Nama Prabu Siliwangi dalam Catatan Naskah Kuno
Nama Prabu Siliwangi tercatat dalam beberapa naskah kuno, dan diantara naskah-naskah kuno tersebut telah ditrulis bahkan ketika Sribaduga Maharaja (Prabu Siliwangi) memerintah Kerajaan Pajajaran. Beberapa Naskah Kuno yang menyebut-nyebut nasam Prabu Siliwangi diantaranya adalah sebagai berikut:
Naskah Sang Hyang Siksa Kandang Karesian, menyebutkan;
“Hayang nyaho di pantun ma: Langgalarang, Banyakcatra, Siliwangi, Haturwangi, prépantun tanya”.
Naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian selesai ditulis pada tahun 1440 Saka atau tahun 1518 Masehi. Jadi naskan ini ditulis pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja, penguasa Pakuan Pajajaran tahun 1482 – 1521).
Naskah Bujangga Manik, menyebutkan;
“Samapun ngaranna Ameng Layaran. Latara teuing na kasep. Kasep manan Banyak Catra, leuwinh manan Silih Wangi, liwat ti tuang ponakan”.
Naskah Bujangga Manik ditulis oleh Jaya Pakuan alias Bujangga Manik, seorang resi Hindu dari Kerajaan Sunda yang lebih suka menjalani hidup sebagai seorang resi, walaupun sebenarnya ia seorang kesatria dari keraton Pakuan Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda, yang bertempat di wilayah yang sekarang menjadi Kota Bogor. Sebagai seorang resi, dia melakukan dua kali perjalanan dari Pakuan Pajajaran ke timur Jawa. Pada perjalanan kedua Bujangga Manik malah sempat singgah di Bali untuk beberapa lama. Pada akhirnya Bujangga Manik bertapa di sekitar Gunung Patuha sampai akhir hayatnya.
Berdasarkan ceritera dalam naskah tersebut, bahwa naskah Bujangga Manik berasal dari zaman sebelum Islam masuk ke Tatar Sunda. Naskah tersebut tidak mengandung satu pun kata-kata yang berasal dari bahasa Arab. Penyebutan Majapahit dan Demak membawa pada perkiraan bahwa naskah ini ditulis akhir tahun 1400-an atau awal tahun 1500-an.
Naskah ini sangat berharga karena menggambarkan geografi dan topografi Pulau Jawa pada saat naskah dibuat. Lebih dari 450 nama tempat, gunung, dan sungai disebutkan di dalamnya. Sebagian besar dari nama-nama tempat tersebut masih digunakan atau dikenali sampai sekarang.
Naskah Carita Parahiyangan, menyebutkan;
“Manak deui Prebu Maharaja, tawasniya ratu tujuh tahun, kéna kabawa ku kalawisaya, kabancana ku seuweu dimanten, ngaran Tohaan. Mundut agung dipipanumbasna. Urang réya sangkan nu angkat ka Jawa, mumul nu lakiyan di Sunda. Pan prangrang di Majapahit. Aya na seuweu. Prebu Wangi ngaranna, inyana Prebu Niskala Wastu Kancana nu surup di Nusalarang ring giri Wanakusuma”.
Naskah Carita Parahiyangan tidak menampilkan identitas penulisnya. Naskah Carita Parahiyangan ditulis pada masa Kerajaan Sunda Pajajaran masih berdiri. Naskah ini selesai ditulis (dalam arti selesai disalin dan dilengkapi) pada masa-masa akhir kerajaan ini (1579) (Atja, 1981: ii).
Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, , menyebutkan;
“Hana ta sira natha gung ng siniwi Pakwan Pajajaran Sang Prabu Siliwangi ngaranira, anak Sang Prabu Anggalarang, ring Galuh wangsa nira, ikang rumuhun paradyéng Surawisésa kadatwan ng parahyangan kapernah wétan mandala nira. … Datan lawas pantaraning inabhisekan ta Sang Prabu Siliwangi dumadyakna Naradhipa hing Pakwan Pajajaran déning uwa nira, irika ta sira lawan winastwan Sang Prabu Dewatawisésa paradyéng Pakwan kadatwan yatika Sang Bima wastana”.
Naskah Carita Puwaka Caruban Nagari ditulis oleh Pengeran Arya Cirebon pada tahun 1720. Pangeran Arya Cirebon adalah seorang bangsawan keturunan Keraton Kasepuhan. Beliau menulis naskah ini bersumber pada naskah yang ada sebelumnya yaitu Nagara Kreta Bumi (Bagian dari Naskah Wangsakerta). Dalam administrasi pemerintahan kolonial, Pangeran Aria Cirebon diangkat sebagai bupati wedana pada 9 Februari 1706. Dalam sumber kolonial jabatan Pangeran Aria Cirebon disebut sebagai “Opsigter en Regent over alle de Prianganse landen en imworders” (Atja, 1986: 17).
Posting Komentar untuk "Nama Prabu Siliwangi dalam Catatan Naskah Kuno"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.