Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Riwayat Putri Harisbaya dalam Konflik Perang Cirebon VS Sumedang Larang

Putri Harisbaya namanya diabadikan dalam sejarah Perseteruan antara Cirebon dan Sumedang. Putri ini pula yang menjadi sebab terjadinya perang antara Kerajaan Cirebon melawan Kerajaan Sumedang Larang.

Lalu sebetulnya siapa Putri Harisbaya itu ? Demikian kisahnya ;

Putri Harisbaya, merupakan Putri dari Kadipaten Arosbaya, Bangkalan Madura, ayahnya merupakan Adipati disana. Tidak dijelaskan mengenai siapa nama aslinya, akan tetapi dikisahkan bahwa Putri ini menjadi Selir Sultan Cirebon pada kira-kira tahun 1584 Masehi. 

Sultan Cirebon yang dimaksud adalah Panembahan Ratu I, Sultan Cirebon kedua yang memerintah Cirebon dari tahun 1568 hingga 1649 Masehi. Beliau merupakan Putra dari Pangeran Swarga bin Pangeran Pasarean bin Sunan Gunung Jati, dengan demikian beliau merupakan Cicit dari Sunan Gunung Jati. 

Meskipun telah menjadi Selir dari Sultan Cirebon, Putri Harisbaya sebetulnya tidak mencintai suaminya itu, cintanya hanya kepada Geusan Ulun Angkawijaya, Sosok laki-laki yang kala itu menjadi Raja dari Kerajaan Sumedang Larang. 

Geusan Ulun Angkawijaya adalah Raja dari Kerajaan Sumedang yang memerintah dari tahun 1578 hingga tahun 1608 Masehi. Ia merupakan Putra dari Pangeran Santri Bin Pangeran Pamelekaran bin Pangeran Panjunan bin Syekh Nurjati. 

Putri Harisbaya tidak mencintai Panembahan Ratu I tentu ada alasannya, dahulu ketika Putri Harisbaya, Panembahan Ratu I dan Geusan Ulun Angkawijaya masih muda, ketiganya merupakan teman seperjuangan ketika di kirim ke Pajang untuk mengabdi kepada Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir. Pada saat di Pajang Ilmu itulah antara Harisbaya dan Geusan Ulun Angkawijaya terlibat cinta lokasi, cinta Harisbaya begitu mendalam terhadap Angkawijaya. 

Cirebon dimata Pajang kedudukanya merupakan sekutu tertinggi dari Kerajaan itu, maka tidak mengherankan jika Putri Sultan Hadiwijaya, Ratu Gelampok Raras kemudian dinikahkan dengan Panembahan Ratu I, Putri Pajang itu pula nantinya menjadi Permaisuri Panembahan Ratu I ketika ia menjadi Raja Cirebon. 

Menjelang kewafatan Sultan Hadiwijaya, Pajang dilanda Prahara, Sebab Kadipaten Mataram memberontak, Kadipaten yang dipimpin Panembahan Senopati itu bersikukuh ingin merdeka dari Pajang. Dalam hal ini, Cirebon tetap setia dan tersus membantu Pajang dalam menghadapi Mataram. 

Selepas kemangkatan Sultan Hadiwijaya, Kedudukan Pajang digantikan oleh Arya Pangiri, Sultan Pajang kedua ini memerintah dari tahun 1583 hingga 1586 Masehi. Atas Kesetiaan Panembahan Ratu I  dalam mendukung Pajang, Arya Pangiri kemudian menghadiahkan Putri Harisbaya kepada Sultan Cirebon, karena itulah pada Tahun 1584, Putri Harisbaya telah sah menjadi Selir Sultan Cirebon.

Pada tahun 1585, Prabu Geusan Ulun Angkawijaya melakukan Kunjungan kenegaraan ke Pajang bersama Patihnya, Jaya Perkasa. Patih baru Sumedang itu merupakan mantan Panglima Perang Pajajaran yang belum terima atas keruntuhan Pajajaran yang disebabkan oleh Gabungan Aliansi Banten, Cirebon dan Demak. Ia bercita-cita ingin membangkitkan Pajajaran lagi melalui Sumedang. 

Ketika Sampai di Pajang, dalam hitung-hitungan Jaya Perkasa, ia merasa Nasib pajang akan segera berakhir dan tidak akan sanggup menghadapi Mataram. Setelah mengunjungi Pajang, Geusan Ulun bersama patihnya kemudian bertolak ke Sumedang, namun sebelum Pulang ke Sumedang mereka singgah di Kerajaan Cirebon.

Pada saat Singgah di Cirebon inilah, Geusan Ulun Angkawijaya bertemu dengan Harisbaya, kekasihnya yang kala itu sedang mengandung muda. Cinta antara Angkawijaya dan Harisbaya dimanfaatkan oleh Jaya Perkasa untuk memantik peperangan dengan Cirebon. Secara diam-diam, Harisbaya dibawa rombongan Geusan Ulun ke Sumedang.

Dalam pikiran Jaya Perkasa, dengan melarikan Putri Harisbaya, maka Perang akan segera terjadi, Cirebon dalam pikirannya juga akan mudah dikalahkan sebab sekutunya Pajang dalam kondisi lemah, namun ternyata perkiraan Jaya Perkasa meleset. 

Selama 2 tahun berperang dengan Cirebon, Sumedang semakin terdesak, sehingga menyebabkan Jaya Perkasa tewas terbunuh, atas hal ini, maka Pada Tahun 1587, Sumedang meminta Bantuan Mataram yang kala itu telah menjadi Kerajaan baru pengganti Pajang di Jawa. 

Atas bantuan Mataram, akhirnya Sumedang dapat diselamatkan dari kehancuran, namun sebagai ganti dari talaq Sultan Cirebon pada Harisbaya, Sumedang harus merelakan Sindangkasih (Majalengka) menjadi bagian dari kekuasaan Cirebon, selain itu, Putra Sultan Cirebon yang lahir dari Harisbaya juga harus dijadikan Raja Sumedang selanjutnya. 

Setelah penghentian perang dengan Cirebon, maka pada tanggal 2 bagian terang bulan waisak tahun 1509 saka, bertepatan dengan tanggal 10 april 1587 masehi, atau 2 tahun setelah peristiwa dilarikannya Harisbaya dari Istana Cirebon, digelar pernikahan antara Geusan Ulun Angkawijaya dengan Putri Harisbaya.

Setelah sah menjadi Istri Geusan Ulun Angkawijaya, Putri Harisbaya hidup bahagia, dan dia pun dikaruniai keturunan bersama kekasih hatinya itu. Putri Harisbaya meninggal di Sumedang dan dimakan di Sumedang. 

Oleh : Bung Fei

Posting Komentar untuk "Riwayat Putri Harisbaya dalam Konflik Perang Cirebon VS Sumedang Larang"