Sejarah Berdirinya Kerajaan Banggai
Kerajaan Banggai adalah salah satu kerajaan yang pernah berdiri pada abad 16 Masehi, pendirinya adalah Adi Cokro seorang berdarah Jawa yang berasal dari Kediri.
Sebelum didirikan oleh Adi Cokro, di wilayah Banggai yang kini menjadi Kabupaten Banggai dan Kabupaten Banggai Kepulauan itu sebetulnya telah ada empat kerajaan kecil yang saling bertikai.
Keempat kerajaan kecil tersebut adalah Kerajaan Babolau, Singgolok, Katapean, dan Kerajaan Kokini, keempat kerajaan tersebut saling adu kuasa sehingga kerap bersitegang yang mengakibatkan daerah Banggai kala itu dapat mudah ditaklukan oleh Kesultanan Ternate.Penaklukan beberapa Kerajaan Kecil di wilayah Banggai oleh Ternate dipimpin oleh Panglima Perang asal Jawa yang bernama Adi Cokro.
Setelah ditaklukan, Adi Cokro memperlakukan Raja-Raja di empat kerajaan yang telah ada dengan baik, keempatnya diberikan kedudukan terhormat, meskipun begitu demi persatuan dan kesatuan di wilayah Banggai, Adi Cokro melebur keempat kerajaan kecil yang sebelumnya telah ada menjadi satu kerajaan, yang dikemudian hari dikenal dengan nama Kerajaan Banggai.
Raja-Raja kecil tersebut menjabat sebagai Ba Salo Sangkap (Dewan Raja). Keempat raja itu masing-masing adalah Ba Salo Dodung dari Kerajaan Babolau, Ba Salo Gong-gong dari Kerajaan Singgolok, Ba Salo Mon Songan dari Kerajaan Katapean, dan Ba Salo Bonunungan yang tidak lain adalah pemimpin Kerajaan Kokini.
Pada saat memerintah Banggai, Adi Cokro yang juga disebut Adi Soko atau Raja Saka Muhamad Cakra bergelar Mumbu Doi Jawa. Gelar yang diberikan tersebut semata-mata penghormatan atas tanah kelahirannya yang berasal dari tanah Jawa.
Ketika menjadi penguasa di Banggai dibawah mandat Kesultanan Ternate, Adi Cokro menikah dengan seorang Bangsawan Ternate keturunan Portugis bernama Kastellia. Dari perkawinan keduanya dianugerahi satu putra yang bernama Maulana Prins Mandapar.
Selain itu, semasa bertugas di Benggaai sebagai utusan dari Kesultanan Ternate, Adi Cokro mengawini Putri Nurussapa, anak gadis Raja Singgolok (salah satu kerajaan lokal di Banggai). Pernikahan ini dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Abu Kasim.
Semula, Abu Kasim lah yang akan direncanakan oleh Adi Cokro dan Dewan Kerajaan untuk menduduki tampuk kepemimpinan sebagai raja perdana di Kerajaan Banggai. Namun, sebelum dinobatkan, ia tewas dalam suatu tragedi melawan gerombolan bajak laut ketika sedang menempuh pelayaran.
Wafatnya Abu Kasim membuat Ba Salo Sangkap, dan Adi Cokro yang didasarkan pada persetujuan Kesultanan Ternate, menjatuhkan keputusan bahwa yang ditahbiskan sebagai raja pertama Banggai adalah Maulana Prins Mandapar, putra Adi Cokro dari hasil pernikahan dengan Kastellia.
Maulana Prins Mandapar dinobatkan sebagai Raja Banggai dan dilantik oleh Sultan Said Berkad Syam, putra sekaligus penerus Sultan Baabullah dari Kesultanan Ternate yang selama ini menaungi Kerajaan Banggai.
Setelah Maulana Prins Mandapar dinobatkan menjadi raja, tata cara pemerintahan Kerajaan Banggai mulai diatur dengan mengacu pada sistem pemerintahan yang diberlakukan di Kesultanan Ternate. Raja-raja yang memerintah Banggai untuk selanjutnya diambil dari keturunan Maulana Prins Mandapar.
Negara Kartagama yang ditulis oleh Prapanca pada tahun 1478 saka atau tahun 1365 Masehi, memasukan Banggai pada deretan wilayah penting di Sulawesi.
Adi Cokro Menyusun Pemerintahan di Kerajaan Banggai
Meskipun Adi Cokro bersetatus sebagai pendiri Kerajaan Banggai, akan tetapi ia tidak berani mengangkat diri menjadi Raja Banggai, ia hanya menjalankan pemerintahan sementara di Banggai, sementara yang dijadikan dewan Raja yang turut memerintah di wilayah Kerajaan Banggai adalah mantan Raja-Raja kecil yang sebelumnya telah dibubarkan.Raja-Raja kecil tersebut menjabat sebagai Ba Salo Sangkap (Dewan Raja). Keempat raja itu masing-masing adalah Ba Salo Dodung dari Kerajaan Babolau, Ba Salo Gong-gong dari Kerajaan Singgolok, Ba Salo Mon Songan dari Kerajaan Katapean, dan Ba Salo Bonunungan yang tidak lain adalah pemimpin Kerajaan Kokini.
Pada saat memerintah Banggai, Adi Cokro yang juga disebut Adi Soko atau Raja Saka Muhamad Cakra bergelar Mumbu Doi Jawa. Gelar yang diberikan tersebut semata-mata penghormatan atas tanah kelahirannya yang berasal dari tanah Jawa.
Ketika menjadi penguasa di Banggai dibawah mandat Kesultanan Ternate, Adi Cokro menikah dengan seorang Bangsawan Ternate keturunan Portugis bernama Kastellia. Dari perkawinan keduanya dianugerahi satu putra yang bernama Maulana Prins Mandapar.
Selain itu, semasa bertugas di Benggaai sebagai utusan dari Kesultanan Ternate, Adi Cokro mengawini Putri Nurussapa, anak gadis Raja Singgolok (salah satu kerajaan lokal di Banggai). Pernikahan ini dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Abu Kasim.
Semula, Abu Kasim lah yang akan direncanakan oleh Adi Cokro dan Dewan Kerajaan untuk menduduki tampuk kepemimpinan sebagai raja perdana di Kerajaan Banggai. Namun, sebelum dinobatkan, ia tewas dalam suatu tragedi melawan gerombolan bajak laut ketika sedang menempuh pelayaran.
Wafatnya Abu Kasim membuat Ba Salo Sangkap, dan Adi Cokro yang didasarkan pada persetujuan Kesultanan Ternate, menjatuhkan keputusan bahwa yang ditahbiskan sebagai raja pertama Banggai adalah Maulana Prins Mandapar, putra Adi Cokro dari hasil pernikahan dengan Kastellia.
Maulana Prins Mandapar dinobatkan sebagai Raja Banggai dan dilantik oleh Sultan Said Berkad Syam, putra sekaligus penerus Sultan Baabullah dari Kesultanan Ternate yang selama ini menaungi Kerajaan Banggai.
Setelah Maulana Prins Mandapar dinobatkan menjadi raja, tata cara pemerintahan Kerajaan Banggai mulai diatur dengan mengacu pada sistem pemerintahan yang diberlakukan di Kesultanan Ternate. Raja-raja yang memerintah Banggai untuk selanjutnya diambil dari keturunan Maulana Prins Mandapar.
Banggai Pada Peta Propinsi Sulawesi Tengah |
Banggai Sebelum Berdirinya Kerajaan Banggai
Eksistensi Banggai sebagai sebuah wilayah yang cukup penting di pulau Sulawesi tercatat pada naskah Negara Kertagama, Kedudukan Banggai kala itu setara wilayah lainnya yang disebutkan dalam Negara Kertagama, yaitu sama-sama penting.Negara Kartagama yang ditulis oleh Prapanca pada tahun 1478 saka atau tahun 1365 Masehi, memasukan Banggai pada deretan wilayah penting di Sulawesi.
Pada pupuh 14 bait kelima disebutkan “Ikang Saka Nusa-Nusa Mangkasara, Buntun, Benggawi, Kuni, Galiayo, Murang Ling Salayah, Sumba, Solor,Munar, Muah, Tikang, I Wandleha, Athawa Maloko, Wiwawun ri Serani Timur Mukadi Ningagaku Nusantara".
Petikan naskah Kertagama di atas, jika diterjamahkan secara bebas maka akan didapati nama-nama wilayah sebagai berikut:
Petikan naskah Kertagama di atas, jika diterjamahkan secara bebas maka akan didapati nama-nama wilayah sebagai berikut:
- Mangkasara = Makasar
- Buntun = Buton
- Benggawi = Banggai
- Kunir = Pulau Kunyit
- Salayah = Selayar
- Ambawa = Ambon
- Maloko = Maluku
Penulis : Bung Fei
Editor : Sejarah Cirebon
Assalamualaikum, perkenalkan saya Hilda Lateke asal Kabupaten Banggai Laut pecahan dari Kabupaten Banggai.
BalasHapusSaat ini kebetulan saya bertugas di Dinas
Perpustakaan dan Kearsipan Kab. Banggai laut, sedang berencana menyusun kembali sejarah tentang berdirinya kerajaan banggai.
Apakah saya bisa minta alamat emailnya agar saya bisa konsultasi langsung dg bpk ttng artikel bpk ini 🙏🙏🙏 terima kasih
Wong cerbon sakti y..ms ana bE dt kunoe kih
BalasHapusSalut
Ya wis akeh pisan wong cirebon neng kana. Mengkonon. Kite be bisa jadi ngomong cirebonan kaya mengkenen
BalasHapus