Sejarah Ekspedisi Pamalayu dan Runtuhnya Kerajaan Singasari
Runtuhnya Singasari berkaitan erat dengan ekspedisi Pamalayu yang pernah dilancarkan oleh Raja Kertanegara. Anggaran yang begitu besar serta fokus tentara Singasari yang ditempatkan di daerah-daerah luar Pulau Jawa membuat Singasari lupa akan pertahanan dalam negerinya.
Mulanya Mpu Ratangga adalah orang yang mengingatkan bahaya yang mengancam Singasari apabila Raja Kertanegara bersikukuh melakukan ekspedisi Pamalayu. Tapi nasehat Mpu Ratangga itu rupanya tidak ditanggapi Kertanegara, keteledoran Raja yang gemar mabuk-mabukan itu pada akhirnya menutup riwayat Kerajaan Singasari yang baru saja mengecap kemenangan dalam Ekspedisi Pamalayu.
Pamalyu dalam bahasa Jawa bermaksud serbuan atau invasi ke Kerajaan Melayu (Damasraya/Sumatra). Kerajaan Singasari melakukan serbuan ke Melayu dimulai pada Tahun 1275, iring-iringan tentara Singasari yang berjumlah besar itu diberangkatkan secara serempak melalui Pelabuhan Tuban, sementara yang menjadi panglima perang utamanya adalah Kebo Anabrang. Adapun seremonial pelepasan tenatara Singasari dalam ekspedisi Pamalayu sendiri dihadiri oleh Mahisa Anengah Panji Anggragani.
Ekspedisi Pamalyu sebenarnya upaya terpaksa dari Raja Kertanegara karena Raja-Raja Melayu di Pulau Sumatra cenderung memilih mengirimkan Upeti tanda takluk pada Kekaisaran Mongol (Dinasti Yuan-China) ketimbang mencari-cari masalah dengan cara bergabung secara damai dengan Singasari untuk membendung ekspansi Kekaisaran Mongol yang kala itu sedang agresif-agresifnya.
Raja Kertanegara yang tidak mau bangsa-bangsa Nusantara diinjak-injak harga dirinya oleh Bangsa Mongol melakukan gerakan yang tidak terduga-duga. Mengirimkan puluhan ribu pasukannya untuk menaklukan negeri-negeri Melayu sekaligus meyakinkan mereka bahwa kekuatan Singasari setara dengan Mongol.
Eksepedisi Pamalyu lumayan alot sebab ekspedisi tersebut baru berhasil selepas memakan waktu 11 tahun (1275-1286), Bhumi Melayu dapat ditaklukan tepat pada tahun 1286. Meskipun demikian karena ekspedisi ini niatan utamanya adalah untuk membangun kekuatan bersama guna membendung Mongol, maka selepas ditaklukan, Kerajaan Melayu dirangkul kembali, terbukti dengan adanya pengiriman Arca Amoghapasa oleh Raja Kertanegara pada Raja Melayu sebagai tanda persahabatan yang dikirim pada 1286. Tanda persahabatan Singasari itu kemudian dibalas Kerajaan Melayu dengan pengiriman dua putri Raja Melayu yaitu Dara Petak dan Dara Jingga sebagai tanda takluk pada Singasari.
Dalam rangka membendung kekuatan Mongol, selain melakukan ekspedisi Pamalyu, Singasari juga rupanya melakukan ekspedisi sejenis, yaitu dengan cara menaklukan Gurun, Pahang, Bakulapura dan Bali, negeri-negeri itu takluk pada tahun 1284.
Peristiwa itulah yang kemudian memaksa Khubilai Khan mengirimkan utusan untuk menyampaikan surat ancaman. Pendek kata Singasari dalam surat itu diancam agar tunduk dibawah Mongol serta mengirimkan Upeti pada Mongol sebagai tanda takluk. Peristiwa ini terjadi pada Tahun 1289.
Ancaman Mongol pada Singasari rupanya tidak membuat gentar Kertanegara, Sang Raja justru berbalik menantang perang, caranya dengan menggores dan memotong telinga utusan Monggol dengan menggunakan sebilah keris.
Pada Tahun 1293 ketika pasukan Mongol menyusuri Nusantara untuk menerima tantangan Singasari, kondisi Nusantara sudah berubah, dalam perjalanan menuju ke Pulau Jawa tidak ada halauan dari Singasari pada kapal-kapal Mongol, sehingga tentara Mongol mendarat mulus di Jawa. Selepas mendarat orang-orang Mongol rupanya baru tahu bahwa Singasari telah runtuh setahun sebelumnya.
Baca Juga: Bendera Merah Putih Dalam Genggaman Jaya Katwang
Pamalyu dalam bahasa Jawa bermaksud serbuan atau invasi ke Kerajaan Melayu (Damasraya/Sumatra). Kerajaan Singasari melakukan serbuan ke Melayu dimulai pada Tahun 1275, iring-iringan tentara Singasari yang berjumlah besar itu diberangkatkan secara serempak melalui Pelabuhan Tuban, sementara yang menjadi panglima perang utamanya adalah Kebo Anabrang. Adapun seremonial pelepasan tenatara Singasari dalam ekspedisi Pamalayu sendiri dihadiri oleh Mahisa Anengah Panji Anggragani.
Ekspedisi Pamalyu sebenarnya upaya terpaksa dari Raja Kertanegara karena Raja-Raja Melayu di Pulau Sumatra cenderung memilih mengirimkan Upeti tanda takluk pada Kekaisaran Mongol (Dinasti Yuan-China) ketimbang mencari-cari masalah dengan cara bergabung secara damai dengan Singasari untuk membendung ekspansi Kekaisaran Mongol yang kala itu sedang agresif-agresifnya.
Raja Kertanegara yang tidak mau bangsa-bangsa Nusantara diinjak-injak harga dirinya oleh Bangsa Mongol melakukan gerakan yang tidak terduga-duga. Mengirimkan puluhan ribu pasukannya untuk menaklukan negeri-negeri Melayu sekaligus meyakinkan mereka bahwa kekuatan Singasari setara dengan Mongol.
Eksepedisi Pamalyu lumayan alot sebab ekspedisi tersebut baru berhasil selepas memakan waktu 11 tahun (1275-1286), Bhumi Melayu dapat ditaklukan tepat pada tahun 1286. Meskipun demikian karena ekspedisi ini niatan utamanya adalah untuk membangun kekuatan bersama guna membendung Mongol, maka selepas ditaklukan, Kerajaan Melayu dirangkul kembali, terbukti dengan adanya pengiriman Arca Amoghapasa oleh Raja Kertanegara pada Raja Melayu sebagai tanda persahabatan yang dikirim pada 1286. Tanda persahabatan Singasari itu kemudian dibalas Kerajaan Melayu dengan pengiriman dua putri Raja Melayu yaitu Dara Petak dan Dara Jingga sebagai tanda takluk pada Singasari.
Dalam rangka membendung kekuatan Mongol, selain melakukan ekspedisi Pamalyu, Singasari juga rupanya melakukan ekspedisi sejenis, yaitu dengan cara menaklukan Gurun, Pahang, Bakulapura dan Bali, negeri-negeri itu takluk pada tahun 1284.
Monggol Merasa Ditantang
Wilayah Nusantara yang sudah dikendalikan Singasari membuat murka Kubilai Khan, sebab baik Kerajaan-Kerajaan yang ada di Sumatra maupun yang berada di Semenanjung Melayu tidak mau lagi membayar Upeti kepada Mongol karena merasa sudah dibawah perlindungan Singasari.Peristiwa itulah yang kemudian memaksa Khubilai Khan mengirimkan utusan untuk menyampaikan surat ancaman. Pendek kata Singasari dalam surat itu diancam agar tunduk dibawah Mongol serta mengirimkan Upeti pada Mongol sebagai tanda takluk. Peristiwa ini terjadi pada Tahun 1289.
Ancaman Mongol pada Singasari rupanya tidak membuat gentar Kertanegara, Sang Raja justru berbalik menantang perang, caranya dengan menggores dan memotong telinga utusan Monggol dengan menggunakan sebilah keris.
Keteledoran Kertanegara
Tantangan perang yang diproklamirkan Raja Kertanegara pada Kubilai Khan pada 1289, menyebabkan Singasari bersiap siaga dari kemungkinan serbuan Mongol.Raja Kertanegara menempatkan banyak pasukan tempurnya di luar wilayah inti kerajaan. Sehingga pertahanan dalam negeri cenderung tidak rapat. Hal itulah yang kemudian membuat Mpu Ratangga merasa khawatir pada keselamatan kerajaan.
Mpu Ratangga menghendaki setengah kekuatan Singasari ditempatkan di sekitaran Ibu Kota Kerajaan sementara setengahnya lagi di luar Negeri. Setengah untuk menghalau kemungkinan serbuan monggol, sementara setengahnya lagi untuk menghadapi kemungkinan pemberontakan Jaya Katwang.
Nasehat Mpu Ratangga rupanya ditolak, Kertanegara beranggapan Jaya Katwang tidak mungkin brontak sebab selain sebagai besannya, Jaya Katwang dianggap sudah terlalu banyak mendapatkan anugrah dari Singasari sehingga tidak mungkin memberontak. Pada perkembangannya, nasehat Mpu Ratangga yang tak digubris Kertanegara menjadi Bumerang bagi Singasari, sebab Jaya Katwang ternyata benar-benar memberontak.
Mpu Ratangga menghendaki setengah kekuatan Singasari ditempatkan di sekitaran Ibu Kota Kerajaan sementara setengahnya lagi di luar Negeri. Setengah untuk menghalau kemungkinan serbuan monggol, sementara setengahnya lagi untuk menghadapi kemungkinan pemberontakan Jaya Katwang.
Nasehat Mpu Ratangga rupanya ditolak, Kertanegara beranggapan Jaya Katwang tidak mungkin brontak sebab selain sebagai besannya, Jaya Katwang dianggap sudah terlalu banyak mendapatkan anugrah dari Singasari sehingga tidak mungkin memberontak. Pada perkembangannya, nasehat Mpu Ratangga yang tak digubris Kertanegara menjadi Bumerang bagi Singasari, sebab Jaya Katwang ternyata benar-benar memberontak.
Runtuhnya Singasari
Runtuhnya Kerajaan Singasari bubar secara langsung memang karena pemberontakan Jayakatwang, akan tetapi pangkal dari bubarnya Singasari sebetulnya bukan karena itu, melainkan karena dampak ekspedisi Pamalayu dan tarian politik yang dimainkan oleh salah satu pejabat tinggi Singasari yang dipecat oleh Raja Kertanegara. Pemecatan yang dilakukan Raja membuat gelap mata, sehingga yang bersangkutan rela membocorkan kelemahan pertahanan negara kepada sekelompok pejuang Pro Kemerdekaan Kediri.
Singasari bubar pada tahun 1292 M, akibat serangan brutal yang dilakukan pejuang Pro Kemerdekaan Kediri yang dipimpin oleh Jayakatwang, seorang Adipati Gelang-Gelang turunan dari mendiang Raja Kediri terakhir.
Pejabat tinggi Singasari yang menjadi pangkal dari bubarnya Kerajaan Singasari adalah Aria Wiraraja. Menurut Pararaton, Aria Wiraraja mempunyai nama kecil Banyak Wide, ia sendiri dikisahkan sebagai anak tertua dari seorang yang bernama Nangka. Menurut Hidayat sebagaimana yang disebutkan dalam bukunya Sejarah Lumajang, bahwa banyak Wide lahir di Nangkaan, Ranu Pakis, Klakah, Lumajang Jawa Timur.
Aria Wiraraja dikisahkan sebagai pejabat Singasari yang mengemban jabatan “Demung” suatu jabatan bergengsi yang tugasnya sebagai kepercayaan dan penasehat Raja. Akan tetapi selepas Raja Kertanegara mengangkat Demung yang lain, kiprah Aria Wiraraja sedikit demi sedikit tersingkir.
Bahkan diantara keduanaya terlibat konflik pemikiran sehingga akhirnya Kertanegara memecat Aria Wiraraja dari jabatan Demung dan menjadikannya sebagai Adipati Sumenep di Pulau Madura.
Bagi Aria Wiraraja, pemecatan dirinya dari jabatan bergengsi untuk kemudian dijadikan sebagai Adipati di daerah terpencil yang jauh dari Ibu Kota Kerajaan membuatnya merasa sakit hati, ia merasa dibuang oleh Raja, padahal disisi lain ia merasa Kejayaan Singasari tidak terlepas dari kiprahnya ketika menjadi seorang penasehat Raja. Pada tahap selanjutnya rasa sakit hati Aria Wiraraja terhadap Rajanya membuat ia gelap mata, sehingga ia berencana menghancurkan Singasari.
Dalam rangka menghancurkan Singsari, Aria Wiraraja membocorkan kelemahan kerajaan pada orang-orang yang diidentifikasi masih mempunyai semangat untuk memerdekaan dan mendirikan ulang Kerajaan Kediri yang dahulu dihancurkan oleh Ken Arok.
Orang yang dianggap dapat menghancurkan Singasari oleh Aria Wiraraja adalah Jayakatwang, sebab bagaimanapun Jayakatwang adalah seseorang yang memiliki darah para Raja Kediri. Selain itu Jayakatwang dianggap memapu mengemban pemeberontakan karena Keadipatian Gelang-Gelang merupakan Keadipatian Kaya yang cukup untuk melumat Singsari yang sedang ditinggal sebagaian besar tentara kerajaannya.
Pada akhirnya, bocoran kelemahan pertahanan Singsari karena sebagaian besar tentaranya dipergunakan untuk ekspedisi Pamalayu yang dikabarkan kepada Jayakatwang oleh Aria Wiraraja membuat Singasari menemui ajalnya. Singsari diserang dari segala penjuru oleh para pejuang yang menghendaki Kerajaan Kediri bangkit lagi.
Singasari bubar pada tahun 1292 M, akibat serangan brutal yang dilakukan pejuang Pro Kemerdekaan Kediri yang dipimpin oleh Jayakatwang, seorang Adipati Gelang-Gelang turunan dari mendiang Raja Kediri terakhir.
Pejabat tinggi Singasari yang menjadi pangkal dari bubarnya Kerajaan Singasari adalah Aria Wiraraja. Menurut Pararaton, Aria Wiraraja mempunyai nama kecil Banyak Wide, ia sendiri dikisahkan sebagai anak tertua dari seorang yang bernama Nangka. Menurut Hidayat sebagaimana yang disebutkan dalam bukunya Sejarah Lumajang, bahwa banyak Wide lahir di Nangkaan, Ranu Pakis, Klakah, Lumajang Jawa Timur.
Aria Wiraraja dikisahkan sebagai pejabat Singasari yang mengemban jabatan “Demung” suatu jabatan bergengsi yang tugasnya sebagai kepercayaan dan penasehat Raja. Akan tetapi selepas Raja Kertanegara mengangkat Demung yang lain, kiprah Aria Wiraraja sedikit demi sedikit tersingkir.
Bahkan diantara keduanaya terlibat konflik pemikiran sehingga akhirnya Kertanegara memecat Aria Wiraraja dari jabatan Demung dan menjadikannya sebagai Adipati Sumenep di Pulau Madura.
Bagi Aria Wiraraja, pemecatan dirinya dari jabatan bergengsi untuk kemudian dijadikan sebagai Adipati di daerah terpencil yang jauh dari Ibu Kota Kerajaan membuatnya merasa sakit hati, ia merasa dibuang oleh Raja, padahal disisi lain ia merasa Kejayaan Singasari tidak terlepas dari kiprahnya ketika menjadi seorang penasehat Raja. Pada tahap selanjutnya rasa sakit hati Aria Wiraraja terhadap Rajanya membuat ia gelap mata, sehingga ia berencana menghancurkan Singasari.
Dalam rangka menghancurkan Singsari, Aria Wiraraja membocorkan kelemahan kerajaan pada orang-orang yang diidentifikasi masih mempunyai semangat untuk memerdekaan dan mendirikan ulang Kerajaan Kediri yang dahulu dihancurkan oleh Ken Arok.
Orang yang dianggap dapat menghancurkan Singasari oleh Aria Wiraraja adalah Jayakatwang, sebab bagaimanapun Jayakatwang adalah seseorang yang memiliki darah para Raja Kediri. Selain itu Jayakatwang dianggap memapu mengemban pemeberontakan karena Keadipatian Gelang-Gelang merupakan Keadipatian Kaya yang cukup untuk melumat Singsari yang sedang ditinggal sebagaian besar tentara kerajaannya.
Pada akhirnya, bocoran kelemahan pertahanan Singsari karena sebagaian besar tentaranya dipergunakan untuk ekspedisi Pamalayu yang dikabarkan kepada Jayakatwang oleh Aria Wiraraja membuat Singasari menemui ajalnya. Singsari diserang dari segala penjuru oleh para pejuang yang menghendaki Kerajaan Kediri bangkit lagi.
Tahun 1292 dengan puluhan ribu bala tentara yang menggengam bendera merah putih sebagai panji-panji perangnya, Jaya Katwang berhasil menaklukan Singasari, Istana dapat direbut sementara Raja Kertanegara sendiri tewas mengenaskan.
Pada Tahun 1293 ketika pasukan Mongol menyusuri Nusantara untuk menerima tantangan Singasari, kondisi Nusantara sudah berubah, dalam perjalanan menuju ke Pulau Jawa tidak ada halauan dari Singasari pada kapal-kapal Mongol, sehingga tentara Mongol mendarat mulus di Jawa. Selepas mendarat orang-orang Mongol rupanya baru tahu bahwa Singasari telah runtuh setahun sebelumnya.
Begitulah pangkal bubarnya Singsari, sebabnya karena tarian politik pejabat tinggi Kerajaan yang tak terima dipecat dari kedudukannya. Dikemudian hari agaknya Aria Wiraraja merasa menyesal dengan bubarnya Singasari, sehingga dilain kesempatan ia menghasut Raden Wijaya, salah satu menantu Kertanegara yang lolos dari maut untuk membrontak dan menghancurkan Kerajaan Kediri yang baru saja didirikan ulang oleh Jayakatwang.
Baca Juga: Bendera Merah Putih Dalam Genggaman Jaya Katwang
Posting Komentar untuk "Sejarah Ekspedisi Pamalayu dan Runtuhnya Kerajaan Singasari"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.