Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

RIWAYAT PERANG BUBAT

Catatan mengenai tragedi pembantaian Raja dan Putri Sunda bersama rombongan pengantin di Majapahit atau yang kemudian dikenal dengan istilah Perang Bubat tercatat dalam Naskah Pararaton, Carita Parahyangan dan Naskah Kidung Sunda. 

Perang bubat terjadi pada tahun  1279 Saka atau 1357 Masehi ketika Majapahit diperintah oleh Prabu Hayam Wuruk, Raja yang memerintah dari tahun 1334 – 1350 sementara Sunda diperintah oleh Prabu Linggabuana, Raja sunda ini memerintah dari tahun 1350 – 1357.   

Hayam Wuruk naik tahta pada usia yang masih muda (17 Tahun) dan belum mempunyai Istri. Dalam hal inilah Hayam Wuruk memilih Putri Sunda untuk dijadikan istrinya. Pinangan Pun dilayangkan. Raja Sunda Pun setuju.

Disisi lain, Gajah Mada selaku Mahapatih (Perdana Menteri Kalau Sekarang) memanfaatkan suasana, dimana nantinya Putri Sunda dianggap sebagai tanda takluk Sunda kepada Majapahit. Karenanya Majapahit mengabarkan ke Kerajaan Sunda agar mereka Orang Sunda mengantarkan putri Sunda ke Majapahit. Bukan Raja Majapahit yang datang ke Sunda untuk menikahi Putri Sunda.

Meskipun Para Petinggi Sunda curiga dengan gerak-gerik Majapahit dan menasehati Rajanya agar jangan ke Majapahit, Raja Sunda tetap pergi ke Majapahit sambil membawa Putri, Pengiring Pengantin dan bala tentara Sunda ke Majapahit.

Sesampainya di Majapahit (Bubat), Orang-Orang Sunda disambut oleh Gajah Mada. Dalam sambutan itulah Gajah Mada meminta Putri Sunda kepada Raja Sunda sebagai tanda takluk. Hal inilah yang membuat marah Raja Sunda dan Rombongan.

Lazimnya, wanita yang dinikahi oleh Raja yang belum pernah menikah adalah pasti dijadikan Permaisuri, Karenanya Raja Sunda menganggap Gajah Mada bertindak hina karenanya mereka ingin dipertemukan langsung dengan Hayam Wuruk, tapi Gajah Mada menolak. Perang tak seimbang kemudian pecah, dimana perang tersebut menyebabkan terbunuhnya raja dan Putri Sunda.

Usut punya usut, Rupanya Gajah Mada ini didukung oleh Bhre Wengker, bahkan Pembantaian yang dilakukan Gajah Mada kepada Rombongan Raja dan Putri Sunda di Bubat didalangi Oleh Bhre Wengker. Siapa itu Bhre Wengker ? Dia adalah Bapak dari Paduka Sori, Putri yang nantinya selepas Peristiwa Bubat dikawinkan dengan Hayam Wuruk dan menjadi Permaisuri/Ratu Kerajaan Majapahit.

Jadi Bhre Wengker ini merasa tak Rela jika Putri Sunda yang menjadi Permaisuri Hayam Wuruk dan kemudian menurunkan Raja-Raja Majapahit selanjutnya, maunya Putri Sunda dijadikan selir saja. Tapi nyatanya rencana itu tidak mulus karena Raja Sunda Menolak.

PARA PEMBESAR SUNDA YANG WAFAT DI BUBAT

Nama-nama para pembesar Sunda yang wafat di Bubat (Majapahit) dalam pembantaian yang dilakukan Gajah Mada. Demikian nama-namanya:

Rakeyan Tumenggung Larang Ageng; Rakryan Mantri Sohan; Yuwamantri (menteri muda) Gempong Lotong; Sang Panji Melong Sakti; Ki Panghulu Sura; Rakryan Mantri Saya; Rakean Rangga Kaweni; Sang Mantri Usus (Bhayangkara Sang Prabu); Rakeyan

Senapatiyuda Sutrajali; Rakyan Juru Siring; Ki Jagat Saya (Patih Mandala Kidul); Sang Mantri Patih Wirayuda; Rakeyan Nahkoda Braja (Panglima Angkatan Laut Sunda); Ki Nahkoda Bule (pemimpin jurumudi kapal perang kerajaan); Ki Juru Wastra; Ki Mantri Seberang Keling; Ki Mantri Supit Kelingking. Kemudian Sang Prabu Maharaja Linggabuana Ratu Sunda, Raja Putri Dyah Pitaloka, bersama semua pengiringnya.

HAYAM WURUK

Hayam Wuruk lahir pada 1334 Masehi dari pasangan Cakradara (Kertawardhana Bhre Tumapel) dan Tribuana Tunggadewi. Ibunya merupakan Raja wanita Majapahit.

Secara bahasa, Hayam Wuruk berasal dari dua kata, yaitu Hayam yang berarti Ayam Jantan/Jago dan Wuruk yang berarti terpelajar. Dinamakan demikian karena Raja ini selain jago juga memang cerdas dan terpelajar. Sementara itu, menurut Pararaton, nama lain dari Hayam Wuruk adalah Raden Tetep, sementara Kronik Cina mencatat namanya Wu-Lo-Po-Wu.

Pada tahun 1351, Ibunya turun tahta untuk menjadi Sapta Prabu (Penasehat Raja) serta menyerahkan jabatan Raja kepada Hayam Wuruk.

Pada saat dilantik menjadi Raja, Hayam Wuruk baru berusia 17 tahun, adapun gelar yang disandangnya adalah Maharajasa Sri Rajasanagara.

Menurut Negarakertagama, Hayam Wuruk memerintah Majapahit selama 39 tahun, selama hampir empat puluh tahun itu Hayam Wuruk yang dibantu mahapatih Gajah Mada mampu membawa Majapahit mencapai puncak kejayaan.

Pada saat naik tahta, Raja ini belum menikah. Dari berbagai wanita yang disodorkan dalam bentuk lukisan ia memilih Putri Sunda untuk dijadikan istri pertamanya (Dyah Pitaloka), namun rencana itu ditentang oleh Bhre Wengker (Pamannya) dan Gajah Mada. Kelak terjadi perang Bubat akibat dari penentangan ini.

INFORMASI DAKAM CARITA PARAHYANGAN MENGENAI PERANG BUAT

Alih aksara:

Manak deui Prabu Maharaja, lawasniya ratu tujuh tahun, kena kabawa ku kalawisaya, kabancana ku seuweu dimanten, ngaran Tohaan. Mundut agung dipipanumbasna. Urang réya sangkan nu angkat ka Jawa, mumul nu lakian di Sunda. Pan prangrang di Majapahit

Terjamah:

Karena anak, Prabu Maharaja yang menjadi raja selama tujuh tahun, kena bencana, terbawa celaka oleh anaknya, karena Putri meminta terlalu banyak. Awalnya mereka pergi ke Jawa, sebab putri tidak mau bersuami orang Sunda. Maka terjadilah perang di Majapahit.

Posting Komentar untuk " RIWAYAT PERANG BUBAT"