Kisah Pemkaman Syekh Siti Jenar dan Penukaran Jenazahnya dengan Bangkai Anjing
Kisah mengenai Pemakaman Syekh Siti Jenar dan Penukaran Jenazahnya dengan bangkai anjing adalah kisah lanjutan dari artikel sebelumnya yang membahas mengenai kericuhan dalam persidangan Syekh Siti Jenar (Seyekh Lemah Abang). Kedua kisah ini sama-sama bersumber dari Naskah Negarakertabhumi karya Pangeran Wangsakerta Cirebon.
Selepas dieksekusi mati di alun-alun Sangkala Buana (alun-alun Keraton Cirebon) oleh Sunan Kudus, jasad Syekh Siti Jenar diperlakukan sebagaimana selayaknya jasad seorang muslim. Jasad Syekh Siti Jenar juga nantinya dimakamkan di Kemlaten, suatu daerah yang kala itu masih hutan, letaknya tidak terlampau jauh dari Kota Raja Cirebon.
Selepas dimakamkan, para Pengikut Syekh Siti Jenar tidak henti-hentinya menjiarahi makam Sang Wali, bahkan murid-muridnya Syekh Siti Jenar yang berasal dari luar Cirebon terus datang berbondong-bondong untuk menjiarahinya, diantara mereka bahkan ada yang dari luar pulau Jawa.
Syekh Siti Jenar |
Mendapati keadaan yang mencemaskan semacam itu, Sunan Gunung Jati dan beberapa wali lainnya, memutuskan memindahkan jasad Syekh Siti Jenar ke Giri Amparan Jati (Gunung Jati) secara diam-diam , mereka menguburkan Jenazah Syekh Siti Jenar disuatu tempat yang dirahasikan, sementara di kuburan yang lama, ditaruh bangkai anjing hitam.
Kian hari, para murid setia Syekh Siti Jenar rupanya bertambah banyak, mereka secara bergerombol dari berbagai daerah mendatangi makam untuk berjiarah, dan diantara rombongan yang datang salah satunya dari Pengging, rombongan ini menuntut agar Sunan Gunung Jati mengizinkan mereka membawa jenazah gurunya untuk dimakamkan di Pengging.
Tuntutan murid-murid Syekh Siti Jenar dari Pengging itu disetujui oleh Sunan Gunung Jati. Akhirnya ketika waktu pembongkaran kuburan tiba, dan kebetulan dihadiri oleh banyak pengikut Syekh Siti Jenar, suasana menjadi hening, sebab murid-murid Syekh Siti Jenar dengan mata kepalanya sendiri mendapati jasad gurunya berubah menjadi bangkai anjing hitam.
Dalam kondisi semacam itu, akhirnya Sunan Gunung Jati memberi wejangan kepada para pengikut Syekh Siti Jenar, Sunan Gunung Jati berkata;
“Janganlah kalian memuja bangkai, yang harus dipuja hanyalah satu-satunya ialah Tuhan Yang Maha Kuasa, Ketahuilah oleh kalian semua bahwa seluruh makhluk hidup yang ada di dunia ini dan manusia yang diberikan kepandaian akal sehingga mengetahui rahasia alam sekelilingnya ini tidak lepas dari kekuasaan-Nya. Kalian diberikan segala kenikmatan karena kebesaran dan kasih sayang Tuhan Yang Maha Kuasa, bukankah tidak ada seorangpun di dunia ini yang berkuasa dan memiliki kewenangan-Nya untuk menandingi Kebesaran-Nya. Oleh karena itu kita harus saling mengingatkan kepada sesama haruslah kita laksanakan syariat islam yang harus diajarkan Rasulullah kepada kita, jangan kalian menuruti kepada ajaran Syekh Lemahabang. Sekarang kalian akan kujadikan muslim dengan madzhab Syafii. Madzhab Syafii itu adalah madzhab yang dibolehkan untuk kita laksanakan. Katakan kepada seluruh umat muslim lainnya".
Sejak saat itu, orang-orang yang menganut ajaran Syekh Lemah Abang (Syekh SIti Jenar) banyak beralih menjadi penganut madzhab Syafii dan menjadi murid Sunan Gunung Jati Cirebon, mereka berguru dan belajar menjadi muslim yang baik, sampai akhirnya mereka menetap di Cirebon.
Baca Juga : Kericuhan Dalam Persidangan Syekh Siti Jenar
Penulis : Bung Fei
Editor : Sejarah Cirebon
Posting Komentar untuk "Kisah Pemkaman Syekh Siti Jenar dan Penukaran Jenazahnya dengan Bangkai Anjing"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.