Penyelamatan Mahkota Binokasih Sanghyang Paké
Serbuan Kesultanan Banten pada 1579 ke Ibukota Pajajaran memang berhasil merebut Ibu Kota dan Istana Kerajaan Pajajaran. Bahkan berhasil memkasa Prabu Suryakencana melarikan diri ke Pulosari (Pandegelang), akan tetapi Banten gagal mendapatkan pusaka Kerajaan Pajajaran yang berharga, yaitu Mahkota Binokasih Shanyang Paké, sehingga dengan demikian, Banten tidak berhak mengkalim sebagai pelanjut kekuasaan Pajajaran yang runtuh.
Mahkota Binokasih Sanghyang Paké adalah Mahkota Kerajaan Pajajaran yang secara turun temurun menjadi Mahkota kerajaan yang hanya dipakai pada saat pelantikan Raja Pajajaran yang baru. Siapapun yang mengenakannya maka ia didaulat sebagai Raja yang berhak memerintah diseluruh tanah Sunda.
Sebelum takluknya Pajajaran pada Banten, Prabu Suryakencana sudah merasa nasib kerajaan yang didirikan oleh leluhurnya akan runtuh, oleh karena itu, ia memutuskan daripada mahkota tersebut jatuh ketangan Banten, ia memerintahkan 4 senopatinya untuk menyerahkan mahkota emas 18 karat itu ke Sumedang Larang.
Kerajaan Sumedang Larang yang kala itu juga baru kehilangan Rajanya Pangeran Santri karena mangkat (1579), menerima Mahkota Pajajaran sekaligus mendapatkan mandat jika Sumedang Larang didaulat menjadi pelanjut Kerajaan Pajajaran.
Pada masa Pemerintahan Pangeran Santri dan Istrinya Nyimas Pucukumun Sumedang (1530-1579), Sumedang sebetulnya sudah menjadi Kerajaan bawahan Cirebon, hal ini dikarenakan Pangeran Santri menyerahkan secara sukarela Sumedang kepada Cirebon. Lagipula dimasa pemerintahannya Sumedang telah berubah menjadi Kerajaan Islam.
Datangnya amanat dari Prabu Suryakencana yang didalamnya menyatakan Sumedang sebagai penerus Kerajaan Pajajaran yang ditandai dengan diserahkannya Mahkota Binokasih Sanghyang Paké, membuat Raja baru Sumedang Larang memproklamirkan keluarnya Sumedang dari Cirebon, selain itu ia juga meyakini akan dapat melanjutkan kegemilangan Pajajaran.
Dengan dukungan dari wilayah-wilayah bekas Kerajaan Pajajaran yang belum ditaklukan Banten dan belum tergabung dalam Kesultanan Cirebon, pada tahun yang sama (1579), Prabu Geusun Ulun dilantik menjadi Raja Sumedang Larang dengan gelar "Prabu Geusun Ulun Angkawinaya Nalendara" dengan mengenakan Mahkota Binokasih Sanghyang Paké dikepalanya. Mulai setelah itu Sumedang resmi menjadi Kerajaan pengganti Pajajaran yang merdeka dari kerajaan manapun.
Asal-Usul Mahkota Binokasih Sanghyang Paké
Mahkota Binokasih adalah mahkota yang dibuat sejak zaman Sanghyang Bunisora Suradipati, Raja dari Galuh yang memerintah dari tahun 1337 hingga 1375 Masehi. Dan ketika Kerajaan Galuh digabungkan dengan Kerajaan Sunda (Pajajaran), pada 1482 mahkota tersebut dijadikan sebagai mahkota Raja seluruh tanah Sunda yang memerintah di Pakuan (Ibukota Pajajaran).
Mahkota Binokasih |
Mahkota Binokasih dibuat berdasarkan Mahkota Dewa Indra, yaitu Dewa Perang dalam mitologi Agama Hindu yang juga merupakan ayah dari Arjuna. Mahkota Binokasih terbuat dari bahan emas 18 karat dan juga memikiki pernak-pernik yang terbuat dari batu giok lokal.
Kini, Mahkota Binokasih masih dapat dojumpai dan tersimpan di Musium Sumedang. Mahkota itu pula sekarang dijadikan sebagai simbol kebesaran Keraton Sumedang Larang dan Pemerintah Kabupaten Sumedang.
Baca Juga: Sejarah Kerajaan Sumedang Larang
Demi tegaknya kerajaan Pajajaran, maka mahkota binokasih Sanghyang pake diselamatkan atas perintah prabu Suryakencana dan diserahkan kepada 4 senapati kerajaan yang dipimpin oleh sang Mahapatih Jayaperkosa yang tidak lain adalah prabu Surawisesa (kakek buyut Prabu Seda Suryakancana) yang telah lama mengudurkan diri dari tahta raja Pajajaran
BalasHapus