Riwayat Pangeran Suryanegara
Nama Pangeran Suryanegara bagi sebagian orang Cirebon mungkin cukup familier, karena nama ini bisa digunakan untuk menamai sekolah ataupun gedung-gedung olah raga yang ada di wilayah Kabupaten Cirebon. Salah satu contohnya adalah Gedung Olahraga (GOR) dan SMK Pangeran Suryanegara yang terletak di Desa Pamijahan Kec Plumbon Kab Cirebon.
Pangeran Suryanegara sebetulnya sosok Pangeran yang tersingkir, beliau menyingkir dari lingkungan Istana karena waktu itu beliau muak terhadap Belanda, dari itulah beliau keluar Istana untuk kemudian berjuang melawan pemerintah Kesultanan Cirebon yang kala itu sudah menjadi kaki tangan Belanda.
Menurut beberapa catatan, Pangeran Suryanegara adalah adik dari Sultan Matangaji, yaitu Sultan dari Kesultanan Kasepuhan ke lima. Dengan demikian Pangeran Suryanegara adalah anak Sultan Amir Sena Jainuddin.
Hal tersebut sesuai dengan informasi yang tercatat dalam Naskah Carub Kanda yang menyebutkan, dari Perkawinannya dengan permaisurinya, Sultan Amir Sena Jaenudin memperoleh lima orang anak, yaitu:
- Sultan Matangaji
- Pangeran Arya Kidul atau Pangeran Jaya Wikarta.
- Pangeran Suryanegara (Arya Panengah/Pangeran Suryadilaga/Pangeran Suryakusuma)
- Pangeran Arya Kulon
- Nyi Mas Ratu Moblong (Kelak menikah dengan Ki Muda atau Sultan Muda)
Pada saat Sultan Matangaji memerintah Kasepuhan (1773-1786), beliau memproklamirkan perang dengan Belanda, dan memilih keluar istana untuk memimpin perlawanan. Pada saat itu Pangeran Suryanegara mendukung kakaknya.
Selepas terbunuhnya Sultan Matangaji dengan cara-cara licik oleh Belanda, Pangeran Suryanegara sebetulnya adalah orang yang berhak atas tahta, namun tahta Kesultanan Kasepuhan kala itu diserahan Belanda kepada Ki Muda, orang yang juga sebagai dalang dari tertangkap dan terbunuhnya Sultan Matangaji.
Baca Juga: Ki Muda, Sultan Kasepuhan Cirebon Ke VI
Kisah mengenai perjuangan Pangeran Suryanegara melawan belanda sejauh ini masih kekurangan referensi, Pangeran ini hanya disebut-sebut dalam cerita rakyat, beliau dikisahkan melakukan perjuangan dengan cara mendatangi pesantren-pesantren dan juga mendirikan pesantren sebagai persiapan mengumpulkan para santri yang nantinya dipergunakan untuk melawan Belanda.
Sumber cerita rakyat juga menyebutkan bahwa tokoh-tokoh pejuang besar Cirebon seperti Bagus Rangin, Bagus Serit, Bagus Leja, Kiai Hulur dan lainnya yang terkenal sangat gigih melakukan perjuangan untuk menguir Belanda di Cirebon itu dikisahkan terpengaruh karena perjuangan Pangeran Suryanegara.
Perjuangan Sultan Matangaji dan adiknya Pangeran Suryanegara pada tahun 1773 hingga 1786 dilanjutkan oleh Bagus Rangin dan kawan-kawan, mereka melanjutkan perjuangan melawan kesewenang-wenangan penjajah dari tahun 1802 hingga 1818.
Tidak ada kejelasan mengenai tahun wafatnya Pangeran Suryanegara, hanya saja, makam Pangeran Suryanegara dapat ditemui di Jalan Jendral Sudirman, Gang Pendidikan, Wanacala, Harjamukti Kota Cirebon.
Menurut beberapa sumber, dahulunya Pangeran Suryanegara akan dimakamkan di Komplek Pemakaman Gunung Jati, karena memang bangsawan dan raja-Raja dari Kesultanan Kasepuhan Cirebon sudah menjadi adat dan kebiasaannya akan dimakamkan disana, akan tetapi manakala akan dimakamkan di Gunung Jati, para penguasa yang kala itu pro Belenda melarangnya.
Pelurusan sejarah sangat penting dan perlu kajian yang mendalam dengan bukti-bukti kuat sejarah.
BalasHapusTujuan pelurusan sejarah ini bukan persoalan perebutan tahta.Tapi menempatkan porsi sejarah secara benar.Jika temuan konkrit sejarah dapat di buktikan secara gamblang oleh para ahlinya.Maka birokrasi keraton harus di pulihkan pada ketrunan yang syah.
Tidak perlu kisruh,cukup menyatukan kesamaan pandang sejarah bagi ke dua belah pihak.Dan harus legawa secara ksatria jika pelurusan sejarah dapat diakui keabsaannya.
Mari kita sadari,bahwa yang hak adalah pewaris syah.Supaya kelanjutan sejarah dan cita-cita para leluhur kasepuhan keraton tidak terputus.
Semoga menjadi lentera untuk Keraron Cirebon dari pendapat ini.
Terimakasih.