Tangis Raden Patah di Kuil Sam Po Kong Semarang
Kisah mengenai pecahnya tangis Raden Patah di Kuil Sam-Po-Kong adalah rentetan dari kisah perjalanan kakak beradik yaitu Raden Patah dan Raden Kusen dalam rangka melakukan pengembaraan ke Pulau Jawa, dari Palembang keduanya melakukan pengembaraan ke Pulau Jawa, kota pertama yang disinggahi keduanya adalah Semarang.
Di Kota yang dahulu disinggahi leluhurnya Sam-Po-Kong, Raden Patah dan adiknya mengunjungi Kuil Sam-Po-Kong, dikisahkan tangis Raden Patah dikuil ini pecah, bahkan sampai meratap didepan Patung Sam-Po-Kong. Kisah ini dapat dijumapi dalam naskah peninggalan Kuil Sam-Po-Kong sendiri, belakangan naskah itu kini dikenal dengan nama Kronik Cina Kuil Sam-Po-Kong.
Sam-Pokong sebenarnya bukan termasuk dalam jenis Dewa-Dewi yang dalam kepercayaan orang Cina harus dipuja, akan tetapi ia adalah seorang Jendral Laut atau Laksamana Muslim Kekaisaran Cina yang dahulu berkunjung ke Jawa, Sam-Po-Kong dikalangan Masyarakat Indonesia lebih dikenal dengan sebutan Laksamana Cheng Ho.
Baca Juga: Perjuangan Cheng Ho dari Kasim Hingga Menjadi Laksamana Dinasti Ming
Telah diuraikan dalam rtikel sebelumnya yang berjudul “Arya Damar Ahli Mesiu Majapahit”, bahwa sejak lahir Raden Patah diasuh oleh Arya Damar, sebab ibunya ketika dalam keadaan mengandung muda, dihadiahkan oleh Bre Kertabumi kepada ayah angkatnya.
Arya Damar yang mempunyai nama asli Swan Liong adalah seorang Cina muslim, oleh karena itu dibawah asuhannya Raden Patah atau yang nama aslinya Jin-Bun itu dididik dengan ajaran-ajaran Islam yang ketat, sehingga Raden Patah menjelma menjadi seorang Muslim yang taat pula.
Pada saat menjadi seorang Pemuda Raden Patah memilih mengembara menyusuri tanah Jawa, tanah leluhur ayahnya Bre Kertabumi untuk mengadu peruntungan, di Palembang ia dikhabarkan menolak dijadikan Adipati menggantikan ayah angkatnya, mungkin Raden Patah Sadar bahwa ia tiada berhak atas tahta itu, sebab ia bukan anak biologis sang Adipati.
Dalam pengembaraannya dari Palembang ke Jawa, pertama-tama ia menuju Semarang, sebab kala itu Semarang merupakan salah satu Pelabuhan besar milik Kerajaan Majapahit yang aksesnya mudah ditempuh dari Palembang. Selepas terombang-ambing dalam kapal selama bermingu-minggu akhirnya Raden Patah dan adiknya sampai juga di Semarang.
Dalam catatan Kuil Sam-Po-Kong sebagaimana yang dikutip Slamet Muljana (2005;91), disebutkan bahwa Jin Bun (Raden Patah) dan Kin San (Radan Hasan) berangkat ke Pulau Jawa pada tahun 1474. Keduanya mendarat di Semarang. Di Kota itu keduanya mengunjungi Masjid yang dahulu dibangun oleh leluhurnya Sam-Po-Kong (Cengho). Namun sesampainya di Masjid itu, ternyata didalamnya terdapat Patung Sam-Po-Kong.
Masjid itu telah berupah menjadi Kuil, leluhurnya Ceng Ho dipuja, bahkan disembah, dalam keadaan ini Raden Patah menangis sejadi-jadinya, ia meratap di depan Patung Cengho. Selepas peristiwa itu ia bersumpah dan berdoa, kelak ia akan mendirikan Masjid yang tidak akan berubah menjadi kuil pemujaan (Klenteng).
Di Kota yang dahulu disinggahi leluhurnya Sam-Po-Kong, Raden Patah dan adiknya mengunjungi Kuil Sam-Po-Kong, dikisahkan tangis Raden Patah dikuil ini pecah, bahkan sampai meratap didepan Patung Sam-Po-Kong. Kisah ini dapat dijumapi dalam naskah peninggalan Kuil Sam-Po-Kong sendiri, belakangan naskah itu kini dikenal dengan nama Kronik Cina Kuil Sam-Po-Kong.
Sam-Pokong sebenarnya bukan termasuk dalam jenis Dewa-Dewi yang dalam kepercayaan orang Cina harus dipuja, akan tetapi ia adalah seorang Jendral Laut atau Laksamana Muslim Kekaisaran Cina yang dahulu berkunjung ke Jawa, Sam-Po-Kong dikalangan Masyarakat Indonesia lebih dikenal dengan sebutan Laksamana Cheng Ho.
Baca Juga: Perjuangan Cheng Ho dari Kasim Hingga Menjadi Laksamana Dinasti Ming
Telah diuraikan dalam rtikel sebelumnya yang berjudul “Arya Damar Ahli Mesiu Majapahit”, bahwa sejak lahir Raden Patah diasuh oleh Arya Damar, sebab ibunya ketika dalam keadaan mengandung muda, dihadiahkan oleh Bre Kertabumi kepada ayah angkatnya.
Arya Damar yang mempunyai nama asli Swan Liong adalah seorang Cina muslim, oleh karena itu dibawah asuhannya Raden Patah atau yang nama aslinya Jin-Bun itu dididik dengan ajaran-ajaran Islam yang ketat, sehingga Raden Patah menjelma menjadi seorang Muslim yang taat pula.
Pada saat menjadi seorang Pemuda Raden Patah memilih mengembara menyusuri tanah Jawa, tanah leluhur ayahnya Bre Kertabumi untuk mengadu peruntungan, di Palembang ia dikhabarkan menolak dijadikan Adipati menggantikan ayah angkatnya, mungkin Raden Patah Sadar bahwa ia tiada berhak atas tahta itu, sebab ia bukan anak biologis sang Adipati.
Dalam pengembaraannya dari Palembang ke Jawa, pertama-tama ia menuju Semarang, sebab kala itu Semarang merupakan salah satu Pelabuhan besar milik Kerajaan Majapahit yang aksesnya mudah ditempuh dari Palembang. Selepas terombang-ambing dalam kapal selama bermingu-minggu akhirnya Raden Patah dan adiknya sampai juga di Semarang.
Dalam catatan Kuil Sam-Po-Kong sebagaimana yang dikutip Slamet Muljana (2005;91), disebutkan bahwa Jin Bun (Raden Patah) dan Kin San (Radan Hasan) berangkat ke Pulau Jawa pada tahun 1474. Keduanya mendarat di Semarang. Di Kota itu keduanya mengunjungi Masjid yang dahulu dibangun oleh leluhurnya Sam-Po-Kong (Cengho). Namun sesampainya di Masjid itu, ternyata didalamnya terdapat Patung Sam-Po-Kong.
Ilustrasi |
Begitulah kisah mengenai tangsian Raden Patah Di Kuil Sam-Po-Kong Semarang, selanjutnya dari Kota Semarang, Raden Patah dan adiknya Husain kemudian menuju ke Surabaya, kedunya memutuskan untuk berguru kepada Sunan Ampel, yang kala itu sebagai Wali termasyhur di Pulau Jawa.
Masih dalam catatan Kronik Cina Kuil Sam-Po-Kong disebutkan bahwa setelah berguru selama satu Tahun di Ampel, Raden Patah kemudian membuka lahan kosong di daerah berawa yang letaknya di sebalah timur Semarang tepatnya di Kaki Gunung Muria pada tahun 1475, ditempat itu ia membangun Pesantren dan mendidik santri-santinya dengan ilmu Agama, kemiliteran dan kenegaran, ilmu yang dahulu ia peroleh dari Sunan Ampel dan ayah angkatnya.
Kelak, 3 tahun kemudian Raden Patah berhasil mendirikan Masjid yang ia impi-impikan yaitu Masjid yang nantinya tidak akan berubah menjadi kuil penyembah dirinya, Masjid itu kemudian dikenal dengan nama Masjid Agung Demak.
Baca Juga: Riwayat Raden Kusen Sang Adipati Terung
Baca Juga: Riwayat Raden Kusen Sang Adipati Terung
Penulis: Bung Fei
Editor : Sejarah Cirebon
Posting Komentar untuk "Tangis Raden Patah di Kuil Sam Po Kong Semarang"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.