Para Raja di Kerajaan Cirebon
Kerajaan Cirebon adalah salah satu Kerajaan yang berumur pendek, mesakipun demikian pecahannya atau warisan dari kerajaan Cirebon hingga kini masih tetap ada, seperti Istana Masjid Agung dan lain sebagainya.
Selama berdiri, Kerajaan Cirebon hanya diprintah oleh tiga orang Raja. Adapun Raja pertama digelari Sunan atau Si Suhunan sementara kedua raja lainnya bergelar Panembahan Ratu.
1. Sunan Gunung Jati Raja Pertama Kerajaan Cirebon
Sunan Gunung Jati dalam sejarah dikenal sebagai salah satu anggota Walisongo yang mendakwahkan Islam di bagian barat pulau Jawa. Selain sebagai sorang anggota Walisongo beliau juga merupakan Raja Cirebon ke satu. Sunan Gunung Jati hidup selama 120 tahun, dan lebih dari 90 tahun hidupnya dibaktikan untuk mensyiarkan Islam diseluruh tanah Pasundan.
Kendali pemerintahan Cirebon ditangan Syarif Hidayatullah dikisahkan sebagai masa keemasan Cirebon, lebih dari 60 tahun beliau memerintah Cirebon, dalam masa pemerintahannya itu, beliau membangun Cirebon secara besar-besaran, mulai dari membangun Istana, Masjid, Kota dan memperbaharui pelabuhan.
Dalam masa Sunan Gunung Jati juga dikisahkan Cirebon mampu menaklukan Galuh, dan bahkan sukses menyebarkan ajaran Islam hingga menjadi agama yang banyak dipeluk rakyat pasundan, selain itu dalam masa beliau juga Cirebon bersama Demak berhasil menaklukan Sunda Kelapa dan mendirikan Kesultanan Banten di wilayah paling barat pulat Jawa.
Dalam masa Sunan Gunung Jati juga dikisahkan Cirebon mampu menaklukan Galuh, dan bahkan sukses menyebarkan ajaran Islam hingga menjadi agama yang banyak dipeluk rakyat pasundan, selain itu dalam masa beliau juga Cirebon bersama Demak berhasil menaklukan Sunda Kelapa dan mendirikan Kesultanan Banten di wilayah paling barat pulat Jawa.
2. Panembahan Ratu 1 (Pangeran Agung) Raja kedua Kerajaan Cirebon
Panembahan Ratu merupakan gelar bagi Raja Cirebon ke II adapun nama aslinya adalah Pangeran Agung. Panembahan Ratu naik tahta pada tahun 1568 Masehi menggantikan kedudukan buyutnya Syarif Hidayatullah. Panembahan Ratu memerintah Cirebon sampai tahun 1649 Masehi, dengan demikian maka beliau memerintah Cirebon selama 86 Tahun.
Panembahan Ratu merupakan Cicit dari Syarif Hidayatullah, (Sunan Gunung Jati) yang merupakan anak Pangeran Sedang Kemuning Bin Pangeran Pasarean Bin Syarif Hidayatullah. Diangkatnya Pangeran Agung menjadi Sultan Ke II Cirebon dikarenakan pangeran yang sebelumnya digadang-gadang menjadi Sultan Pengganti Sunan Gunung Jati wafat Sebelum dinobatkan.
Tidak disebutkan berapa jumlah istri Panembahan Ratu, akan tetapi dari Istri-istrinya itu, yang menjadi permaisuri beliau adalah Ratu Mas Glampok Riris atau ratu Mas Pajang beliau merupakan Putri dari Sultan Pajang Ke I (Jaka Tingkir). Menurut Naskah Carita Purawaka Caruban Nagari pernikahan tersebut terjadi pada tahun 1571 masehi.
Panembahan Ratu merupakan Cicit dari Syarif Hidayatullah, (Sunan Gunung Jati) yang merupakan anak Pangeran Sedang Kemuning Bin Pangeran Pasarean Bin Syarif Hidayatullah. Diangkatnya Pangeran Agung menjadi Sultan Ke II Cirebon dikarenakan pangeran yang sebelumnya digadang-gadang menjadi Sultan Pengganti Sunan Gunung Jati wafat Sebelum dinobatkan.
Tidak disebutkan berapa jumlah istri Panembahan Ratu, akan tetapi dari Istri-istrinya itu, yang menjadi permaisuri beliau adalah Ratu Mas Glampok Riris atau ratu Mas Pajang beliau merupakan Putri dari Sultan Pajang Ke I (Jaka Tingkir). Menurut Naskah Carita Purawaka Caruban Nagari pernikahan tersebut terjadi pada tahun 1571 masehi.
3. Panembahan Ratu 2 (Panembahan Girilaya) Raja ketiga/terakhir Kerajaan Cirebon.
Panembahan Girilaya dalam sejarah Cirebon dikenal sebagai Raja Cirebon ke tiga, nama aslinya adalah Pangeran Putera, beliau merupakan anak dari Pangeran Sedang Gayam bin Pangeran Agung atau Panembahan Ratu I. Dengan demikian maka Panembahan Girilaya merupakan cucu Raja Cirebon ke II.
Pangeran Putera dinobatkan menjadi Raja Cirebon pada tahun 1649 dengan gelar Panembahan Ratu II, adapun nama Panembahan Girilaya merupakan julukan karena beliau merupakan Panembahan (Raja) yang wafat di Girilaya/Girimalaya Mataram.
Panembahan Girilaya memerintah Cirebon selama 13 tahun yaitu dari mulai tahun 1649 sampai dengan 1662 Masehi. Panembahan Girilaya dalam catatan naskah Mertasinga, mempunyai dua istri (Permaisuri) dan beberapa orang selir yang tidak disebutkan namanya.
Panembahan Girilaya selama hidupnya memerintah Cirebon dengan bijaksana, meakipun demikian Cirebon pada masa ini diperlakukan sebagai negeri taklukan oleh Mataram, dalam tiap tahunnya Cirebon diwajibkan berkunjung /seba ke Mataram, Cirebon memaknai Kunjungan ini sebagai Kunjungan menantu ke Mertuanya, sementara Mataram mempolitisasi keadaan tersebut, dan menunjukan kepada kerajaan taklukannya bahwa Cirebon jajahan Mataram.
Cirebon semenjak jaman Sultan Agung amat dihormati oleh Mataram, sebab Sultan Agung adalah menantu Panembahan Ratu I, serta menganggap Cirebon sebagai Kerajaan kerabat Mataram, bukan sebagai jajahan, akan tetapi selepas kemangkatan Sultan Agung, sikap Raja Mataram selanjutnya berubah.
Amangkurat I yang juga sekaligus mertua dari Panembahan Girilaya menghendaki Cirebon harus mendukung setiap kebijakan Mataram, termasuk dalam urusan memerangi Banten, akan tetapi Cirebon bersikap setengah hati. Di sisi lain Banten menghendaki Cirebon bersama-sama dengan Banten menentang Mataram sebab bagi Banten Cirebon merupakan Kerajaan yang satu darah dengan Banten yaitu sama-sama keturunan Sunan Gunung Jati.
Perebutan pengaruh antara Mataram dan Banten dalam menggait Cirebon masuk kedalam jaringan persekutuan dua Kerajaan yang waktu itu sedang berseteru pada kemudiannya membuat Panembahan Girilaya terbunuh.
Pada saat Panembahan Girilaya berkunjung Ke Mataram, Amangkurat I menahan Panembahan Girilaya hingga wafat. Panembahan Girilaya dimakamkan di Mataram yaitu disuatu tempat yang bernama Giri Malaya/Girilaya.
Menurut Naskah Mertasinga, awal mula perseteruan antara Amangkurat I dan Panembahan Girilaya adalah karena sakit hati Amangkurat atas kelakuan Cirebon, ia sakit hati karena Cirebon setengah hati berpihak pada Mataram terbukti dari kelakuan Cirebon yang melindungi para pelarian Mataram.
Mataram yang waktu itu sudah menjadi sekutu Belanda, meminta bantuan Belanda untuk membawa Panembahan Girilaya ke Mataram, misi penjembuatan Raja Cirebon ke Mataram itu dipimpin oleh seorang Kapten Belanda bernama Kapten Etal.
Kapten Etal membujuk Panembahan Girilaya agar mau menghadap mertuanya di Mataram disertai dengan dua orang Puteranya, Panembahan Girilaya kemudian berangkat ke Mataram dengan menggunakan Kapal laut. Sementara para pembesar Cirebon lainnya menyusul menggunakan jalan darat.
Sampai di Mataram hal yang tak terduga-duga kemudian terjadi, Panembahan Girilaya ditahan disana, Pada mulaya Amangkurat I berniat membunuh Panembahan Girilaya, akan tetapi karena takut terhadap resiko diserang Cirebon dan Banten, Amangkurat I kemudian membunuhnya dengan jalan halus yaitu dibunuh dengan jalan diguna-guna.
Ketika para Pembesar Cirebon yang melalui perjalanan darat isampai ke Mataram mereka mendapati Rajanya sudah sakit parah sehingga tidak beberapa lama kemudian Panembahan Girilaya wafat dan kemudian dimakamkan di Girilaya. Selepas Panembahan Girilaya wafat kedua anaknya yang masih kecil di tahan oleh Mataram, dikemudian hari dengan segala upaya Cirebon membebaskan kedua putra mahkota itu dari sekapan Mataram.
Posting Komentar untuk "Para Raja di Kerajaan Cirebon"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.