Dipati Ewangga/ Adipati Awangga Sang Arya Kemuning II
Dipati Ewangga kadang juga disebut Adipati Awangga adalah Senopati (Panglima Perang) asal Kuningan yang kiprahnya tercatat dalam beberapa naskah kuno Cirebon. Tokoh ini banyak membantu Cirebon terutamanya ketika Cirebon bersama-sama Demak menaklukan Banten dan Sunda Kelapa.
Menurut beberapa sumber, Dipati Ewangga adalah anak Bratawiyana (Arya Kemuning I). Usianya sepadan dengan Suranggajaya (Arya Kuningan).Dahulu, ketika Sunan Gunung Jati mengislamkan Jayaraksa, penguasa Luragung yang berjuluk Ki Gedeng Luragung, Sunan Gunung Jati berhasil pula menjadikan Luragung sebagai wilayah kekuasaan Cirebon.
Guna mengikat tali kekerabatan, Sunan Gunung Jati mengangkat Suranggajaya (Arya Kuningan), anak Ki Gede Luragung menjadi anak angkatnya. Namun dikemudian hari, Sunan Gunung Jati setelah mengislamkan Penguasa Kajene (Arya Kemuning/Bratawiyana) Sunan Gunung Jati menitipkannya kepada Arya Kemuning, pada waktu itu Arya Kemuning mempunyai anak laki-laki yang seusia dengan Suranggajaya, namanya Ewangga/Awangga.
Ilustrasi Senopati Cirebon |
Selanjutnya pada tahun 1498, Suranggajaya, diangkat menjadi Adipati Kuningan (Kekuasaannya mencakup bekas wilayah Kajene-Luragung), selain itu Sunan Gunung Jati juga mengangkat Ewangga sebagai Dipati Anom (Semacam Perdana Mentri) untuk membantu Arya Kuningan. Kelak sebagaimana bapaknya Dipati Ewangga digelari Arya Kemuning (Arya Kemuning II).
Baca Juga: Arya Kuningan dan Arya Kemuning
Dipati Ewangga dalam Versi Lain
Dipati Ewangga atau Adipati Awangga menurut Slundraningrat (1985, hlm 102), disebut bukan anak Bratawiyana (Arya Kemuning I), melainkan seorang bangsawan yang asalnya dari Parahyangan (Cianjur) yang pada awalnya ingin berguru/belajar agama Islam kepada Sunan Gunung Jati, lalu oleh Sunan Gunung Jati diperintahkan untuk pergi ke Kuningan membantu putra angkatnya, yaitu Suranggajaya dalam mengelola pemerintahan di Kuningan.
Menurut versi ini juga Adipati Awangga disebut sebagai cucu Prabu Siliwangi yang mulanya sebagai pewaris tahta di Parahyangan (Dalem Cianjur), namun setelah berguru agama Islam ke Cirebon dan masuk Islam. Beliau lebih suka tinggal di Cirebon, sementara kedudukan sebagai Dalem Cianjur diserahkan kepada adiknya Adpati Selalarang.
Dipati Ewangga dalam Penaklukan Banten dan Jayakarta
Ketika Cirebon dan Demak melakukan Invasi ke Banten dan Sunda Kelapa pada 1526-1528, Dipati Ewangga ditugaskan Sunan Gunung Jati untuk membantu Fatahillah.
Selepas mengusir Portugis dan menguasai Sunda Kelapa, Dipati Ewangga menetap di Sundakelapa dan mendirikan perkampungan yang dinamai "Kuningan" sesuai nama tempat kelahirannya. Di Sunda Kelapa/Jayakarta, Adipati Ewangga lebih dikenal dengan nama "Pangeran Kuningan".
Pemerintahan di Jayakarta setelah penaklukan mulanya diserahkan Sunan Gunung Jati kepada Fatahillah, akan tetapi setelah Fatahillah di tarik ke Cirebon, Adipati Ewangga menggantikan kedudukan Fatahillah sebagai Adipati Jayakarta. Menurut Sejarah Jakarta, Adipati Ewangga wafat dan dimakamkan di Kelurahan Kuningan Jakarta.
Pendapat tersebut bertentangan dengan bukti-bukti yang ada di Cirebon, karena meskipun sejarah Cirebon mencatat Dipati Ewangga ikut serta dalam penaklukan Sunda Kelapa dan sempat menjadi penguasa disana, beliau pada akhirnya pulang ke Cirebon dan wafat di Cirebon, makamnya dapat ditemui dikomplek makam raja-raja Kesultanan Cirebon, yaitu di komplek Pemakaman Sunan Gunung Jati Cirebon.
Lihat dalam : Denah Komplek Pemakaman Sunan Gunung Jati Cirebon
As.
BalasHapusmohon maaf apakah Awangga dengan Awangga Anom orangnya masih sama 🙏
Anaknya, Dipati Anom
Hapuskalau boleh tau dimana makom dipati anom?
BalasHapus