Komplotan Supit Urang dan Wafatnya Sultan Trenggono
Selepas tumbangnya Majapahit oleh Demak, ada loyalis Majapahit yang bernama Supit Urang menaruh dendam pada Demak.
Supit Urang membuat huru-hara di wilayah Kesultanan Demak. Ia juga memproklamirkan diri menjadi Raja dengan gelar Prabhu Rangga Permana.
Bersama puluhan anak buahnya, Supit Urang melakukan teror pada para penduduk dan para pejabat desa yang dianggapnya sebagai antek-antek Demak.
Supit Urang melakukan pembunuhan pada orang-orang desa dan melakukan pembumi hangusan pada desa-desa yang di incarnya.
Emosi dengan kondisi semacam itu, Sultan Trenggono melakukan upaya penumpasan pada komplotan Supit Urang, namun komplotan tersebut berhasil melarikan diri dan diberikan perlindungan oleh Raja Blambangan. Bahkan komplotan tersebut diberikan suaka dan tempat terhormat di Panarukan.
Sikap terang-terangan Raja Blambangan yang melindungi kriminal membuat Sultan Trenggono naik pitam. Sehingga Sultan mengambil keputusan untuk melakukan serangan ke Blambangan, khusuanya ke Panarukan.
Kelak dalam invasi ini perang hebat terjadi selama berminggu-minggu antara Demak dan Blambangan karena kedua belah pihak sama-sama kuat. Namun yang perlu di catat, Sultan Trenggono dalam peristiwa ini wafat terbunuh, beliau terbunuh akibat taktik licik Supit Urang.
Kisah mengenai komplotan Supit Urang yang menjadi sebab meletusnya perang Demak Vs Blambangan di Panarukan sehingga menyebabkan wafatnya Sultan Trenggono dikisahkan dalam berbagai sumber, baik sumber asing seperti catatan seorang pengelana Portugis ataupun catatan lokal yang ditulis dalam berbagai naskah babad/serat.
Salah satu naskah lokal yang mencatat tentang peristiwa tersebut adalah Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara, khusuanya pada Parwa 2 Sargah 4.
Demikian ini ringkasan mengenai kisah komplotan Supit Urang yang mengakibatkan wafatnya Sultan Trenggono yang terdapat dalam naskah tersebut;
Ada seorang raja yaitu Supit Urang/Prabhu Rangga Permana yang selalu menyerang desa-desa yang mengabdi pada Demak yaitu Ghiri dan Ghresik, banyak rakyat dibunuhnya dan harta bendanya dirampas.
Raja Supit Urang berkehendak menghancurkan Kerajaan Demak, maka Sultan Trenggono menyerang Supit Urang dengan semua raja negara tetangganya.
Terjadilah peperangan dan dimenangkan oleh Demak, bala tentara Supit Urang, Daha, dan mataram yang tersisa melarikan diri ke Blangbangan lalu ke Pasuruan dan Panarukan. Akhirnya negara yang kalah mengabdi pada Demak.
Lalu Sultan Trenggono meminta bantuan kepada Sunan Jati agar bala tentara Cirebon, Banten, dan Sunda Kalapa turut dalam menyerang semua kerajaan Hindu di Jawa Timur, permintaan tersebut disetujui oleh Sunan Jati. Maka Sunan Jati mengutus adiknya yaitu Ratu Pembayun pergi ke Sunda Kalapa menemui Fadhillah Khan, agar bala tentara Jawa Barat turut memerangi Kerajaan Blangbangan, Panarukan, dan Pasuruan maka dari itu bala tentara Jawa Barat yang dipimpin oleh Fadhillah Khan sebanyak 7260 orang membantu Demak.
Bala tentara yang dipimpin oleh Fadhillah Khan bersatu dengan bala tentara Demak yang dipimpin oleh Sultan Trenggono lalu berperanglah melawan Panarukan berikut bala tentara Pasuruan dan Blangbangan yang membantu Panarukan.
Karena sama kuat dan banyak yang mati maka perangpun dihentikan. Raja Supit Urang mengutus seorang anak yang berusia 10 tahun untuk membunuh Sultan Trenggono, anak tersebut berhasil melakukan tugasnya karena Sultan Trenggono telah dibunuhnya.
Setelah wafatnya Sultan Trenggono, di Demak terjadi kekacauan sebab para keturunannya berharap akan tahta Kerajaan Demak.
Seharusnya yang menjadi Raja Demak Ketiga adalah Pangeran Sekar Sedalepen tetapi ia dibunuh oleh Sunan Prawata putra Raden Trenggono sehingga Sultan Trenggonolah yang menjadi raja.
Setelah Sultan Trenggono wafat, putranya yaitu Sunan Prawata berkehendak menggantikan ayahnya namun ia dibunuh oleh Arya Panangsang putra Pangeran Sekar Sedalepen sehingga di Demak antara saudaranya saling membunuh.
Lalu Pangeran Pasarean putra Sunan Jati Cirebon meminta bantuan kepada bala tentara Sunan Prawata untuk menyerang bala tentara Arya Panangsang, dalam peperangan tersebut banyak bala tentara Cirebon yang mati sedangkan Pangeran Pasarean dibunuh oleh Arya Panangsang.
Akhirnya, Arya Panangsang dibunuh oleh Ki Ageung Pamanahan yang diperintah oleh Adiwijaya yang menjadi Sultan Pajang. Adapun daerah kekuasaan Pajang yaitu Sedayu, Ghresik, Surabaya, Pasuruan, Tuban, Pati, Demak, Pemalang, Purbaya, Blitar, Selaron, Krapyak, Mataram, dan sebagainya.
Adiwijaya beristri dengan putri Raden Patah, pada waktu itu Pajang bersahabat denagn Cirebon, Banten, dan Sunda Kalapa. Maka dari itu Fadhillah Khan selalu menjadi utusan Jawa barat mewakili Cirebon ke Pajang.
Cucu Fadillah Khan yaitu Ratu Mas/Panembahan Ratu tinggal di Pajang, lalu Cirebon dengan Pajang mengadakan perkawinan antara Panembahan Ratu dengan Nay Mas Ratu Lampok Angroros putri Sultan Pajang.
Mulai 1474 Çaka yang memimpin Cirebon adalah Sunan Cirebon dengan Pangeran Suwarga menjadi Adipati Cirebon yang selalu mewakili Sunan Cirebon dalam memimpin keprabonan ini dengan semua bala tentara Cirebon.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus