Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SUMPAH ARUNG PALAKA

Arung Palakka lahir di Soppeng pada 15 September 1634, ia merupakan Pangeran dari Kerajaan Bugis Bone. 

Saat masih anak-anak, yaitu pada  tahun 1644 M perang pecah antara Bone dan Gowa. Kali ini, Bone dipimpin adik La Maddaremmeng, La Tenriaji To Senrima. Hasilnya Bone berhasil dikalahkan. Akhirnya,Gowa  menurunkan status Bone dari palili (daerah bawahan) menjadi ata (budak) Gowa. 

Sebagai orang taklukan, Arung Palakka dan keluarganya dipekerjakan sebagai pelayan di istana Karaeng Pattingalloang, mangkubumi Kerajaan Gowa. Sementara Rakyat  Bone dari kalangan rendahan dipaksa menjadi kuli-kuli dalam proyek di Gowa. Pada masa ini, Arung Palaka begitu marah jiwanya sebab statusnya sebagai orang dari negeri jajahan. 

Arung Palakka kerap kali membawakan tombak pembesar Gowa ketika sedang melakukan perjalanan atau ketika berburu.Karaeng Pattingalloang mengangkat Arung Palakka sebagai pendamping serta mengajarkan pengetahuan adat-istiadat Istana Gowa. 

Setelah kematian Karaeng Pattingalloang, jabatan Tumabbicara Butta (Mangkubhumi)  diemban oleh saudaranya, Karaeng Karunrung. 

Dialah yang mengeluarkan permintaan kepada Raja Gowa agar memerintahkan To Bala sebagai jennang (perwakilan) mengerahkan 10.000 orang Bugis, terdiri orang Bone dan Soppeng untuk melakukan kerja paksa benteng.Selain itu, mereka juga menggali parit di sepanjang benteng paling selatan Barombong, hingga ke benteng paling utara Ujung Tana.

To Bala dan beberapa pembesar lainnya menolak melakukan pekerjaan tersebut dan melarikan diri kembali ke kampung mereka. Karena banyaknya pekerja yang melarikan diri, sehingga para bangsawan pun diserahkan tanggung jawab untuk menggantikan pekerja yang melarikan diri. 

Ini merupakan pelecehan siri’ yang berlipat ganda karena tuannya harus melakukan pekerjaan kasar yang setara dengan apa yang mereka lakukan. Membengkaknya perasaan pésse di antara pekerja Bugis, membuat mereka menyambut gembira kehadiran para pemimpin ini di tengah mereka dan mengubah situasi sulit menjadi kemarahan yang tak tertahan. 

Di antara orang Bugis yang melakukan pekerjaan ini, salah satunya adalah Arung Palakka. Dia menyaksikan kekejaman penjaga atau mandor terhadap rakyatnya.

Hingga pada suatu ketika seorang pekerja mencoba melarikan diri namun tertangkap dan dipukuli di depan Arung Palakka. Kejadian ini merupakan titik balik. Arung Palakka kemudian merencanakan pelarian dan perlawanan ke tanah Bugis. 

Hari pelarian pun ditetapkan, yaitu pada pesta tahunan kerajaan yang dilakukan sekali dalam setahun dan berlokasi di Tallo. Lokasinya berpusat di arena perburuan rusa (ongko jonga) milik Karaeng Gowa. Kebanyakan rakyat dan penjaga pergi ke Tallo untuk berpesta.

Dengan tanda yang telah ditetapkan oleh Arung Palakka, orang-orang Bugis pun berhasil mengatasi beberapa penjaga yang tersisa dan melarikan diri dengan aman ke tanah Bugis. 

Ketika para pembesar Gowa mendengar hal tersebut, mereka mengejar orang-orang Bugis yang kabur dari kerja paksa. Pembesar Gowa menimpakan tanggung jawab ini kepada To Bala karena dia diangkat oleh Gowa menjadi perwakilan dan telah gagal menjalankan tugasnya. 

Arung Palakka bersama To Bala dan Pemimpin Bugis lainnya mengadakan pertemuan di Mampu, membahas kemungkinan persekutuan antara Bone dan Soppeng.

Setelah kedua kerajaan bersepakat pada tahun 1660 M untuk bersekutu yang dikenal dengan Pincara Lopié ri Attapang (Perjanjian Rakit di Attapang). 

Bone dan Soppeng kemudian ingin menegakkan kembali persekutuan Tellumpocco’e yang dulu mereka sepakati di Timurung, dengan mengajak Wajo sebagai salah satu anggota persekutuan, tetapi Wajo menolak ajakan tersebut.

Walaupun tanpa Wajo, persekutuan ini tetap berlangsung dan bertekad melawan kedigdayaan Gowa. 

Pasukan Bone dan Soppeng di bawah Pimpinan Arung Palakka bertempur dengan gagah berani melawan pasukan Gowa di bawah Pimpinan Karaeng Sumanna. Gowa berhasil mengalahkan pasukan Bone dan Soppeng. Kemudian sisa pasukan Bone dan Soppeng mundur ke daerah Cempalagi. 

Arung Palakka melihat bahwasanya tidak ada tempat baginya di negeri Bugis. Selain itu, Bone dan Soppeng telah dikalahkan sehingga tidak mampu lagi melanjutkan peperangan. Arung Palakka ingin mencari sekutu yang kuat untuk memperbaiki keadaan Bone dan Soppeng. 

Bersama pemimpin lainnya, mereka sepakat untuk berlayar ke arah timur di Tanah Wolio, negeri Buton. Harapannya, semoga saja ia dapat menemukan kawan yang mau bersama-sama berperang melawan Gowa.

Sebelum berlayar ke timur, Arung Palakka bersumpah di gunung Cempalagi, bahwa ia tidak akan memotong rambutnya kecuali kalau ia telah menegakkan kembali kehormatan Bone dan melepaskannya dari penjajahan Gowa. 

CC : Sejarah Cirebon

Posting Komentar untuk " SUMPAH ARUNG PALAKA "