Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SIKAP ANTI DEMAK PARA PEMBESAR PAJAJARAN & JATUHNYA TANAH SUNDA DALAM PENGARUH KESULTANAN MATARAM

Pajajaran adalah Negara yang dalam gerakan Politiknya menyatakan diri anti Demak. Mengapa Pajajaran Anti Demak ? Jawabnya Karena Demak dahulu menjadikan Japura dan Cirebon sebagai sekutunya. Padahal sebelum 1482, Cirebon dan Japura adalah wilayah Sunda. 

Selain itu, Demak juga dikemudian hari menduduki wilayah Pesisir Pajajaran lainnya, yaitu Banten, Jayakarta, Karawang dan Indramayu. 

Ketika Pajajaran Kalah Telak oleh Banten pada 1579, Para Mantan Panglima Tempur Pajajaran yang melarikan Diri Ke Sumedang masih membawa sikap anti Demak juga anti kepada Rezim penggantinya (Pajang).

Sumedang sebetulnya pada Tahun 1530 sudah menjadi bagian dari kekuasan Cirebon, karena Raja Sumedang kala itu Ratu Pucuk Umun/Nyi Mas Ratu Dewi Inten Dewata/Nyimas Setyasih diislamkan oleh Cirebon dan dinikahkan dengan Pangeran Santri (Pangeran Asal Cirebon). 

Selepas meninggalnya Nyimas Setyasih & Suaminya, pada  1579, Putranya Geusan Ulun Menjadi Raja baru, pada masa Raja baru inilah mantan Panglima pajajaran yang melarikan diri ke Sumedang mempengaruhinya untuk merdeka dari Cirebon. 

Uapaya memerdekakan diri dari Cirebon disusun secara sistematis, mula-mula Jaya Perkasa mengajak Rajanya berkunjung ke Pajang (Alasan Seba Tahunan), sesampainya disana Jaya Perkasa merasa tepat apabila memproklamirkan merdeka dari Cirebon, sebab waktu Itu Pajang sedang diguncang pemberontakan Mataram sehingga kemungkinan sekutu Cirebon itu tidak akan membantu Cirebon. 

Sepulangya dari Pajang, Rombongan Jaya Perkasa dan Geusan Ulun mampir ke Cirebon, dan ketika menjadi tamu di Cirebon inilah Jaya Perkasa mempengaruhi Geusan Ulun untuk melarikan Selir Sultan Cirebon yang kala itu sedang mengandung (Harisbaya).

Dibawa larinya selir Sultan Cirebon (Panembahan Ratu I) merupakan tanda jika Sumedang meyatakan Perang dan Sekaligus merdeka pada Cirebon, Peristiwa terjadi pada 1585-1586. 

Tantangan perang dari Sumedang ditanggapi oleh Cirebon, Cirebonpun kemudian melakukan serangan pada Sumedang, Perang terjadi selama 3 tahun, dalam masa ini Pula Sumedang memindahkan Ibu Kota Kerajaan ke Pedalaman. Pemindahan ibu Kota merupakan teknik mengulur-ulur kelahan yang dimainkan Sumedang. 

Pada Tahun 1586 Mataram berhasil mengalahkan Pajang, Kabar kelahan Pajang oleh Mataram segera disambut baik Sumedang, maka Raja Sumedang kala itu segera menyatakan diri dukungannya kepada Mataram sebagai Kerajaan berdaulat yang berkuasa di tanah Jawa. 

Waktu itu, di Jawa, tidak ada satupun Kerajaan bekas wilayah kekuasaan Rezim Demak-Pajang  yang mengakui Mataram, termasuk juga Cirebon dan Banten. 

Dukungan Sumedang kepada Kerajaan Mataram yang baru muncul itu membuat Panembahan Senopati mengirimkan bala Bantuan ke Sumedang untuk mempertahankan Sumedang dari Gempuran Cirebon. 

Perang Cirebon VS Sumedang yang dibantu oleh Mataram baru berakhir pada 1588 setelah tewasnya Jaya Perkasa. Mataram mengajukan opsi damai, yaitu agar Sumdang membayar talaq Harisbaya dengan menyerahkan Sindangkasih (Majalengka) ke Cirebon dan Juga menjadikan Anak Sultan Cirebon yang masih dalam Kandungan Harisbaya sebagai Penguasa Sumedang selanjutnya sepeninggal Geusan Ulun. 

Usulan Mataram tersebut akhirnya diterima Cirebon. Dikemudian hari Sumedang Larang menjadi bagian dari Kesultanan Mataram dan diubah kedudukannya menjadi Kadpaten. Kelak sepeninggal Geusan Ulung yang menjadi Penguasa di Sumedang adalah Putra Harisbaya dari Sultan Cirebon. 

Bagi Pajajaran dan Rezim Pelanjutnya yang penting anti Demak dan Rezim penerusnya. Mataram dianggap sebagai Rezim Penentang Pajang karena itu dijadikan sekutu bahkan rela menjadi bawahannya. Begitu bencinya mereka pada Demak.

Posting Komentar untuk "SIKAP ANTI DEMAK PARA PEMBESAR PAJAJARAN & JATUHNYA TANAH SUNDA DALAM PENGARUH KESULTANAN MATARAM"