Riwayat mengenai perang bubat terdapat dalam beberapa naskah kuno yang ditemukan di Bali, yaitu Pararaton, Kidung Sunda dan Kidung Sundayana. Adapun sebab-sebeb meletusnya perang bubat menurut sumber-sumber tersebut terjadi akibat perselisihan antara Gajah Mada dengan Prabu Maharaja Linggabuana di Pesanggrahan bubat, sejnis tempat mukim sementara yang terdapat di alun-alun luas bernama bubat.
Menurut Pararaton, perang bubat terjadi pada tahun 1267 Saka yang bertepatan dengan 1357 Masehi, dengan demkian pada waktu itu Majaphit diprintah oleh Prabu Hayam Wuruk.
Sebagaimana diketahui ketika Hayam Wuruk memerintah, Gajah Mada menjabat sebagai Mahapatih Amangkubhumi (Perdana Mentri), jabatan ini diemban Gajah Mada sejak lama, yaitu sejak ibu Prabu Hayam Wuruk memerintah.
Menurut Pararaton, dahulu ketika baru dilantik menjadi Mahapatih, Gajah Mada pernah mengucapkan sumpah Palapa, yang salah satu isinya ingin menaklukan kerajaan Sunda. Akan tetapi hingga Hayam Wuruk memerintah cita-cita ini belum terlaksana.
Tak terlaksananya cita-cita Gajah Mada untuk menaklukan kerajaan Sunda menurut Pararaton adalah karena tentangan keluarga kerajaan, Tribwana Wijaya Tunggadewi melarang Gajah Mada menaklukan Sunda karena antara Majapahit dan Sunda mempunyai tali kekerabatan, Raden Wijaya pendiri Majapahit dianggap sebagai Raja berdarah Sunda.
Meskipun begitu, menurut Kidung Sundayana, Majapahit sebelum meletusnya perang bubat beberapa kali melakukan usaha penaklukan , salah satunya adalah serbuan yang dipimpin oleh Mantri Les dan Baleteng ke kerajaan Sunda, namun serbuan itu gagal bahkan berakhir dengan tewasanya kedua panglima perang Majapahit tersebut.
Memanasnya hubungan Majapahit-Sunda membuat Prabu Hayam Wuruk memutuskan mengikat tali perkawinan dengan putri kerajaan Sunda, harapannya hubungan dua kerajaan normal kembali sebagaimana zaman Raden Wijaya.
Manakala iring-iringan penganten wanita dari Sunda yang dipimpin langsung oleh Prabu Maharaja sampai ke Majapahit dan berkemah di Pesanggrahan bubat untuk mempersiapkan rombongan pengantin menuju Istana, terjadi peristiwa yang tidak diinginkan.
Gajah Mada memanfaatkan suasana tersebut sebagai ajang melampiaskan cita-citanya yang belum terlaksana, Gajah Mada menkan rombongan orang-orang Sunda agar sedia menyatakan takluk kepada Majapahit, terang saja tekanan tersebut ditolak.
Penolakan itulah yang kemudian menyebabkan meletusnya perang antara Majapahit Vs Sunda. Karena kalah Jumlah, rombongan pengantin Kerajaan Sunda menemui kekalahan, sementara di sisi lain, Putri dan Raja Sunda memilih bunuh diri di medan tempur ketimbang mengaku takluk pada Majapahit.
Tragedi yang terjadi di buabat, menurut Paraton, Kidung Sunda maupun Kidung Sundayana adalah murni keteledoran Gajah Mada, Hayam Wuruk ditempat sebagai Raja yang tidak tau menau mengenai permainan politik yang dilancarkan Gajah Mada, sehingga sang Raja dikabarkan bersedih hati bahkan Gajah Mada kemudian dikambing hitamkan sebagai biang kerok dari terbunuhnya Puri dan Raja Sunda bersama pengiringnya.
Baca Juga: Perang Bubat, Buah Kebodohan Hayam Wuruk
Selepas peristiwa ini, hubungan Sunda dan Majapahit benar-benar buruk, bahkan Kerajaan Sunda mengeluarkan titah agar orang Sunda jangan menikah dengan orang Majapahit. Menurut Shutermin yang didasarkan pada pemahamannya terhadap Prasasti Horren, menyatakan bahwa selepas terjadinya perang bubat Sunda melakukan serangan ke Majapahit.
Baca Juga: Serangan Kerajaan Sunda ke Majapahit Selepas Perang Bubat
Posting Komentar untuk "Riwayat Perang Bubat"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.