Ki Bagus Rangin Jadi Raja
Beberapa catan Kolonial maupun beberapa babad yang ditulis semasa perjuangan Bagus Rangin menyebutkan bahwa Bagus Rangin adalah brandal yang berambisi menjadi raja.
Catatan sejarah yang cenderung pro Belanda itu tidak sepenuhnya salah, sebab dalam pandangan kolonial, Rangin memang seorang brandal (Pengacau).
Lagipula, dalam catatan lokal yang pro terhadap perjuangan Rangin, ditemukan fakta bahwa Rangin memang diproklamirkan sebagai Raja, adapun wilayah kekuasannya disebut sebagai Negara Panca Tengah.
Menurut Tendi (2018) sebagaimana yang ia tuliskan dalam Jurnal Pascasarjana Universitas Indonesia yang berjudul “Islam Dalam Perjuangan Bagus Rangin Melawan Pemerintah Kolonial Belanda-Prancis Dan Inggris, 1810- 1812” menyebutkan bahwa “Bagus Rangin menyatakan dirinya sebagai raja, di tengah-tengah pengikutnya, ia dinobatkan sebagai Raja dari Negara Panca Tengah”.
Ia juga menambahkan, bahwa deklarasi pembentukan Negara Panca Tengah yang dilakukan oleh Bagus Rangin merupakan gerakan awal yang ia upayakan untuk mewujudkan cita-citanya, yaitu menghapuskan kekuasaan asing yang dzalim dan menggantikannya dengan kekuasaan pribumi yang memiliki nilai-nilai keadilan di tengah masyarakat.
Negara Panca Tengah yang dipimpin langsung oleh Bagus Rangin berpusat di Bantarjati, daahulu wilayah kekuasaan Indramayu, sekarang masuk wilayah Majalengka yang juga menjadi wilayah kekuasaan Keresidenan Cirebon.
Pendirian negara Panca Tengah bertujuan untuk meringangkan beban derita yang dialami oleh rakyat atas perilaku para tuan tanah yang melebihi batas-batas kemanusiaan, kelompok pejabat yang membebani mereka dengan pajak-pajak yang mencekik, dan para penguasa kolonial yang dianggap telah menghancurkan tatanan tradisional yang ada.
Sesungguhnya, Rangin tidak memiliki keingingan untuk mendeklarasikan diri sebagai seorang raja, namun karena yang ia hadapi adalah raja-raja lokal dan juga gubernur jenderal yang mana di tengah masyarakat awam dianggap sebagai raja, maka mau tidak mau ia pun perlu melakukan deklarasi itu.
Maksud dari penobatan itu, tidak lain adalah guna mendapatkan pengakuan bahwa mereka memiliki posisi yang seimbang dan tidak dapat dianggap remeh oleh musuh-musuhnya.
Menurut Tendi (2018) sebagaimana yang ia tuliskan dalam Jurnal Pascasarjana Universitas Indonesia yang berjudul “Islam Dalam Perjuangan Bagus Rangin Melawan Pemerintah Kolonial Belanda-Prancis Dan Inggris, 1810- 1812” menyebutkan bahwa “Bagus Rangin menyatakan dirinya sebagai raja, di tengah-tengah pengikutnya, ia dinobatkan sebagai Raja dari Negara Panca Tengah”.
Ia juga menambahkan, bahwa deklarasi pembentukan Negara Panca Tengah yang dilakukan oleh Bagus Rangin merupakan gerakan awal yang ia upayakan untuk mewujudkan cita-citanya, yaitu menghapuskan kekuasaan asing yang dzalim dan menggantikannya dengan kekuasaan pribumi yang memiliki nilai-nilai keadilan di tengah masyarakat.
Negara Panca Tengah yang dipimpin langsung oleh Bagus Rangin berpusat di Bantarjati, daahulu wilayah kekuasaan Indramayu, sekarang masuk wilayah Majalengka yang juga menjadi wilayah kekuasaan Keresidenan Cirebon.
Pendirian negara Panca Tengah bertujuan untuk meringangkan beban derita yang dialami oleh rakyat atas perilaku para tuan tanah yang melebihi batas-batas kemanusiaan, kelompok pejabat yang membebani mereka dengan pajak-pajak yang mencekik, dan para penguasa kolonial yang dianggap telah menghancurkan tatanan tradisional yang ada.
Sesungguhnya, Rangin tidak memiliki keingingan untuk mendeklarasikan diri sebagai seorang raja, namun karena yang ia hadapi adalah raja-raja lokal dan juga gubernur jenderal yang mana di tengah masyarakat awam dianggap sebagai raja, maka mau tidak mau ia pun perlu melakukan deklarasi itu.
Maksud dari penobatan itu, tidak lain adalah guna mendapatkan pengakuan bahwa mereka memiliki posisi yang seimbang dan tidak dapat dianggap remeh oleh musuh-musuhnya.
Kala itu, para penguasa pribumi yang bersekutu dengan pihak penjajah melaporkan negara yang diproklamirkan Bagus Rangin Kepa pemerintah kolonial.
Laporan tersebut kemudian membuat murka pihak kolonial, mereka menganggap Bagus Rangin memiliki maksud untuk melakukan tindakan makar karena ia berani menobatkan dirinya sebagai penguasa tanpa persetujuan pemerinta kolonial.
Pihak kolonial yang tengah berkuasa pada saat terjadinya peristiwa itu adalah Inggris, dan pemimpin tertingginya di tanah Jawa adalah Letnan Jenderal Thomas Stamford Raffles.
Guna memadamkan gerakan yang dilakukan oleh Rangin di wilayah Karesidenan Cirebon itu, Raffles membangun kekuatan yang terdiri dari berbagai macam satuan pasukan yang berasal dari kalangan pribumi dan Eropa.
Laporan tersebut kemudian membuat murka pihak kolonial, mereka menganggap Bagus Rangin memiliki maksud untuk melakukan tindakan makar karena ia berani menobatkan dirinya sebagai penguasa tanpa persetujuan pemerinta kolonial.
Pihak kolonial yang tengah berkuasa pada saat terjadinya peristiwa itu adalah Inggris, dan pemimpin tertingginya di tanah Jawa adalah Letnan Jenderal Thomas Stamford Raffles.
Guna memadamkan gerakan yang dilakukan oleh Rangin di wilayah Karesidenan Cirebon itu, Raffles membangun kekuatan yang terdiri dari berbagai macam satuan pasukan yang berasal dari kalangan pribumi dan Eropa.
Dari kelompok pribumi, terdapat pasukan yang berasal dari Bupati Cianjur, Pangeran Suriadipura dari Mangkunegara, Surialaga dari Karawang dan pasukan Kesultanan Kasepuhan.
Sementara itu, dari kelompok Eropa, pasukan yang ada adalah pasukan yang dipimpin oleh Komisaris Couperus.
Setelah kekuatan berhasil dihimpun, Raffles pun memerintahkan para bawahannya untuk bergegas ke Cirebon dan melakukan tindakan penyerangan.
Setelah kekuatan berhasil dihimpun, Raffles pun memerintahkan para bawahannya untuk bergegas ke Cirebon dan melakukan tindakan penyerangan.
Para serdadu pemerintahan kolonial ini pun langsung berangkat dan menuju Cirebon dari tempat masing-masing.
Di lokasi, pasukan-pasukan itu berada di bawah koordinasi para pemimpin mereka yang terus melakukan pematangan strategi penyerangan.
Di lokasi, pasukan-pasukan itu berada di bawah koordinasi para pemimpin mereka yang terus melakukan pematangan strategi penyerangan.
Hingga kemudian, pada pertengahan Bulan Februari 1812, pasukan gabungan itu melakukan serangan ke basis pertahanan Bagus Rangin dan Negara Panca Tengahnya di Bantarjati, Jatitujuh.
Pertarungan dua kekuatan itu berjalan dengan sengit, dan masing-masing pihak tidak ada yang ingin mengalah. Hal itu membuat pertempuran yang terjadi berjalan dengan tempo yang cukup lama, yaitu selama hampir dua minggu, terhitung dari tanggal 16 sampai dengan tanggal 29 Februari 1812.
Dalam pertempuran itu, pasukan gabungan pemerintah kolonial meraih kemenangan karena jumlah mereka jauh lebih banyak dan disokong dengan peralatan tempur yang lebih modern.
Pertarungan dua kekuatan itu berjalan dengan sengit, dan masing-masing pihak tidak ada yang ingin mengalah. Hal itu membuat pertempuran yang terjadi berjalan dengan tempo yang cukup lama, yaitu selama hampir dua minggu, terhitung dari tanggal 16 sampai dengan tanggal 29 Februari 1812.
Dalam pertempuran itu, pasukan gabungan pemerintah kolonial meraih kemenangan karena jumlah mereka jauh lebih banyak dan disokong dengan peralatan tempur yang lebih modern.
Pasukan Bagus Rangin yang mendapati kekuatan lawan seperti itu, sempat melawan dengan sengit hingga beberapa hari, namun karena amunisi dan perlengkapan perang mereka tidak selengkap yang dimiliki pihak lawan, kekuatan Bagus Rangin dan para pengikutnya pun mengalami kekalahan.
Pasukan Bagus Rangin yang telah kalah akibat serangan bertubi-tubi lawan, menjadi terdesak semakin mundur dan menjadi tercerai berai. Bagus Rangin dan pasukannya pun melarikan diri untuk menyelamatkan nyawa mereka dari sergapan musuh ke Desa Sindang, yang termasuk wilayah Rancabolong.
Pasukan Bagus Rangin yang telah kalah akibat serangan bertubi-tubi lawan, menjadi terdesak semakin mundur dan menjadi tercerai berai. Bagus Rangin dan pasukannya pun melarikan diri untuk menyelamatkan nyawa mereka dari sergapan musuh ke Desa Sindang, yang termasuk wilayah Rancabolong.
Sementara itu, pasukan yang dipimpin Senan, sejawat Rangin, yang masih melakukan perlawanan di medan lagi harus menelan kekalahan.
Adapun panglima-panglima perang Panca Tengah yang lain, seperti Jayakusuma dapat pergi dari medan pertempuran untuk melarikan diri dari kepungan musuh yang datang dari berbagai penjuru.
Guna menghabisi seluruh kekuatan Bagus Rangin, pasukan gabungan itu pun melakukan operasi militer yang terus dilakukan di desa-desa tertentu yang dicurigai sebagai tempat berlindungnya Bagus Rangin.
Sebagaimana dilaporkan pejabatnya yang bernama Raden Dipati Natadireja, Rangin dilindungi oleh sejumlah pejabat tingkat bawah yang simpati terhadap gerakannya. Oleh karena itu, ia sempat dapat beberapa kali menyelamatkan diri dari operasi militer pasukan gabungan. Namun, karena operasi terus menerus dilakukan dan melibatkan banyak pihak termasuk mata-mata penguasa yang berada di wilayah pedesaan, akhirnya Bagus Rangin dapat ditangkap di daerah Panongan pada tanggal 27 Juni 1812 oleh pasukan gabungan yang berasal dari Bupati Karawang, Surialaga, Tumenggung Raksayuda, dan Raden Jayanagara seorang mantri Kanoman.
Kelak, sepeninggal Bagus Rangin, perang besar antara Pengikut Rangin dan Belanda berkecamuk lagi, perang tersebut dalam sejarah dikenal dengan nama "Perang Kedongdong".
Baca Pada : Strategi Suluhan dalam Kecamuk Perang Kedongdong
Posting Komentar untuk "Ki Bagus Rangin Jadi Raja"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.